Alena POV
Belum satu bulan mengajar di Universitas ini, aku sudah diamanahi untuk membimbing beberapa orang mahasiswa yang dibimbing oleh kolegaku, Bu Syafrina yang sedang cuti melahirkan. Ada total enam orang mahasiswa yang harus kubimbing. Hari ini aku meminta mereka berenam untuk menghadapku secara bersamaan, empat orang mahasiswi dan dua orang mahasiswa.
Untuk pertemuan pertama kami, aku meminta mereka untuk menemuiku sekaligus sebagai efisiensi waktu karena satu jam lagi aku harus menghadiri rapat dosen.
Aku memperhatikan satu orang mahasiswa dengan pakaian yang terlalu casual duduk di ujung paling kiri. Aku tidak terlalu suka dengan sikapnya yang terlalu cuek dan kurang sopan dilihat dari cara berpakaiannya. Dia memang terlihat sangat tampan dan keren dengan rambut gondrong, mata yang tajam setajam elang, garis hidung dan rahang yang tegas, bibir yang seksi dan pakaian casualnya. Andaikan dia bukan mahasiswa tingkat akhir yang sedang kubimbing mungkin saja aku akan sedikit terpesona pada tampilannya. Eh, kenapa aku memiliki pikiran seperti ini sih.
“Saya dosen pembimbing kalian, menggantikan Bu Syafrina yang sedang cuti melahirkan. Hari ini saya meminta kalian untuk melaporkan sejauh mana kalian sudah mengerjakan skripsi masing-masing. Saya hanya punya waktu 30 menit hari ini untuk kalian. Saya harap kalian bisa melaporkan progress skripsi kalian dengan efektif dan efisien pada saya. Silahkan siapa yang mau duluan untuk melaporkan progress skripsinya.”
“Ibu hanya memberi kami berenam waktu 30 menit untuk melaporkan progress skripsi kami. Bagaimana bisa kami melaporkannya hanya dalam waktu 5 menit saja untuk setiap orangnya?” protes mahasiswa gondrong itu. Aku belum tahu siapa namanya.
Aku menarik nafas dan menghembuskannya dengan perlahan. Aku tidak mau terpancing emosi karena perkataan mahasiswa yang tidak sopan itu. Kekagumanku padanya otomatis langsung menghilang tanpa bekas. Aku paling tidak suka dengan orang yang berkata tidak sopan, siapapun itu. Salah satu sifat burukku adalah jika diawal pertemuan aku sudah tidak menyukai seseorang maka akan sulit bagiku untuk menyukai orang tersebut dikemudian hari. Mahasiswa yang songong ini berhasil menjadikan dirinya termasuk ke dalam daftar manusia yang akan sulit ku sukai. Lupakan saja kekagumanku yang sesaat tadi.
“Ini pertemuan kita yang pertama. Saya hanya ingin mengetahui secara umum saja progress skripsi kalian agar saya bisa menjadwalkan dan merencanakan masa bimbingan kalian.” Aku berbicara lurus tanpa melihat ke arah mahasiswa gondrong yang menyebalkan itu.
“Seharusnya, kalau hari ini Ibu memang tidak memiliki waktu yang cukup untuk kami, Ibu bisa menjadwalkan di waktu yang lain,” ujar mahasiswa gondrong yang menyebalkan itu sekali lagi mengajukan protes.
Aku berusaha untuk tidak memedulikan perkataannya dan meminta kepada mahasiswa yang lain utnuk mulai melaporkan progress skripsi mereka satu persatu.
“Silahkan Adelia, kamu mulai laporkan progress kamu!” perintahku kepada mahasiswi yang bernama Adelia.
Si gondrong menyebalkan itu berdecih sinis karena aku tidak meladeninya.
Mahasiswi yang bernama Adelia itu mulai melaporkan progress skripsinya dan aku mendengarkan dengan serius.
Setelah Adelia selesai, aku menyebutkan nama mahasiswa lainnya yang tertera dalam catatanku. Satu persatu nama mahasiswa kupanggil dan melaporkan kemajuan skripsi mereka. Sejauh ini tidak ada protes dari mahasiswa lain dan interaksiku dengan mereka terjalin dengan baik hingga terakhir aku menyebutkan nama si gondrong menyebalkan itu.
“Atep Dananjaya!” Aku menyebutkan nama orang yang saat ini paling aku benci. Aku sadar seharusnya aku tidak boleh memiliki perasaan benci pada mahasiswaku yang akan berakibat negatif pada proses bimbingan nanti tapi aku tidak bisa untuk menyukai manusia yang ada di hadapanku ini. Dia duduk di ujung paling kiri dekat dengan pintu ruangan sehingga aku harus sedikit duduk menyerong untuk bisa berhadapan dengannya.
“Silahkan laporkan progress skripsi kamu!” perintahku dengan nada ketus.
“Tidak usah pakai nada ketus seperti itu juga, Bu.”
Aku menguatkan hatiku agar emosiku tidak meledak di hadapan para mahasiswa bimbingan yang lain.
“Waktu yang saya berikan tinggal 5 menit lagi. Silahkan jika kamu mau melaporkannya sekarang juga. Namun jika kamu tidak mau, tidak masalah bagi saya,” ucapku masih terdengar ketus.
“Gak usah ngegas kitu juga lah, Bu.”
“Kamu…”
“Iya, Bu…, ini saya mau laporkan.”
Aku menghela nafas dengan kasar. Sepertinya aku harus menambah stok sabar untuk menghadapi satu manusia songong ini.
Si gondrong yang menyebalkan itu mulai melaporkan progress skripsinya yang akan maju ke bab 3. Sejujurnya aku mulai mengagumi lagi si manusia songong ini andaikata rasa benciku belum sebesar gunung. Dia melaporkan dengan bahasa yang lugas dan jelas. Penjelasannya runut dan dalam sekali dengar saja aku sudah memahami apa yang ingin dia lakukan untuk penelitiannya.
Tapi sepertinya rasa benci yang ada di hatiku sekarang menutupi kelebihan yang si gondrong nyebelin itu miliki.
“Baiklah. Saya sudah sedikit memahami apa yang ingin kalian lakukan terhadap skripsi kalian. Pertemuan selanjutnya, akan saya infokan nanti. Terima kasih atas kehadiran kalian hari ini.”
Semua mahasiswa bimbinganku berterima kasih kepadaku sebelum meninggalkan ruanganku kecuali si gondrong yang menyebalkan itu. Dia langsung beranjak dari duduknya dan keluar dari ruanganku tanpa sepatah katapun. Aku bukanlah seorang yang gila akan rasa terima kasih, tapi menurutku etika seorang mahasiswa kepada dosen mereka yang telah meluangkan waktu untuk mereka adalah mengucapkan terima kasih. Aku juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah menghadiri pertemuan pertama.
“Dasar si gondrong nyebelin yang tidak punya etika. Dasar mahasiswa kurang akhlak,” rutukku dalam hati.
**********
to be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments