Besoknya di kampus,
"Gimana, gimana? Jadi Austin Hugo datang sendiri ke penjara demi Ainsley?" tanya Mira antusias. Mereka kini berkumpul di kantin kampus itu dan mendengar cerita Dara yang membangkitkan rasa ketertarikan mereka untuk bergosip.
Ketiga gadis itu tidak peduli sama sekali walau ada Ainsley disitu. Gadis yang tengah mereka gosipkan sekarang ini bersama Austin Hugo, sih pengusaha kejam namun tampan didepan mereka itu.
Ainsley menatap jengah ketiga sahabatnya yang kini sibuk sendiri. Ya ampun, kenapa dirinya bisa bergaul dengan para gadis tukang gosip itu sih. Ia masih tidak habis pikir sampai sekarang kenapa bisa tergabung dalam kelompok itu.
"Kalian tahu, semalam itu kedatangan Austin sukses membuat semua gadis yang berselisih dengan kami terkagum-kagum. Aku senang sekali melihat tampang mereka yang iri berat pada Ainsley," cerita Dara. Ia sendiri saja yang teman Ainsley merasa iri. Apalagi setelah itu Austin dan Ainsley pergi berdua. Lebih tepat Austin yang membawa Ainsley pergi.
Pandangan Dara berpindah ke Ainsley yang sibuk memutar-mutar gelas didepannya.
"Ceritakan, semalam kalian kemana? Hotel? Atau kau langsung dibawa ke rumahnya?" tanya Dara dengan raut wajah menggoda. Mira dan Fina ikut-ikutan menggoda sampai-sampai Ainsley malu sendiri. Ia cepat-cepat mengibaskan tangan didepan ketiga gadis itu.
"Jangan berpikir sembarangan. Austin hanya mengobati lukaku lalu mengantarku pulang." jawabnya. Memang sih tidak langsung mengantar pulang. Mereka masih terlibat perdebatan sebentar namun tidak penting juga bercerita ke teman-temannya. Menurutnya itu urusan pribadinya dengan Austin.
Ketiga temannya terus menatapinya dengan pandangan masih tidak percaya. Ainsley membuang nafas lelah. Terserah mereka saja. Yang penting ia sudah bilang yang sebenarnya.
\*\*\*
Habis dari kampus, Ainsley masih berkeliling mencari-cari kalau ada lowongan kerja untuknya atau tidak. Untungnya orang-orang suruhan Austin tidak mengikutinya lagi. Mungkin karena semalam ia sudah memberi peringatan ke pria itu dengan tegas bahwa dirinya tidak suka diikuti. Gadis itu jadi bernafas lega karena bisa bergerak dengan bebas lagi. Meski hidupnya sendiri belum bebas karena ikatan pernikahan itu, setidaknya ia bisa memikirkan hal itu nanti. Sekarang cari kerja dulu.
Hampir tiga jam Ainsley berkeliling dan ia sudah sangat kelelahan. Ia menyerah hari ini dan memutuskan pulang saja. Ternyata mencari pekerjaan itu susah. Tidak akan ia dapatkan dalam sehari.
Di rumah,
"Ainsley, papa perlu bicara denganmu," suara pria tua itu menghentikan langkah Ainsley yang hendak ke kamarnya. Gadis itu mendesah pelan. Apalagi. Terakhir kali papanya memaksanya untuk menikah dengan Austin. Entah sekarang apalagi. Gadis itu berbalik menghadap sang papa. Wajah keriput itu terlihat pucat dan serius. Sesaat Ainsley bertanya dalam hati, apa papanya sakit? Ada perasaan khawatir yang ia sembunyikan di wajahnya melihat papanya.
Ainsley akui meski dirinya masih kesal karena pria tua itu menyembunyikan fakta tentang dirinya yang sudah di jodohkan sejak kecil, namun ia tetaplah seorang anak yang akan khawatir melihat orangtuanya sakit.
"Pa ..., papa perlu biaya untuk berobat ke luar negeri." tutur pria paruh baya itu. Ainsley sedikit terkejut mendengar kata berobat dari mulut papanya.
Berobat? Berarti benar dong dugaannya. Namun ia tidak mengerti papanya sakit apa sampai harus berobat ke luar negeri. Tadinya ia berpikir lelaki tua itu hanya sakit biasa.
"Kenapa sampai ke luar negeri? Memangnya papa sakit apa?" tanyanya kemudian karena penasaran.
"Kata dokter, ada masalah dengan jantung papa kamu. Kalau tidak cepat di operasi dan menjalani pengobatan, takutnya kondisi kesehatan papamu akan menurun," mama tiri Ainsley yang muncul dari dapur menjelaskan dengan panjang lebar.
