Saat kesadarannya kembali dengan cepat Rania langsung mendorong tubuh Yuda, lalu ia memegangi bibirnya yang tadi tersentuh oleh bibir Yuda. Bisa-bisanya ia kecolongan oleh pria dewasa di hadapannya ini.
"Tuan. Apa yang Anda lakukan? Jangan coba-coba bertindak kurang ajar!" oceh Rania karena merasa tidak terima Yuda memperlakukan dirinya seperti ini, setidaknya mereka belum halal untuk bisa melakukan hal seperti tadi.
"Kenapa? Bukankah sebelumnya kita pernah melakukan hal-hal yang lebih?" ujar Yudha Seraya mengangkat kedua jarinya sebagai isyarat menegaskan kalimat 'melakukan hal-hal lebih'
Ya, Rania lupa pernah tidur bersama Yuda. Meskipun itu hanyalah bualan semata dari Yuda agar dirinya bisa menikah dengan Rania.
"Kenapa diam? Baru ingat, ya, Kalau kita pernah menghabiskan malam bersama. Jadi tidak ada salahnya bukan kalau aku tadi melakukan hal itu seperti ke kamu."
Darah Rania mendidih, ia merasa seperti wanita murahan saja. "Tetap saja hal seperti itu tidak boleh, Tuan. Ini di mobil apa yang Anda lakukan bisa terlihat oleh orang lain dan mereka akan menganggap aku wanita gak baik."
"Jadi kalau di tempat tertutup semisal kamar boleh?" Yudha malah semakin menggoda Rania.
"Bukan seperti itu juga, Tuan, setidaknya sebelum kita resmi menikah, kita tidak boleh melakukan hal-hal di batas kewajaran. Cukup malam itu, itupun aku melakukannya tidak sadar bahkan cenderung tidak percaya."
"Astaga sudah berulang kali aku katakan kita memang sudah menghabiskan malam panas. kalau kamu memang tidak percaya kita ulangi lagi biar kamu ingat Bagaimana begitu ganasnya kamu di atas ranjang."
Rania menutup telinganya, sungguh telinganya begitu sakit saat mendengar perkataan dari Yuda. Jika dirinya begitu ganas di atas ranjang. No! dia tidak seperti itu. Dia bukan wanita yang bisa aktif di atas ranjang.
"Stop Tuan! Jangan diteruskan! Kenapa pembahasan Anda terus saja ke sana? Seolah-olah Anda ingin mengingatkan apa yang pernah terjadi. Meskipun mau seratus kali berapa ratus kali Tuan katakan, aku tetap tidak akan ingat."
"Capek ya ngomong sama kamu. kalau kamu gak mau berhenti ngomong aku akan cium kamu lagi, mau?"
"Tidak mau, Tuan! Rania gak nyangka ternyata Tuan itu mesum!"
"Kalau tidak mau, stop ngocehnya. telingaku sakit mendengar ocehan kamu. pokoknya mulai detik ini kalau kamu cerewet, kalau kamu banyak ngomong, siap-siap aku hukum dan kamu tahu Apa hukumannya?" sejenak Yuda menjeda perkataannya. tanpa diberitahu Rania tahu apa maksud dari hukuman yang Yuda katakan.
Yuda semakin dekat ke arah Rania, lalu secara spontan Rania menutup mulutnya.
"Sekarang paham kan jika kamu banyak omong apa yang aku lakukan?" Ucap Yuda tepat di depan wajah Rania.
Rania mengangguk mengerti, seraya tangannya masih membekam mulutnya.
"Bagus, jadi wanita harus nurut, ya apa lagi sama calon suami sendiri. Sekarang karena hari semakin siang dan perutku semakin keroncongan kita cari tempat makan, setelah itu lanjut cari gaun pernikahan, beli cincin, sama beli untuk seserahan."
Rania hanya manggut saja dia akan mengikuti apa yang Yuda katakan. Karena ia tidak ingin dihukum lagi. Jangan lupa tangannya masih membekam mulutnya, ia masih syok karena ciuman pertamanya harus diambil Yuda. Dia tidak terima.
***
Sekitar pukul sepuluh malam, Yuda mengantarkan Rania pulang ternyata di depan rumah sudah ada Boy dan juga Ningsih yang menunggu.
Tentu saja hal ini membuat Rania Tidak enak hati ia yakin ibunya pasti mengkhawatirkan dirinya Karena pulang malam dan itu pun bersama seorang pria yang akan menjadi suaminya nanti.
"Kamu mau turun atau mau ikut saya pulang ke rumah?" Tanya Yuda saat Rania tak kunjung beranjak.
"Aku mau pulang, karena ada begitu banyak yang ingin aku ceritakan sama ibu, aku yakin Ibu pasti sok mendengar berita mendadak ini."
"Kamu nggak usah repot-repot menjelaskannya, karena apa? Karena asisten aku sudah menjelaskan."
"Tetap saja lah, Tuan. Bagaimanapun juga aku ini anaknya, masa iya aku nikah nggak bilang-bilang ke Ibu, nggak basa-basi dulu ke ibu ngomong apa kek."
"Kalau memang kamu ingin secepatnya menjelaskan pada ibumu, Sekarang cepat keluar!"
"Tuan, Seperti mengusir aku."
"Aku Bukan ngusir, tapi mau berapa lama lagi di dalam mobil? Atau jangan-jangan kamu mau aku cium lagi?"
"Enggak mau. Oke, aku keluar sekarang. Tapi kasih dulu kesempatan untuk ngumpulin kata-kata yang pas, buat ngomong ke ibu."
"Ya udah, kamu jangan ngomong biar. Aku aja yang ngomong ke ibu."
Dengan perasaan malu pada ibunya karena lagi-lagi dia mengambil keputusan tanpa memberitahu terlebih dahulu pada ibunya.
mau bagaimana lagi tidak ada waktu untuk meminta izin karena sang calon suaminya pun memberitahu dengan sangat mendadak. Tadi pagi mengatakan ingin menikah besok dan pada waktu jam makan siang mereka langsung berangkat belanja untuk membeli kebutuhan untuk acara pernikahan mereka besok .
"Assalamualaikum, Bu." ucap salam Rania dan Yuda bersamaan saat mereka baru saja bergabung dengan Ningsih dan Boy.
Ningsih menjawab salam Aira dengan melukiskan senyum bahagianya. ternyata apa yang Rania pikir di luar ekspektasinya, ia kira ibunya akan kecewa, marah karena dia mengambil keputusan secara sepihak.
"Waalaikumsalam."
"Maaf Bu, Rania pulang malam."
Ningsih mengusap kepala Rania. "Tidak apa-apa, tadi Nak Boy Sudah mengatakannya kepada ibu."
Tak lama Yuda tiba-tiba saja menyala perbincangan antara Rania dan Ningsih.
"Bu, maaf Jika keputusan ini mendadak dan sangat mengagetkan ibu."
Ningsih paham maksud dari perkataan Yuda, lalu ia pun tersenyum.
"Tidak apa-apa, Nak. Justru lebih cepat itu lebih baik. Ibu cuma minta satu hal saja. Titip Rania, jaga Rania, jangan sampai kamu menyakiti dia. Ibu nggak rela Jika kamu menyakiti dia. Rania adalah anak ibu satu-satunya, anak ibu yang paling Ibu sayang. Demi Allah ibu gak rela jika sampai kamu menyakiti anak ibu."
Sungguh perkataan Ningsih sangat menohok di hati Yudha. Entah kenapa Yuda malah serasa jika dirinya sebagai pembohong. Dia akui menikahi Rania hanya karena Rania begitu mirip almarhumah istrinya.
"Ibu tenang saja, Rania akan bahagia bersama saya, saya tidak akan membiarkan Rania terluka sedikitpun."
"Ibu percaya sama kamu Nak Yudha."
"Terima Kasih, Ibu sudah mau percaya sama saya. Padahal kita baru saja kenal."
"Ibu percaya kamu orang baik, tapi jika ibu sudah sekali kecewa maka Ibu tidak akan pernah bisa untuk memaafkannya."
Lagi perkataan Ningsih serasa menghujam dada Yuda. Bagaimana jika seandainya Ningsih tahu yang sebenarnya.
Lalu tak lama Yuda pun mengalihkan perhatiannya, ia melihat jam yang terpasang di tangan kirinya.
"Sudah malam, Bu. Saya mau pulang, lagi pula besok Ibu dan Rania pasti harus siap-siap karena acara pernikahan saya dan j Rania akan dilaksanakan pukul 10.00 pagi. untuk masalah rias mulai pagi-pagi akan ada tim make up ke rumah pokoknya ibu sama Rania tahu beres."
"Iya, Nak, terima kasih ya."
"Ibu tidak usah bilang terima kasih. karena acara ini kan mendadak jadi biar Yuda yang tanggung semuanya."
Selain itu Yudha dan Boy pun pamit undur diri. Rania terus menatap kepergian Yuda, entah kenapa dia selalu melihat Yudha seperti memiliki dua sosok yang berbeda. Jika bersamanya ia selalu kejam, dingin, arogan dan pemaksa. Tapi saat berhadapan dengan ibunya dia begitu baik hati lembut dan ramah bahkan terlihat manis karena sering tersenyum.Hal itu justru membuat Rania menyukainya.
''Aku tidak boleh menyukainya dia itu pria pemaksa,'' Rania membatin seraya terus menepis perasaan yang tiba-tiba saja muncul itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments