Karena tidak tahan lagi dan sudah merasa kecapean, Ainsley pamit pergi duluan kepada kedua orang tuanya sesaat setelah para sahabatnya pergi. Lagipula kamar pengantin hanya di hotel itu. Ia tidak perlu bilang ke Austin karena ia melihat lelaki itu sibuk berbincang-bincang dengan beberapa tamunya. Ainsley tidak mau mengganggu. Apalagi ia tahu Austin pasti tidak akan membiarkannya pergi lebih dulu. Jadi lebih baik menggunakan kesempatan di saat pria itu sedang sibuk.
Ainsley memasuki kamar pengantin dan langsung berganti pakaian dengan gaun tidur warna putih
miliknya. Ia lalu duduk dengan ragu di atas ranjang. Dalam hati ia berpikir untuk mengunci kamar biar Austin tidak bisa masuk atau tidak. Tapi...
Austin pasti akan marah besar kalau sampai dia melakukannya. Namun ia juga takut. Bagaimana kalau pria itu langsung meminta jatah malam pertama padanya. Ainsley belum siap. Ia takut.
"Atau aku kunci saja pintunya?" ujar gadis itu pada dirinya sendiri. Ia masih berpikir ragu-ragu. Telunjuknya terus mengetuk-ketuk kasur yang ia duduki.
Setelah hampir lima menit menimbang-nimbang, gadis itu bangkit dari tempat tidur menuju pintu. Namun belum sempat mencapai pintu, pintu itu sudah terbuka dengan sendirinya membuatnya buru-buru berbalik, melemparkan diri ke tempat tidur, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dan menutup mata.
Dari depan sana Austin terkekeh. Ia sudah melihat aksi gadis yang sudah sah menjadi istrinya itu. Dipikir dirinya tidak lihat apa. Sudah meninggalkannya di pesta tanpa bilang-bilang, dan sekarang mau pura-pura tidur rupanya.
Austin tersenyum menyeringai. Ia akan mengikuti permainan gadis itu.
Austin beranjak ke kamar mandi. Setelah keluar dari kamar mandi, dia sudah berganti memakai piyama hitam. Pandangannya kembali ke sang istri yang masih setia dengan gaya tidur pura-puranya persis seperti waktu dia masuk tadi. Lagi-lagi Austin tersenyum lalu bergegas naik ke atas ranjang dan berbaring berhadapan dengan gadis yang kini sudah menjadi miliknya secara sah. Pria itu terus menatap istrinya. Ia ingin tahu berapa lama gadis itu akan bertahan dengan gaya pura-puranya yang terlihat sangat jelas.
Disisi lain, Ainsley terus berpikir dalam hati. Ia ingin membuka matanya mencari tahu apa yang sedang di lakukan Austin. Ia bisa merasakan keberadaan lelaki itu yang berbaring didekatnya. Namun belum ada pergerakan sama sekali.
Apakah lelaki itu tertidur? Kenapa dia diam saja?
Apakah Austin kelelahan? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkecamuk di kepalanya. Semoga saja benar. Dengan begitu ia bisa melewati malam ini dengan tenang.
"Sampai kapan kau akan berpura-pura tidur?"
suara Austin mengagetkan Ainsley. Jadi pria itu sudah tahu ia hanya berakting? Matanya terbuka lebar menatap Austin.
"Kok tahu?" tanyanya refleks. Tingkahnya membuat Austin tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum.
"Salahkan akting burukmu sayang," gumamnya menyeringai. Ainsley mendengus pelan.
"Aku lelah. Tidak ada waktu meladenimu,"
Ainsley sudah siap-siap menutupi seluruh badannya dengan selimut namun Austin cepat-cepat menghentikannya. Kini lelaki itu sudah berada di atas tubuh gadis itu. Menindih tubuh mungilnya. Tangan Austin bahkan tidak diam saja.
Tangan pria itu mulai bergerak ke seluruh permukaan wajah Ainsley hingga rasa gugup Ainsley makin menjadi. Ia berusaha mendorong tubuh Austin menjauh namun tenaganya yang amat kecil kalah jauh dari pria berbadan tinggi besar dan berotot seperti Austin.
"A..Austin ..." Ainsley merasa geli ketika Austin mulai menciumi telinganya dan turun ke leher gadis itu. Tak lupa memberikan tanda pemilikannya di sana.
Austin menghentikan kegiatannya sebentar. Ia menatap istrinya dengan penuh minat.
"Kau tidak bisa menolaknya. Kau sudah membuat keputusan untuk menjadi istriku bukan? Dan kau juga tahu tugas seorang istri adalah memberikan kepuasan kepada suaminya," gumam Austin terus menatap Ainsley.
Gadis itu terdiam. Memang benar dia yang mengambil keputusan menyetujui pernikahan ini. Tapi memangnya tidak bisa di tahan dulu. Kan dia belum siap.
"T..tapi aku belum siap," balas Ainsley menggigit bibirnya lirih.
Austin menatap gadis itu lama. Sejenak ada rasa iba dihatinya. Tapi ia tidak bisa memungkiri hasratnya yang sudah bangkit. Apalagi melihat Ainsley yang memainkan bibirnya seperti itu. Pria itu makin tidak tahan untuk mencicipinya. Rasanya pasti enak seperti waktu itu. Ketika pertama kali ia mencium gadis itu.
Tanpa sadar kepala Austin sudah turun dan bibirnya sudah menempel di bibir Ainsley. Awalnya hanya menempel saja, tapi lama-lama ia mulai membuat gerakan. Berawal dari gigitan-gigitan kecil berkembang menjadi ciuman panas dan basah yang membangkitkan gairah. Ainsley sampai kesusahan bernafas akibat ******* Austin yang bertubi-tubi. Berapa kali pun ia memukul-mukul pria itu, Austin tetap tidak dengar. Pikirannya sudah dipenuhi dengan napsu. Mulutnya makin turun ke bawah bahkan.
"Mmphh.." Ainsley melenguh.
"Ahh, apa yang kau lakukan?!" pekik Ainsley kuat ketika merasakan gigitan yang menyengat di bagian *********** yang menonjol. Ia baru sadar ternyata dirinya tidak memakai bra dan Austin baru saja mengecup putingnya yang tersembunyi di balik pakaian tidurnya.
Ini pertama kalinya Ainsley merasakan keanehan yang tidak bisa ia jelaskan. Ia tidak tahu kenapa.
"Kau suka?" gumam Austin parau. Wajah Ainsley memerah. Semuanya terjadi terlalu tiba-tiba. Ia sampai-sampai tidak bisa berkata-kata lagi.
"Ainsley, aku pikir aku tidak bisa menahan diri sampai kau siap," tambahnya. Ainsley berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Tidak. Ia tidak boleh lengah sesaat. Dirinya sudah sangat lelah, di tambah lagi hati dan mentalnya betul-betul belum siap.
"Kalau kau berani melangkah lebih jauh malam ini, aku berjanji akan merontokkan semua rambutmu itu," ancam Ainsley. Austin tertawa. Bisa-bisanya ia di ancam, biasanya juga dirinya yang mengancam. Ancaman gadis itu pun bahkan kedengaran konyol di telinganya. Meski begitu, Austin akhirnya memutuskan tidak melanjutkan dulu untuk menyentuh gadis itu malam ini.
Bukan berarti lelaki itu takut pada ancaman Ainsley. Ia hanya tidak mau memaksa sementara gadis itu mati-matian bilang belum siap. Austin memang suka memaksa dan menakut-nakuti, tapi dibalik itu, ia adalah tipe lelaki yang kadang bisa menjadi tidak tegaan. Apalagi kalau yang memohon adalah Ainsley.
Gadis yang ia yakini akan menjadi seseorang yang penting dalam hidupnya. Ia memang belum bisa mengakui sudah jatuh cinta atau belum pada Ainsley. Tapi yang pasti, dirinya akan mencoba menjadi suami yang baik dan perhatian buat gadis itu.
"Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi. Tidurlah," ucap Austin akhirnya. Berat baginya, tapi mau bagaimana lagi. Ia harus menahan diri.
Ainsley bernafas lega. Sesaat kemudian ia cepat-cepat menutup matanya sampai ketiduran. Austin ikut tidur setelahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Edah J
Sabar ya Austin semua akan berasa sangat indah bentar lagi yaa😉
2024-09-17
0
Dewi Soraya
kasian bnr austin.ainsley kejem jd cwek bkn istri berbakti itu mah
2024-03-29
1
Rita
Bener bang jgn dipaksa ntar g enak endingy
2023-03-28
0