Alena POV
“Siapa yang bilang kalau Lena sudah tidak peduli lagi sama Aa?” ujarku marah. Aku berdiri tegak di pintu kamar rawat inap tempat kakakku dirawat lebih dari satu minggu ini sambil menatap tajam kakakku yang terbaring di ranjangnya.
“Eh, ada adik Aa yang manis.”
“Tidak usah bilang-bilang manis. Apa maksudnya tadi Aa bilang begitu?” semprotku kesal.
“Bilang apa?” tanya A Endra pura-pura tidak paham.
“Tadi itu Aa bilang karena karir, Lena jadi tidak peduli lagi sama Aa,” bentakku tidak terima.
“Jangan marah-marah sama pasien,” rajuk A Endra dengan muka memelasnya.
“Pasien lebay.” Aku berdecih.
“Kenapa anak Ibu yang manis ini marah-marah sih?” tanya ibu sambil mengelus puncak kepalaku dengan sayang. Sejak aku mendapatkan pekerjaan mengajar di kampus beda kota, ibu jadi jarang bertemu dengan anak gadis satu-satunya ini.
“Lena sedang kesal Bu,” ungkapku kesal.
“Kesal kenapa?”
“Hari ini Lena kesal sama dua orang. Orang pertama adalah Aa. Lena kesal sama Aa yang ngatain Lena adik durhaka. Yang kedua adalah mahasiswa yang dibimbing sama Lena. Orangnya songong banget. Diberi nasihat malah marah-marah. Kan nyebelin dan bikin mood Lena jadi berantakan. Akibatnya Aa jadi kena omel Lena juga kan,” aduku pada Ibu.
“Sebagai dosen pembimbing, kamu harus sabar. Karakter mahasiswa kan beda-beda. Kamu harus punya stok sabar lebih,” nasihat Ibu.
“Biasanya juga dosen yang bikin mahasiswa sebal kan? Ini sih terbalik, mahasiswa yang bikin dosen mangkel.” Aku masih bersungut-sungut meluapkan kekesalanku.
“Mahasiswanya perempuan atau laki-laki? Kalau perempuan mungkin dia iri sama kecantikan dosen pembimbingnya.” Pertanyaan ibu semakin membuatku kesal.
“Mahasiswanya laki-laki, Bu. Heran deh, laki-laki kok kelakuannya itu persis banget sama perempuan yang hobinya nyinyir sama orang. Aku ini bukan hanya seorang perempuan tapi juga dosen pembimbing dia. Masa tidak ada hormat-hormatnya sih sama dosennya.” Aku masih belum puas mengomel mencurahkan kekesalanku.
“Mungin dia naksir sama kamu, jadinya dia cari perhatian ke kamu,” ujar A Endra yang sejak tadi hanya mendengarkan curhatanku pada ibu tetapi sekalinya membuat pernyataan bikin kesal.
“Naksir apaan? kaya kulkas gitu. Aku juga heran orang kaya kulkas gitu tapi banyak cewek-cewek yang suka sama dia. Apa bagusnya coba dia? Dasar... sok kegantengan.”
“Eeeh jangan salah loh, cewek-cewek sekarang tuh sukanya cowok yang dingin kaya kulkas. Tuh contohnya kakak ipar kamu yang cinta mati sama Aa.”
“Cinta mati apaan? Yang ada tuh Aa yang cinta mati sama Teh Iyah sampai sakit dan dirawat gara-gara dulu ditinggalin.” Aku menjulurkan lidah mengejek kakakku.
“Tapi sekarang Iyah sudah balik lagi sama Aa,” balas kakakku.
“Ah itu juga karena Aa terluka sampai hampir mati. Kalau gak begini juga mana mau teh Iyah maafin Aa.”
“Eh… sembarangan kalau ngomong ya.” A Endra melemparkan bantal tepat mengenai wajahku.
“Ibuuu… Aa jahaat!” teriakku tidak terima karena dilempar bantal tepat di wajah.
Aku sudah mau balas melempar bantal ke arah kakakku tapi segera ditahan oleh ibu.
“Lena, jangan dilempar! Ibu khawatir lemparan kamu tidak tepat sasaran malah mengenai lukanya.”
“Weeee….” A Endra menjulurkan lidahnya mengejekku.
“Ya Ampun, kalian itu sudah dewasa bukan anak kecil tapi berantemnya kayak anak TK. Kalau mau balas, cubit saja lengannya yang tidak luka. Gih sana!” Ibu menyuruhku untuk mencubit lengan kakakku sambil terkikik.
Dengan segera aku beranjak dari tempat duduk lalu meletakkan bantal ke bawah kepala kakakku. Setelah membetulkan posisi bantal A Endra, aku langsung mencubit lengannya dengan keras.
“Awwww….sakit Lena!” teriak kakakku.
“Makanya jadi orang itu jangan nyebelin. Harus dirubah tuh sikap nyebelinnya. Jangan sampai ditinggal lagi sama istri.” Aku tertawa terbahak-bahak setelah memberikan ejekan dan cubitan pada A Endra.
“Kamu tuh kenapa sih bicara hal yang negatif terus tentang Aa dan Iyah. Kamu tidak suka kalau Aa dan Iyah sudah bersama lagi?” protes kakakku karena kesal dengan ejekanku.
“Bukannya tidak senang. Lena cuma mengingatkan Aa supaya jangan jadi orang yang nyebelin. Jangan sampai nyakitin lagi teh Iyah yang akhirnya malah bikin Aa menderita juga, dan menderitanya itu pake banget. Lena yang jadi saksi menderitanya Aa dulu. Makanya Lena gak mau Aa mengalami penderitaan seperti itu lagi. Saat itu, Aa mirip zombie, sadar gak sih?” Karena gemas dengan kakakku, aku kembali mencubitnya dan yang menjadi sasarannya adalah pipi.
“Awwww…!” A Endra mengaduh kesakitan karena cubitan kerasku.
“Lena tuh sayaang... sayang pakai banget sama Aa.” Aku menangkup pipi A Endra dan mengoyang-goyangkan wajahnya ke kanan dan ke kiri.
“Pusing, Lena...!” protes A Endra.
Aku kemudian memeluk A Endra dengan erat.
“Jangan sakit dan terluka seperti ini lagi A. Jangan bikin Lena khawatir terus.”
“Hm… makasih ya Len.” A Endra menepuk-nepuk bahuku.
Ibu menghampiri kami yang sedang berpelukan dengan linangan air mata.
“Ibu, kenapa nangis?” tanyaku heran.
“Ibu bahagia sekali. Ibu bahagia melihat kalian berdua rukun seperti ini. Ibu harap kalian terus rukun dan saling menyayangi seperti ini.”
Aku menarik Ibu untuk memeluk A Endra bersama-sama.
“Pemandangan yang mengharukan,” terdengar suara berat menginterupsi kami.
“Abaaah…” Aku menghambur ke pelukan abahku.
Abah mengecup puncak kepalaku.
“Apa kabar princess kesayangan Abah? Bagaimana ngajar di Bandung? Sudah betah?”
“Seneng banget, Bah. Cuma suka sedih kalau inget Abah, Ibu dan Aki.”
“Kok Aa gak disebut sih?” protes A Endra.
“Emang Aa suka inget sama Lena?” protesku.
“Ya ingatlah….”
“Paling juga tiap hari ingetnya sama teh Iyah doang.”
“Itu sih pasti,” kekeh A Endra.
“Nyebelin!” decihku.
“Gimana, Ndra? Sudah enak badannya atau masih ada sakit?” tanya Abah pada A Endra.
“Masih sedikit pusing, Bah. Luka di perut masih kerasa ngilu.”
“Alhamdulillah, kamu masih selamat, Ndra. Masih bisa bertemu sama istri dan anak-anak kamu. Kamu harus benar-benar bersyukur. Jangan sampai menyakiti lagi istri dan anak-anak kamu.”
“Iya, Bah.”
“Bu, Iyah mana? Kok belum kesini lagi sih?” tanya kakakku resah.
“Istri kamu lagi istirahat. Seminggu dia jagain kamu tanpa istirahat yang benar.”
“Tapi Endra ingin ketemu sama Iyah, Bu. Tolong telepon dia suruh kesini.”
“Ih, udah tua juga tapi masih kolokan. Malu ih sama umur,” ejekku.
“Biarin. Kolokan juga sama istri sendiri. Kalau kamu mau manja-manja juga, cari suami!”
“Memangnya cari suami kaya cari buku di toko buku. Lena mau suami yang dewasa, baik, dan gak seperti Aa yang nyebelin.”
“Yey ngatain kakak sendiri. Nanti omongan jeleknya balik ke kamu semua tuh. Dapetin suami yang lebih nyebelin dari Aa. Ha-ha-ha.”
“Amit-amit…naudzubillah…jangan sampai deh dapetin suami yang nyebelin seperti Aa. Mending Lena gak nikah deh kalau cowoknya nyebelin. Capek hati. Teh Iyah mah hebat banget bisa maafin Aa. Kalau Lena sih mungkin bakal gorok tuh kalau punya suami macem Aa.”
“Untung istri Aa bukan kamu. Hiiiiy….”
“Sudah-sudah jangan ribut. Lena juga jangan ngomong sembarangan gak akan nikah. Ibu selalu berdoa buat anak-anak Ibu supaya mendapatkan jodoh yang baik, bagus agamanya juga akhlaknya. Alhamdulillah, doa ibu buat Aa sudah terkabul. Aa sudah mendapatkan jodoh yang baik dan salehah.”
“Tuh, kamu harus bersyukur, Ndra.”
“Iya, Bah. Endra sangat bersyukur mendapatkan jodoh yang baik.”
“Aa bener-bener cowok yang beruntung dapetin teh Iyah. Sebaliknya, Teh Iyah zonk dapetin suami macem Aa.” Aku menjulurkan lidah mengejek kakakku.
Bug….
Wajahku terkena timpukan bantal untuk kedua kalinya.
“Ibuuuu...”
Aku kesal Ibu, Abah dan A Endra tertawa terbahak-bahak melihat penderitaanku.
Aku tidak mau kalah. Segera kucubit keras lengan kakakku sampai kulitnya sedikit membiru.
“Aw…” teriak kakakku.
“Makanya jangan suka main timpuk.” Aku mengembalikan bantal ke bawah kepala A Endra.
“Jangan terlalu bar-bar, Len. Kasihan nanti suami kamu kalau kamu lagi kesal dicubit sampai biru gini.” Ibuku ikut-ikutan mengejek.
“Biarin. Kalau bikin Lena kesal harus siap menerima konsekuensinya.”
“Aa doain kamu berjodoh dengan mahasiswa kamu itu. Ha-ha-ha.”
“Aa….jangan mendoakan yang jelek-jelek!” protesku.
Aku makin kesal mendengar kakakku tertawa terbahak-bahak.
***********
to be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments