Alena POV
Namaku Alena Damayanti Nataprawira. Aku berprofesi sebagai seorang dosen di sebuah Universitas. Aku mengajar di fakultas ekonomi. Aku adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Walaupun lahir di keluarga yang tidak kekurangan baik materi maupun kasih sayang, tapi aku tidak pernah dimanjakan secara berlebihan oleh kedua orangtuaku.
Sejak kecil, aku sudah diajarkan mandiri. Aku menjadi seorang dosen pun karena benar-benar usahaku sendiri walaupun ibuku juga dulunya seorang dosen yang cukup berpengaruh dan memiliki kedudukan yang lumayan tinggi sebelum akhirnya memutuskan untuk pensiun dini.
Sebelum mengajar di Universitas ini, aku mengajar di kota yang sama dengan kedua orangtuaku tinggal. Tapi aku ingin mencari tantangan baru dan keluar dari zona nyamanku dengan memutuskan mengajar di Universitas di kota yang walaupun tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal orangtuaku tapi cukup untuk membuatku merasakan hidup mandiri dengan tinggal sendiri.
Aku pindah ke Universitas Negeri bergengsi di kota ini pun dengan usahaku sendiri. Aku tidak ingin ibuku ikut campur urusan karirku. Aku bersyukur ibuku adalah seorang ibu yang sangat pengertian dan membebaskan anak-anaknya untuk memilih dan menggapai mimpinya masing-masing.
Aku memiliki seorang kakak laki-laki. Kakakku adalah lelaki yang dingin dan sangat menyebalkan. Tapi walaupun dingin dan menyebalkan, aku sangat menyayanginya. Sekitar 6 tahun yang lalu, kakakku mengalami kejadian yang membuatnya sakit secara fisik dan juga psikis. Istrinya pergi meninggalkannya karena memang kelakuan kakakku yang minus dan menyebalkan. Aku merawatnya hingga satu bulan penuh dengan mengorbankan jadwal mengajarku. Aku lebih memilih untuk mengorbankan jadwal kelasku demi menjaga kakakku hingga membuat ibuku khawatir dengan nasibku yang masih menjadi asisten dosen saat itu.
Aku bersyukur setelah satu bulan, kakakku berhasil bertahan dan mulai menjalani hidupnya lagi walaupun terseok-seok. Aku kasihan padanya tapi semua penderitaan yang dia alami memang hasil dari perbuatan buruknya pada istrinya sendiri.
Bukannya sombong atau tinggi hati, selain berkarir bagus, parasku juga bisa aku banggakan. Walaupun tidak ada keturunan bule atau timur tengah, tapi kecantikanku bisa diadu dengan perempuan-perempuan yang berdarah campuran. Ayahku orang sunda asli sedangkan ibuku seorang wanita jawa tulen. Dengan perpaduan sunda dan jawa, wajahku tidak kalah dengan para wanita blasteran.
Kulitku cerah walaupun tidak secerah perempuan-perempuan dari negeri ginseng ataupun negeri matahari terbit. Hidungku, walaupun tidak semancung perempuan keturunan timur tengah tapi masih enak dipandang dan menurutku sih cukup cantik terpasang di wajahku. Mataku tidak sipit dan juga tidak besar, sedang-sedang saja. Bibirku juga tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis dan aku beruntung memiliki bibir yang tanpa memoles dengan lipstik pun sudah terlihat cerah.
Kesimpulannya, wajahku sangat enak dipandang. Itu sih menurutku dan juga menurut ibu dan abahku. Berbeda dengan kakakku yang selalu bilang kalau wajahku itu jelek. Namun aku yakin kakakku itu hanya senang menggodaku saja. Buktinya, dia sangat protektif terhadap diriku. Setiap ada lelaki yang hendak mendekatiku, dia akan pasang badan melindungi adik satu-satunya ini.
Oh ya, sejak dua tahun lalu, aku memutuskan untuk menutup auratku dengan memakai hijab walaupun belum terlihat syar’i. Kata ibuku sih pelan-pelan saja dalam menikmati proses hijrahnya dan aku pun setuju dengan apa yang ibuku katakan. Walaupun belum berhijab secara syar’i tapi aku tidak pernah memakai pakaian yang terlalu ketat ataupun tipis. Hampir semua baju yang aku pakai untuk keluar rumah longgar dan tidak tipis menerawang. Tapi aku masih memakai baju ketat, hot pants, tank top, ataupun jenis pakaian seksi lainnya sisa dari masa jahiliyahku ketika berada di rumah.
Saat ini aku sedang berbahagia karena mendapatkan kabar baik dari kakakku yang sudah menemukan kembali istrinya. Kami juga mendapatkan kejutan yang membagahagiakan. Kakakku memiliki anak kembar. Ternyata, enam tahun lalu, istri kakakku pergi dengan mengandung buah hati mereka. Kakakku tidak mengetahui kehamilan istrinya hingga ia bertemu dengan anak kembarnya tanpa sengaja. Masih ada satu rintangan yang harus dihadapi oleh kakakku, yaitu kakak iparku yang belum mau memaafkan kakakku.
Hari ini, aku mendapatkan kabar dari ibuku kalau kakakku membawa dua anaknya ke rumah kami. Aku langsung berangkat setelah kelas terakhirku. 3 jam lebih perjalanan yang melelahkan tidak menyurutkan semangatku untuk bertemu dengan dua keponakan kembarku.
Setelah sampai rumah, aku berteriak-teriak memanggil-manggil kakakku yang menyebalkan tapi beruntung itu.
“Aa… mana keponakan Lena yang lucu-lucu?” Aku teriak-teriak dari depan rumah hingga halaman belakang.
Aku tertegun melihat dua anak dengan wajah yang sangat mirip di hadapanku. Aku berlutut untuk menyamakan tinggi badanku dengan dua keponakanku. Air mataku sudah mulai berlinang.
“Ini beneran keponakan-keponakannya Tante?” Aku memeluk mereka dalam satu rengkuhan.
Mereka memandang pada ayah mereka seakan meminta penjelasan tentang diriku yang sekarang sedang memeluk mereka.
“Ini namanya Tante Lena. Tante Lena ini adiknya Ayah. Tante Lena bekerja sebagai dosen dan mengajar di Bandung.” Kakakku memberikan perkenalan singkat tentang diriku pada keponakan kembarku.
“Kalian namanya siapa saja?” tanyaku setelah menguraikan pelukan.
“Ini Aris,” jawab salah satu dari anak kembar itu sambil menujukkan telunjuk ke arah dadanya.
“Ini Aras,” anak kembar yang satunya juga melakukan hal yang sama seperti saudara kembarnya.
“Nama lengkap mereka siapa, A?” tanyaku pada kakakku.
“Aras nama lengkapnya Faras Kamandaka Nataprawira. Kalau Aris, Faris Kamandaka Nataprawira.” jawab kakakku.
“Teh Iyah males banget bikin nama ya A,” candaku karena memang kakak iparku itu hanya menambah nama depan saja pada kedua anaknya. Nama kakakku Kagendra Kamandaka Nataprawira. Tuh kan, kakak iparku itu hanya mengganti nama depan kakakku saja untuk menamai anak kembar mereka.
“Ini bagaimana cara membedakan kalian berdua?” tanyaku sambil sibuk menyusut air mata yang kembali deras mengalir di pipiku.
“Nanti juga kamu bakal bisa membedakannya, Len,” sahut Ibuku.
“Gimana caranya, Bu?”
“Aras lebih mirip sifatnya sama kakak kamu. Sedangkan Aris sifatnya lebih mirip Iyah.”
Aku ber oh ria walaupun aku sendiri belum paham dengan apa yang dikatakan oleh Ibuku.
“Tante beliin mainan lego buat kalian. Kalian suka tidak?”
Aku memberikan Faras dan Faris masing-masing 1 set lego.
“Makasih, Tante…” Faris langsung menghambur memelukku dan mencium pipi kiri dan kananku.
Aku juga memberikan 1 set lego pada Faras.
“Makasih,” ucap Faras singkat.
Aku menatap lekat wajah Faras dan melihat tatapan Faras yang sangat mirip dengan tatapan kakakku.
“Sama-sama, Aras… kamu pasti Aras kan?”
Faras menganggukkan kepalanya.
“Dan kamu Aris….”
Faris tersenyum sangat manis dan menatapku dengan tatapan hangatnya.
“Tuh kan, Len. Dalam waktu yang singkat kamu sudah bisa membedakan Aras dan Aris,” ujar Ibuku takjub.
“Aras mirip banget sama Aa, Bu. Tatapan mata Aras itu loh bikin Lena merinding. Mirip banget sama Aa.”
“Jutek dan galaknya juga mirip banget sama Aa kamu,” tambah Ibu.
“Serius, Bu? Kok bisa ya mirip banget gitu?” heranku
“Ya bisalah. Aa kan ayah mereka.” Kakakku yang kesal mendengar perkataanku langsung menjitak kepalaku.
“Aww…sakit A.” protesku.
*************
to be continued.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments