Pagi-pagi sekali Austin dan Ainsley sudah berada di bandara Soekarno Hatta. Papa dan mama Ainsley akan berangkat ke Singapura hari ini. Tentu saja sebagai anak Ainsley ingin ikut mengantar kepergian sang papa.
Sebenarnya Ainsley sudah menolak dengan halus saat Austin mau mengantarnya. Dengan alasan sebagai bos perusahaan besar lelaki itu pasti sibuk. Sayangnya Austin bersikeras mau mengantarnya. Kalau masalah pekerjaan katanya gampang. Bisa dia atur. Hasilnya, Ainsley tidak bisa menolak alasan pria yang mau ikut bersamanya itu.
"Mereka sudah datang."
papa Ainsley yang tengah berdiri di sebelah Deisy mengalihkan pandangannya ke putri kandungnya yang datang bersama menantunya. Deisy ikut menatap mereka.
Pandangan Deisy bertemu dengan Ainsley. Dari kemarin ia sedang tidak ingin melihat gadis itu. Karena ia masih tidak terima Ainsley menikah dengan Austin. Sekarang status gadis itu berubah. Dan ia punya suami dengan latar belakang yang kuat seperti Austin, yang membuat banyak perempuan iri berat pastinya. Bagaimana Deisy bisa senang coba. Sekarang orang-orang yang tahu pasti akan membanding-bandingkan keduanya. Memikirkan itu saja membuatnya makin tidak suka pada Ainsley. Kalau tidak berpikir tentang mamanya yang akan ikut pergi juga, ia pasti tidak akan sudi mengantar.
"Ainsley," gumam papanya pelan.
Ainsley yang kini berdiri didepan mereka mengamati lelaki tua itu lama. Entah kenapa ia merasa papanya itu sangat sehat, tidak terlihat seperti orang yang sedang sakit. Apa jangan-jangan papa dan mama tirinya berbohong mengenai penyakit jantung yang di alami papanya supaya dia tidak ada cara lain selain meminta bantuan Austin dan akhirnya menikahi pria itu?
Banyak sekali kejadian begitu yang terjadi di novel-novel yang dibacanya.
Ainsley menggeleng-geleng kepala. Berpikir positif saja. Lagipula dia sudah menjadi istri Austin sekarang. Tidak ada gunanya menyesal. Itu keputusannya sendiri.
"Jadwal keberangkatannya jam berapa?" tanya gadis itu kemudian.
"Tiga puluh menit lagi," sahut mama tirinya.
"Tuan Austin, saya tidak sempat minta ijin di kantor karena langsung ke sini." lapor Deisy pada lelaki yang berdiri di sebelah Ainsley. Austin hanya mengangguk singkat. Wajahnya datar seperti biasa kalau ada salah satu karyawannya yang bicara.
Dikantor, Austin terkenal sangat pemarah dan akan langsung memecat karyawan yang kerjaannya tidak becus. Awalnya Deisy juga takut, tapi sekarang ia mulai memberanikan diri. Ia tahu bosnya itu tidak akan sembarangan memecatnya sekarang. Yah, meskipun hanya saudari tiri, Ainsley juga termasuk adiknya. Austin pasti akan berpikir dua kali untuk memecatnya.
Ainsley sendiri merasa bahwa Deisy sengaja bicara pada Austin buat mencari perhatian pria itu. Dipikir dia tidak tahu apa. Hah!
"Austin, Ainsley ini sebenarnya tipe gadis yang sangat perhatian. Kau hanya perlu belajar bagaimana membuat dia memperlakukanmu dengan baik saja," ucap papa Ainsley sebelum masuk ke ruang tunggu keberangkatan.
"Papa, tidak perlu bicara yang tidak penting." kata Ainsley merasa papanya terlalu banyak bicara. Austin tersenyum tipis. Tanpa ragu tangannya meraih jemari Ainsley sampai-sampai gadis itu kaget.
Ainsley ingin melepaskan tangan Austin dari pergelangan tangannya namun pria itu tidak memberinya kesempatan. Dasar tukang cari kesempatan. Ainsley jadi tidak berkutik apalagi semua keluarganya ada di situ.
"Aku berjanji akan menjaga Ainsley. Semoga operasinya lancar di sana om." kata Austin masih memanggil papa Ainsley dengan sebutan om. Ia masih kaku mau memanggil papa. Jadi dia memutuskan memanggil dengan cara yang membuatnya merasa nyaman. Tangannya masih setia menggenggam tangan Ainsley. Mereka tidak sadar ada yang dari tadi merasa cemburu setengah mati. Siapa lagi kalau bukan Deisy.
"Baiklah. Kalau begitu kami masuk dulu. Jaga diri kalian,"
Ainsley, Austin dan Deisy melambai-lambai sambil menatap kepergian pasangan tua itu masuk.
Setelah mereka benar-benar tidak terlihat lagi, Ainsley berdeham. Austin menatapnya.
"Kenapa?" tanya Austin melirik gadis itu. Ainsley langsung mendelik tajam padanya. Lalu berjinjit ditelinga pria itu.
"Lepaskan tanganku sekarang juga." bisiknya pelan. Ia memilih berbisik karena tidak ingin Deisy mendengar perkataannya.
"Bukannya kau menikmati juga?" goda Austin balas berbisik. Ainsley ingin membalas perkataan pria itu lagi namun Austin malah berbicara pada Deisy.
"Namamu Deisy kan?" tanya Austin.
Deisy membalikkan tubuhnya lalu mengangguk.
"Kau akan kekantor sekarang?"
"Iya tuan." jawab wanita itu.
sepertinya walau bosnya itu menikahi Ainsley adik tirinya, tapi sikap lelaki itu tetap tidak berubah padanya. Ia tetap memperlakukannya seperti biasa. Padahal Deisy sudah berpikir mungkin dirinya akan di perlakukan dengan sedikit berbeda. Apa karena dia hanya saudari tiri?
"Sampaikan pada sekretarisku, semua agenda hari ini tunda besok saja. Aku masih ingin menemani istriku hari ini," kata Austin lagi tak lupa mencolek pelan pipi Ainsley.
Ainsley hanya mendesah pasrah. Ia tidak mungkin berdebat dengan pria itu didepan Deisy. Tunggu saja nanti.
***
Sepanjang perjalanan, Ainsley memilih tidak bicara. Ia masih kesal pada Austin. Sementara Austin sendiri biasa-biasa saja. Ia juga terus diam dan memilih fokus menyetir.
Memang waktu belum mengenal Ainsley lelaki itu selalu seperti itu. Jarang bicara, apalagi tersenyum. Kalau sedang menyetir ia akan fokus dengan jalanan. Bahaya menyetir sambil ngobrol.
Ainsley mengerutkan kening ketika melihat mobil yang di kendarai Austin tidak kembali ke hotel tapi berhenti di sebuah rumah mewah. Terlalu mewah bagi Ainsley. Ia sendiri belum pernah tinggal di tempat semewah ini.
Kenapa mereka kesini? Kenapa tidak balik ke hotel? Barang-barangnya masih disana.
Ainsley melirik Austin ketika mobil pria itu sudah terparkir di parkiran rumah itu.
"Dimana ini? Rumahmu?" tanyanya.
"Iya." Austin mengangguk sambil melepaskan seat belt.
"Mulai hari ini, kau tinggal disini." tambah Austin lalu turun.
Ainsley ikut turun. Matanya kembali melihat-lihat halaman rumah besar itu. Ia sama sekali tidak kaget dengan perkataan Austin tadi. Memang rata-rata istri akan tinggal dengan suaminya. Tapi, ia rasa rumah sebesar ini tidak cocok untuknya. Ainsley tidak suka tinggal di rumah besar seperti milik Austin ini.
"Bisakah aku tinggal di rumah lamaku saja? Kau tetap tinggal disini."
Ainsley tahu itu adalah pertanyaan konyol namun ia tetap bertanya. Mungkin saja kan Austin akan setuju, meski ia tidak yakin.
"Jangan ngaco. Kau istriku sekarang Ainsley. Aku tidak mungkin setuju kita tinggal terpisah." balas Austin. Kadang ia merasa heran dengan jalan pikiran Ainsley yang sering tidak masuk akal
"Tapi aku tidak terbiasa dengan rumah besar seperti ini." kata Ainsley lagi. Memang benar dirinya tidak terbiasa.
"Kau akan terbiasa nanti, percayalah." ucap Austin mengacak pelan rambut gadis itu.
"Ayo masuk." katanya lagi menarik pelan lengan Ainsley. Pria itu yakin kalau tidak di tarik, gadis itu akan tetap berdiri di luar tanpa ada niat buat masuk ke dalam rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
kok berasa kebangetan ya si Ainsley
2024-09-24
1
Edah J
Agak sedikit kesal dengan kelakuannya Ain🙁
2024-09-17
0
Dewi Soraya
ni cewekny bodoh/p si
2024-03-29
2