Atep POV
“Tep, gimana skripsi kamu?”
Teh Iyah menanyakan kabar tentang skripsiku ketika aku berkunjung ke rumah barunya.
“Ya gitu lah, Teh. Banyak revisi dimana-mana. Dosen pembimbingnya agak susah ditemui dan super galak.”
“Dia mempersulit kamu?
“Gak juga sih. Hanya saja Atep sering kesal saja sama dosen pembimbing yang ini. Dia dosen pembimbing yang menggantikan dosen pembimbing sebelumnya yang lagi cuti melahirkan."
"Biasa lah dosen pembimbing seperti itu. Mereka sering sulit ditemui karena sibuk, bisa memang benar-benar sibuk atau bilang sibuk karena sedang tidak ingin diganggu sama mahasiswa bimbingan."
"Mungkin begitu, Teh. Atep hanya kesal saja sama dia"
“Memangnya kesal kenapa? Dia mempersulit kamu?”
“Gak mempersulit tapi omongannya selalu tidak mengenakkan."
“Tidak mengenakkan bagaimana?” tanya Teh Iyah.
“Suka nuduh yang macam-macam gitu, Teh. Dia sering menuduh tanpa bukti. Suka sekali marah-marah tidak jelas. Atep sering dibuat bingung sama dia.”
“Tinggal kamu klarifikasi saja kalau apa yang dia tuduhkan itu tidak benar.”
“Susah, Teh. Orangnya sombong dan suka seenaknya. Kalau dia bukan dosen pembimbing dan seorang perempuan, udah aku habisin tuh perempuan sombong seperti dia.”
“Oh dia perempuan. Yaa, kamu harus maklumin juga atuh, Tep. Kadang kan kalau perempuan itu ada masanya suka bad mood. Jadi mungkin dia lagi bad mood pas ketemu sama kamu.”
“Masa bad mood nya tiap waktu? Atep juga paham kalau tiap satu bulan sekali ada kalanya perempuan dalam masa bad mood. Tapi ini sih tiap ketemu selalu marah-marah tidak jelas. Masa bad mood setiap bertemu.”
“Masih muda?”
“Apa, Teh?”
“Dia masih muda?” Teh Iyah mengulang pertanyaannya.
“Sepertinya usia dia belum lebih dari 30 tahun. Mungkin satu atau dua tahun lebih tua dari Atep. Atep juga tidak tahu banyak tentang dosen itu.
“Mungkin dia naksir sama kamu,” ucap Teh Iyah mengejutkanku.
“Ih amit-amit deh kalau ditaksir sama dosen nyebelin seperti dia.”
Hati-hati loh Tep, nanti kemakan sama omongan sendiri.”
“Jangan sampai deh, Teh. Mana ada laki-laki normal yang suka sama dia. Iiih jauh-jauh deh dari perempuan model begitu.”
“Kan kita tidak pernah tahu siapa jodoh kita. Teteh saja yang tiap saat minta jodoh yang baik eh malah dapetin jodoh macam ayahnya Aras dan Aris yang nyebelin. Kita tidak bisa memilih jodoh kita, sudah ditentukan dari sananya tapi kita bisa mendapatkan jodoh yang kita inginkan.”
"Bagaimana caranya kita mendapatkan jodoh yang kita inginkan sedangkan kita tidak bisa memilih jodoh kita?"
"Kalau kita ingin jodoh kita orang yang baik, maka kita harus jadi orang baik. Laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik, perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik. Sebaliknya laki-laki yang jahat untuk perempuan yang jahat dan perempuan yang jahat untuk laki-laki yang jahat," jelas Teh Iyah
"Teteh yang baik mendapatkan jodoh ayahnya Aras dan Aris yang tidak baik. Bagaimana itu teorinya?"
"Itu berarti Teteh belum menjadi perempuan yang benar-benar baik di mata Allah."
"Bagi Atep, Teteh adalah perempuan yang terbaik di dunia. Teteh gak pernah berbuat jahat. Makanya Atep heran Teteh berjodoh sama ayahnya Aras dan Aris.
"Don't judge the book from its cover, Tep. Di mata kamu ayahnya Aras dan Aris itu orang jahat tapi di mata keluarganya, dia adalah orang yang baik. Di mata Teteh pun dia orang yang baik. Dia pernah berbuat kesalahan tapi dia mau mengakui kesalahannya dan berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik. Mantan oran jahat lebih baik daripada mantan orang baik, kan?"
“Iya, Teh. Teteh cinta banget sama ayahnya Aras dan Aris, ya?”
“Hm...” Teh Iyah tersipu malu ketika menyatakan bahwa ia mencintai suaminya.
“Sekarang suami Teteh sudah tidak menyebalkan lagi, kan?” tanyaku lagi.
“Iya. Teteh sudah bilang kan kalau dia mau berubah. Sekarang dia sayang banget sama Teteh. Dia mau ngikutin apa maunya Teteh termasuk tinggal di Bandung. Teteh juga gak pernah menyangka kalau A Endra berubah seperti ini.”
“Alhamdulillah kalau begitu. Atep mah bahagia kalau Teteh juga bahagia. Tapi kalau suami Teteh berani menyakiti Teteh lagi, dia harus berhadapan sama Atep.”
“Makasih banget ya, Tep. Makasih udah menemani dan bantuin Teteh selama ini. Teteh gak tau bakal gimana kalau gak ada kamu.”
“Atep mah apa sih yang enggak buat Teteh. Keluarga Teteh sudah banyak sekali bantu keluarganya Atep.”
“Teteh pasti berdoa yang terbaik buat kamu. Semoga cepat selesai skripsinya terus cepat deh lamar anak gadis orang.”
“Masih jauh lah Teh.”
Ah, sepertinya sudah tidak ada kesempatan untukku mendapatkan cinta Teh Iyah. Namun aku bahagia jika Teh Iyah bahagia. Biarkan saja aku menyimpan rasa cintaku pada Teh Iyah sampai mati. Posisi Teh Iyah tidak akan tergantikan di hatiku. Kusimpan nama Teh Iyah di tempat teraman di pojok hatiku, tempat yang paling istimewa.
“Teteh pasti bahagia, kan?” tanyaku.
“Eh?…..”
“Teteh bahagia sudah berkumpul bersama dengan suami teteh lagi?”
“Bahagia banget, Tep. Teteh gak pernah menyangka kalau Teteh akan berkumpul lagi sama suami Teteh. Teteh gak menyangka kalau Teteh begitu mencintai suami Teteh. Rasa-rasanya sekarang Teteh semakin mencintainya.”
“Cinta memang buta seperti itu ya, Teh?”
“Hm….”
“Dia yang sudah meyakiti Teteh sedemikian rupa tapi Teteh masih memaafkan dan malah semakin mencintainya,” kataku lirih
“Love is blind. Sepertinya memang tepat sekali ungkapan itu. Mungkin kamu menganggap Teteh bodoh karena mau menerima dan memaafkan laki-laki yang telah menyakiti Teteh. Tapi rasa cinta bisa mengalahkan semua itu.”
“Cinta itu bisa bikin kita bodoh gitu ya, Teh?”
“Nanti juga kamu akan merasakannya ketika kamu jatuh cinta. Cinta itu tidak masuk logika. Orang lain mungkin akan menganggap kita bodoh dan tidak memakai akal sehat tapi kita yang merasakan cinta. Kita yang merasakan apakah kita bahagia atau tidak. Teteh yang merasakan kebahagian bersama A Endra, maka Teteh akan tulikan telinga dari omongan orang-orang.”
“Tapi Atep tidak mau jadi manusia bodoh karena cinta. Gak masuk logika kalau kita jadi orang bodoh karena cinta.”
“Ah itu karena kamu belum pernah jatuh cinta, Tep.”
“Kalau jatuh cinta bisa buat kita bodoh, sepertinya Atep tidak akan mau jatuh cinta.”
“Kita tidak bisa menolak ketika kita jatuh cinta, Tep. Kita juga gak bisa milih dengan siapa kita jatuh cinta. Kalau jantung udah berdetak gak karuan, semua logika bakalan ambyar. Teteh beruntung dikelilingi oleh orang-orang yang mencintai dan memahami Teteh sehingga tidak menghakimi ketika Teteh memutuskan untuk bersama lagi dengan A Endra. Ada banyak perempuan yang tidak mendapatkan dukungan seperti yang Teteh dapatkan. Itulah mengapa banyak perempuan yang terengut kebahagiannya hanya karena mendengarkan omongan orang lain. Bagi Teteh, apa yang Teteh rasakan, itu yang akan Teteh jalani, termasuk memutuskan untuk bersama lagi dengan ayahnya Aras dan Aris.”
Aku bergidik mendengar perkataan teh Iyah.
“Teteh berdoa kamu jatuh cinta sama dosen kamu, Tep.”
Aku semakin bergidik mendengar ucapan doa Teh Iyah.
Tawa Teh Iyah terdengar merdu di telingaku. Sepertinya cinta memang membuat kita jadi bodoh. Bodohnya aku mencintai perempuan yang sudah memiliki suami dan anak dan perempuan yang aku cintai itu sangat mencintai suaminya. Teh Iyah benar, cinta itu memang membuat manusia menjadi bodoh.
***********
to be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments