8. Emosi

Alena POV

“Bu… Bu… Bu Alena…”

Aku terperanjat mendengar suaranya yang memanggil-manggil dan merasakan tangannya menggoyang-goyangkan lenganku. Tangannya yang besar dengan urat-urat yang menyembul menyentuh tanganku.

Aku tersentak dan menepis tangannya.

“Ngapain kamu pegang-pegang?” hardikku.

“Ngelamunin apa sih pagi-pagi begini, Bu? Lagi ngelamunin saya, ya?” tanyanya dengan suara yang terdengar seksi.

Astagfirullah… Ada apa sih dengan otak dan jantung ini? Kenapa pagi ini mereka tidak bekerja dengan normal? Apakah aku salah makan atau kena virus berbahaya sampai-sampai kerja mereka jadi tidak normal?

“Jangan kurang ajar kamu!” sentakku.

“Siapa yang kurang ajar, Bu? Saya cuma khawatir saja kalau saya gagal bimbingan hari ini. Kalau memang pagi ini nyawa Ibu belum ngumpul, kita reschedule saja jadwal bimbingannya,” usulnya tidak sopan sekali.

“Kamu pikir saya punya banyak waktu luang, hah? Untuk minggu ini sudah saya atur jadwal bimbingan. Kamu jangan seenaknya mengatur sendiri kapan kamu mau bimbingan,” tukasku kesal.

“Eeh si Ibu mah ngegas saja. Saya kan cuma usul. Lagian dari tadi wajah ibu terlihat pucat. Dari tadi saya panggil-panggil, Ibu tidak menyahut. Sepertinya Ibu sakit.”

“Siapa yang bilang saya sakit? Kalau saya sakit saya tidak akan memberikan jadwal bimbingan hari ini. Cepat laporkan progress skripsi kamu!” bentakku kesal.

“Dasar perempuan,” desisnya pelan tapi masih terdengar olehku.

“Maksud kamu apa? Kamu meremehkan perempuan? Kamu tidak mau dibimbing oleh dosen perempuan, hah?”

Aku semakin kesal dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya.  Yaa Allah, kenapa sih bibir itu terlihat seksi. Fix, otakku butuh direparasi.

Dia terdiam mendengar omelanku. Sungguh aku sangat tidak suka kalau kaumku dihina dan diremehkan. Sekarang ini masih banyak orang-orang yang meremehkan kemampuan kaum perempuan. Sebagai contohnya jika ada insiden di jalan raya yang melibatkan pengendara perempuan, aku sering mendengar beberapa pengendara lain mengatakan, 'pantas nabrak karena yang bawa mobil perempuan' atau kalimat-kalimat lain yang sangat mendiskriditkan kaum hawa. Sepertinya kalimat yang sederhana tapi kalimat itu benar-benar menghina dan meremehkan perempuan.

“Sudah marah-marahnya, Bu? Saya mau laporkan progress skripsi saya.” Si gondrong menyebalkan itu tidak mengindahkan omelanku. Dasar menyebalkan.

Aku mendengus tidak memberikan jawaban apapun.

Dia mulai melaporkan progres skripsinya. Bahasanya runut dan jelas sehingga mudah untuk memahami apa yang dia sampaikan.

“Jadi saya sudah bisa mulai penelitiannya, Bu?” tanyanya.

Sebenarnya aku ingin mempersulit dia. Aku tidak ingin dia mengerjakan penelitiannya dengan mudah. Egoku menginginkan agar ia menderita dalam proses penyusunan skripsinya.

“Sudah kamu konsultasikan ke pembimbing satu?” tanyaku.

“Prof. Dinn sudah menyetujuinya, Bu.”

“Silahkan kalau memang pembimbing satu juga sudah memberikan acc. Saya minta satu minggu dari sekarang kamu menghadap saya lagi.”

“Baik Bu, saya akan mengusahakannya.”

“Jangan hanya bilang akan mengusahakannya, tapi kamu memang harus mengusahakannya.”

“Hehehe… Iya, Bu.” Kekehannya membuatku kesal.

Ada keheningan sesaat sebelum dia menanyakan sesuatu padaku.

Boleh saya bertanya, Bu?”

“Apa?” tanyaku dengan sedikit membentak.

”Wuih, galak banget sih, Bu.”

Aku mendelikkan mata karena kesal.

“Apa yang mau kamu tanyakan. Tidak usah basa-basi.”

“Kalau pembimbing dua hanya mengiyakan apa yang diputuskan oleh pembimbing satu, apa gunanya ada pembimbing dua, Bu? Menurut saya sih itu hanya pemborosan dana dan waktu.”

“Kamuuuu….!” jeritku kesal.

“Wah, mengaum lagi,” ucapnya santai.

Aku menghirup oksigen banyak-banyak dan menggeluarkan karbondiaksoda dari dalam paru-paruku. Sabar…sabar Lena. Aku mengucapkan kata-kata sabar itu dalam hatiku.

“Tugas kami sebagai dosen pembimbing adalah membantu mahasiswa untuk menyelesaikan skripsinya. Saya sebagai dosen pembimbing 2 tentu saja bertugas untuk membantu kalian. Memang ada beberapa kampus yang hanya memberikan satu orang dosen pembimbing saja tapi kampus dan jurusan kita memutuskan untuk memberikan dua orang dosen pembimbing. Harusnya kamu bersyukur mendapatkan dua orang dosen, jadi kamu bisa mendapatkan referensi yang lebih.”

“Ooooh…,” gumamnya.

“Kenapa kamu begitu? Kamu tidak mau saya bimbing? Kamu tidak mau dibimbing sama dosen perempuan, hah?” Aku masih kesal dengan omongannya tadi.

“Saya tidak pernah berkata seperti itu. Perkataan saya yang mana yang menyatakan bahwa saya tidak mau dibimbing sama Ibu?”

Aku terdiam karena memang tidak bisa menjawab pertanyaannya.

“Kenapa diam? Tidak bisa menjawab, kan?”

Aku semakin kesal mendengar perkataannya.

“Ada lagi yang mau disampaikan? Jika tidak silahkan keluar dari ruangan saya. Ada mahasiswa lain yang akan bimbingan dengan saya,” ketusku.

“Jangan galak-galak, Bu. Kalau galak seperti ini, Ibu jadi terlihat tambah cantik. Nanti saya suka sama Ibu.”

“Ngomong apa kamu?” Aku hampir berteriak karena terkejut dengan apa yang dikatakannya.

“Ibu cantik kalau lagi marah-marah seperti itu,” ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.

“Keluar kamu!” teriakku sambil melemparkan buku yang tebal ke arahnya dan sialnya dia menangkap buku yang aku lemparkan dengan tangan kanannya.

“Jangan lempar-lempar buku, Bu. Untung saja tidak kena muka saya. Kalau kena muka saya yang tampan, memangnya Ibu mau tanggung jawab?”

“Tanggung jawab apa maksud kamu?”

“Kalau muka saya jelek dan tidak ada yang mau menikahi saya, Ibu harus mau menikahi saya.”

“Keluaaaaar!!” teriakku kesal.

Aku semakin kesal mendengar suara tawanya di balik pintu.

“Dasar manusia gondrong nyebelin.” Untuk meluapkan kekesalanku, aku menusuk-nusukkan ujung pulpen ke atas meja sampai pulpennya patah.

Dan terima kasih kepada si gondrong nyebelin itu yang sudah merusak suasana hati hingga aku membatalkan sisa jadwal bimbingan hari ini dan harus menjadwal ulang.

Untuk mengembalikan suasana hati agar kembali baik, aku memutuskan untuk pergi ke tempat di mana aku bisa meluapkan emosi.

Boxing gym, tempat untuk meluapkan kekesalanku. Dimana aku bisa meluapkan emosi dengan leluasa. Aku memang rutin latihan boxing di Boxing Gym tiap akhir pekan dan khusus untuk hari ini aku datang di hari kerja dan masih terhitung pagi juga.

“Ngapain pagi-pagi ke sini, Non?” sapa Coach Juan.

“Lagi bete,” aku melempar tas dan mendudukkan diri di pinggir ring tinju memperhatikan Juan yang sedang melakukan pemanasan.

“Bete kenapa?”

“Pengen nonjok muka orang nyebelin.”

“Siapa?”

“Gak usah banyak tanya. Jadi samsak gue!” jawabku ketus.

“Siapa takut. Sana ganti kostum!”

Aku beranjak ke tempat ganti. Beruntung ada baju pakaian ganti yang aku simpan di lokerku.

Setelah melakukan pemanasan, aku langsung naik ke atas ring dan langsung menendang dan memukul target yang dipegang Juan. Tidak kurang dari 30 menit aku menendang dan memukul target hingga aku benar-benar kehabisan tenaga.

“Sudah tidak kesal?” tanya Juan.

“Hmmm…” Aku hanya menjawab dengan gumaman.

“Kesal sama siapa sih?” tanya Juan

“Kepo,” sahutku.

“Sialan.”

Aku tertawa mendengar kekesalan Juan.

“Syukur deh sudah bisa ketawa lagi.”

Ah, Juan. Seorang pria yang mungkin sempurna di mata para perempuan. Tampan dengan mata sedikit sipit, hidung mancung dan rahang yang tegas. Bentuk tubuhnya sempurna bak model runaway. Usianya sudah matang dan marriageable, 33 tahun dengan isi dompet yang sudah tidak usah diragukan hasil dari restoran dan cafe yang dimilikinya. Boxing Gym yang dimilikinya ini hanya untuk menyalurkan minatnya saja pada olahraga tinju.

Juan adalah anak dari teman abah. Juan juga adik kelas kakakku ketika dia mengambil Master di luar negeri. Walaupun tidak satu jurusan, jika ada mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di negara orang, mereka akan merasa lebih memiliki ikatan persaudaraan. Setelah Juan lulus kuliah, dia langsung mengembangkan usahanya sehingga berkembang dengan cepat.

Aku menyadari bahwa Juan memiliki perasaan yang lebih padaku. Walaupun aku termasuk perempuan yang kurang peka, tapi untuk masalah Juan, aku bisa merasakan apa yang Juan rasakan padaku. Bukannya terlalu percaya diri, 2 tahun lalu setelah aku pulang menyelesaikan kuliah masterku di luar, Juan menyatakan perasaan sukanya dan saat itu aku tidak menjawabnya dengan jawaban yang dia inginkan. Jujur saja, saat itu aku merasa kalau aku baru lulus kuliah dan masih banyak hal-hal yang aku ingin capai. Saat ini pun aku masih ingin mengembangkan karirku.

Usiaku masih 28 tahun dan masih banyak hal yang ingin aku raih sebelum menikah. Aku tidak ingin berpacaran. Aku berprinsip tidak ada yang namanya pacaran dalam hidupku. Jika ada laki-laki baik yang memang berniat untuk meminangku, maka aku akan menerimanya, tapi nanti ketika aku sudah berhasil dengan apa yang yang aku targetkan sebelum menikah. Hehehe…

Aku beruntung karena hubungan pertemananku dengan Juan tidak menjadi rusak karena aku telah menolaknya. Dia benar-benar laki-laki yang baik dan aku berharap dia akan mendapatkan perempuan baik yang akan menjadi pasangan hidupnya, tapi perempuan itu bukan aku. Untuk saat ini, aku benar-benar menganggap dia sebagai teman saja, tidak lebih.

*******

to be continued....

Episodes
1 1. Prolog
2 2. Namaku Alena
3 3. Pertemuan Pertama
4 4. Lelaki Bernama Atep
5 5. Menyebalkan
6 6. Heboh
7 7. Bimbingan
8 8. Emosi
9 9. Musibah
10 10. Emosi Lagi
11 11. Protes
12 12. Bersyukur
13 13. Sebuah Tawaran
14 14. Love is Blind
15 15. Membantu
16 16. Jadi Om
17 17. Promosi
18 18. Jodoh
19 19. Masih tentang Jodoh
20 20. Sakit
21 21. Mengantar
22 22. Membantu
23 23. Masih Sakit
24 24. Makan Berdua
25 25. Makan Bersama Lagi
26 26. Bermalam
27 27. Keluarga
28 28. Bertemu Lagi
29 29. Lulus
30 30. Rasa yang Hadir
31 31. Orang yang Sama
32 32. Banyak Dukungan
33 33. Undangan Makan
34 34. Cafe
35 35. Resah
36 36. Kencan?
37 37. Menyerah
38 38. Gelisah
39 39. Kakak Adik
40 40. Kumpul Keluarga
41 41. Kabar Bahagia
42 42. Berdebar
43 43. Akhirnya
44 44. Kita Jalani
45 45. Devil
46 46. Latihan
47 47. Kenal
48 48. Cerita
49 49. Pengakuan
50 50. Aaaargh...
51 51. Di Taman Kompek
52 52. Latihan Jadi Orangtua
53 53. Bermain Bersama
54 54. Bergandengan Tangan
55 55. Genggaman Tangan
56 56. Mengejar Cinta
57 57. Ungkapan Cinta
58 58. Mimpi Indah
59 59. Sweet Devil
60 60. Siap
61 61. Datang?
62 62. Perempuan Lain
63 63. Dia Cintaku
64 64. Dia Cintaku 2
65 65. Kamu Suka Aku?
66 66. Suka Atau Tidak Suka?
67 67. Satu Bulan
68 68. Yakin
69 69. Cinta Pandangan Pertama
70 70. Alena dan Sadiyah
71 71. Kejutan
72 72. Ciuman Pertama?
73 73. Lemparan Vas
74 74. Kembar
75 75. Hilang
76 76. Diculik?
77 77. Melapor
78 78. Mengurus Bayi
79 79. Keyakinan
80 80. Menunda
81 81. Berdamai dengan Kesedihan
82 82. Membantu
83 83. Berdebat
Episodes

Updated 83 Episodes

1
1. Prolog
2
2. Namaku Alena
3
3. Pertemuan Pertama
4
4. Lelaki Bernama Atep
5
5. Menyebalkan
6
6. Heboh
7
7. Bimbingan
8
8. Emosi
9
9. Musibah
10
10. Emosi Lagi
11
11. Protes
12
12. Bersyukur
13
13. Sebuah Tawaran
14
14. Love is Blind
15
15. Membantu
16
16. Jadi Om
17
17. Promosi
18
18. Jodoh
19
19. Masih tentang Jodoh
20
20. Sakit
21
21. Mengantar
22
22. Membantu
23
23. Masih Sakit
24
24. Makan Berdua
25
25. Makan Bersama Lagi
26
26. Bermalam
27
27. Keluarga
28
28. Bertemu Lagi
29
29. Lulus
30
30. Rasa yang Hadir
31
31. Orang yang Sama
32
32. Banyak Dukungan
33
33. Undangan Makan
34
34. Cafe
35
35. Resah
36
36. Kencan?
37
37. Menyerah
38
38. Gelisah
39
39. Kakak Adik
40
40. Kumpul Keluarga
41
41. Kabar Bahagia
42
42. Berdebar
43
43. Akhirnya
44
44. Kita Jalani
45
45. Devil
46
46. Latihan
47
47. Kenal
48
48. Cerita
49
49. Pengakuan
50
50. Aaaargh...
51
51. Di Taman Kompek
52
52. Latihan Jadi Orangtua
53
53. Bermain Bersama
54
54. Bergandengan Tangan
55
55. Genggaman Tangan
56
56. Mengejar Cinta
57
57. Ungkapan Cinta
58
58. Mimpi Indah
59
59. Sweet Devil
60
60. Siap
61
61. Datang?
62
62. Perempuan Lain
63
63. Dia Cintaku
64
64. Dia Cintaku 2
65
65. Kamu Suka Aku?
66
66. Suka Atau Tidak Suka?
67
67. Satu Bulan
68
68. Yakin
69
69. Cinta Pandangan Pertama
70
70. Alena dan Sadiyah
71
71. Kejutan
72
72. Ciuman Pertama?
73
73. Lemparan Vas
74
74. Kembar
75
75. Hilang
76
76. Diculik?
77
77. Melapor
78
78. Mengurus Bayi
79
79. Keyakinan
80
80. Menunda
81
81. Berdamai dengan Kesedihan
82
82. Membantu
83
83. Berdebat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!