Jelas sekali Ainsley menjadi khawatir mendengar perkataan itu.
"Tapi kata dokter kondisi papa masih bisa pulih total kan?" tanyanya memastikan. Keluarga kandungnya di dunia ini tinggal papanya. Tentulah ia tidak mau lelaki paruh baya itu meninggalkannya. Meski mama tirinya memperlakukannya dengan baik, tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan papanya yang melihatnya tumbuh dari kecil.
Tatapan Ainsley berpindah-pindah dari kedua orang didepannya itu menunggu jawaban.
"Harusnya baik kalau operasinya lancar dan menjalani perawatan. Itu kata dokter," jawab mama tirinya.
"Kalau begitu lakukan saja apa kata dokter," balas Ainsley cepat.
"Tapi kita tidak ada biaya. Biaya operasi dan perawatannya sangat mahal. Apalagi dokter menyarankan papa kamu berobat ke luar negeri," ucap mama tirinya lagi menunjukkan tampang sedihnya sementara papanya hanya diam.
Benar. Papanya memang sempat menyinggung biaya tadi. Mereka memang tidak kesusahan buat makan dan biaya hidup sehari-hari. Namun biaya mereka tidak ada untuk pengobatan yang membutuhkan biaya besar seperti itu.
"Ainsley, tidak bisakah kau meminta tunanganmu untuk membantu? Dia sangat kaya, mama rasa uang tidak menjadi masalah buatnya."
Ainsley menghembuskan nafas kasar. Ia tidak setuju meminta bantuan pada Austin. Tapi ... Memang hanya pria itu lelaki kaya yang dikenalnya yang bisa membantu. Ia juga tidak bisa membiarkan papanya begitu saja. Sungguh ia anak yang durhaka kalau tidak peduli pada penyakit papanya.
"Papa tidak akan memaksamu Ainsley. Kalau kau tidak mau minta bantuan Austin, kita bisa coba mengajukan peminjaman di bank," gumam papanya.
"Papa lupa kita sudah mengajukan peminjaman kemarin tapi pihak bank menolak karena jumlahnya terlalu besar?" kata mama tirinya mengingatkan. Papanya terdiam.
"Berapa jumlah uang yang papa dan mama butuh?" tanya Ainsley. Ia punya sedikit tabungan. Tidak banyak, namun mungkin bisa membantu sedikit. Gadis itu melihat pasangan suami istri itu saling menatap. Kemudian mama tirinya buka suara yang sukses membuat mulut gadis itu menganga
"Sepuluh milyar?!" Ainsley menatap sang mama tiri dan papanya bergantian dengan raut wajah tidak percaya. Pengobatan seperti apa itu, kenapa butuh uang sampai sebanyak itu. Sepuluh milyar? Mana ada ia sebanyak itu, sedikit tidak masuk akal.
Gadis itu mendesah pelan. Jika semua tabungannya dikumpul sampai dua ratus kali lipat pun tidak akan sanggup untuk mencapai sepuluh milyar. Astaga, kenapa hidupnya akhir-akhir ini jadi serba membutuhkan uang banyak yang rasanya seperti tidak masuk akal sih.
Berkali-kali pun Ainsley berpikir keras, sepertinya ia memang tidak punya cara lain selain meminta bantuan Austin. Demi papanya.
"Baiklah. Aku akan mencoba bicara dengan Austin," katanya mengambil keputusan. Papa dan mama tirinya saling menatap lagi lalu tersenyum senang.
"Kau memang anak yang berbakti Ainsley sayang," ujar mama tirinya menatap Ainsley. Sedang gadis itu hanya memaksakan senyumnya sebelum akhirnya pamit masuk kamar. Setelah kepergian Ainsley, mama tiri dan papanya saling bertukar pandangan. Sebenarnya uang yang mereka butuh tidak sebanyak itu, hanya saja menurut wanita paruh baya tersebut, sekalian saja bilang banyak, toh tunangannya Dambi tidak akan kekurangan harta. Dia dan suaminya sudah sepakat tadi. Agar Dambi tidak menaruh curiga kalau mereka membohonginya dari jumlah uang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Dyah Oktina
wah...itu mah sama aja beli jantung.. sama hidup enak tanpa kerja d luar negri
2025-02-20
0
Dyah Oktina
wah...itu mah sama aja beli jantung..
2025-02-20
0
Dyah Oktina
kok jd dambi sih thor... 🤭😂😂😂😂😂
2025-02-20
0