Alena POV
Hari ini adalah hari bahagia untuk sepupuku yang melangsungkan pernikahan dengan sahabat baikku. Selain menjadi sepupu, Kak Fian juga sahabat satu-satunya A Endra sedangkan istri kak Fian adalah sahabatku sendiri, Keisha.
Aku ikut bahagia dengan pernikahan Kak Fian dan Keisha karena aku tahu sekali perjuangan mereka untuk bisa bersama. Sahabatku, Keisha mencintai Kak Fian sejak kanak-kanak. Hanya saja Kak Fian itu satu tipe dan satu frekuensi dengan kakakku - sama-sama pria yang menyebalkan. Cocok sekali jika mereka bersahabat karena sifat dan kelakuan mereka memang mirip.
Nasib A Endra dan Kak Fian juga sama, sempat ditinggalkan oleh perempuan yang mereka cintai walaupun akhirnya nasib baik masih berpihak pada mereka karena mendapatkan kembali cinta yang sempat hilang dari perempuan yang mereka cintai.
Dengan menikahnya sabahat baikku, menjadikanku jadi bulan-bulanan keluarga besarku. Mereka semua seakan-akan kompak menyuruh aku untuk segera menikah. Memangnya menikah dan mencari suami itu segampang beli buku di toko buku.
Aku cepat-cepat bersembunyi untuk menghindari sindiran keluarga besar dengan menepi ke taman bunga rumah orangtua Kak Fian. Aku duduk di gazebo sambil menikmati puding buatan tanteku yang lezatnya sudah tersohor ke seantero keluarga besar kami.
“Len….”
Suara A Endra mengagetkanku yang sedang melamun.
“Ada apa, A?’
“Di Bandung, kamu tinggal di mana?”
“Ish, baru nanya sekarang.”
“Iya maaf. Aa sibuk dengan masalah Aa sampai melupakan adik Aa yang cantik ini.”
“Lena maafin,” dengusku.
“Kamu belum jawab pertanyaan Aa?”
“Yang mana? Lena lupa. Hehehe…”
“Di Bandung, kamu tinggal di mana?”
“Di apartemen, gak terlalu jauh dari kampus. Kalau nyetir paling 10 menit-an Memangnya kenapa?”
“Kamu sewa, kan? Per tahun atau per bulan?”
“Ngapain sih tanya-tanya, A? kaya polisi aja,” protesku.
“Kamu tinggal sendirian?”
“Ya iyalah sendirian. Memangnya Lena mau tinggal sama siapa? Aa jangan suudzon gitu. Lena juga ngerti agama. Gak mungkin Lena melakukan hal-hal yang tidak bermoral,” protesku tidak terima.
“Loh, kenapa kamu jadinya marah-marah? Siapa juga yang berburuk sangka? Aa kan cuma bertanya dengan siapa kamu tinggal? Aa tidak pernah menuduh kamu melakukan hal yang amoral. Kenapa kamu jadi sensitif begitu sih? Seperti bukan kamu yang biasanya.”
“Maaf, A. Akhir-akhir ini Lena sering kesal karena Lena sering dituduh yang bukan-bukan.”
“Memangnya siapa yang berani memfitnah kamu? Kamu kan super galak. Memangnya ada yang berani?”
“Ish... sembarangan nuduh Lena super galak."
"Ha-ha-ha... Tidak apa-apa sedikit galak. Jadi perempuan itu jangan terlalu gampangan. Terkadang laki-laki suka sama perempuan yang sulit didapatkan. Contohnya kakak ipar kamu. Untuk mendapatkan kembali cintanya, Aa hampir mati."
"Lena menjadi galak juga karena didikan Aa. Lena mah hanya mencontoh Aa saja."
tuk...
A Endra menyentil keningku.
"Jadi siapa orang yang telah membuat kamu kesal?"
"Ada lah. Orang nyebelin yang gak penting. Lena gak mau ngomongin orang yang menyebalkan itu.”
“Siapa dia? Mahasiswa kamu itu?”
“Ish… Jangan ngomongin orang yang gak penting! Mending ngomongin ponakan-ponakan Lena yang lucu-lucu aja. Lena mah selalu kangen sama Aras dan Aris.”
“Kamu mau ketemu sama mereka?”
“Mau laaah….jangan ditanya lagi.”
“Kamu mau kalau ketemu sama mereka tiap hari?”
“Mau banget. Siapa yang gak mau ketemu sama bocah-bocah menggemaskan itu?”
“Kalau begitu tinggal sama Aa.” Tawaran A Endra membuatku kaget.
“Apa?”
“Kamu tinggal sama Aa,” ulang A Endra.
“Maksudnya apa sih A? jangan ngomong yang aneh-aneh ah.”
“Apa aneh kalau seorang kakak laki-laki mengajak adik perempuannya untuk tinggal satu rumah? Tidak akan ada masalah atau bahaya jika adik perempuan tinggal sama keluarga kakak laki-lakinya. Berbeda kalau kamu tinggal dengan kakak perempuan yang sudah menikah karena kemungkinan akan ada masalah dengan suami dari kakak perempuan kamu. Kamu paham kan maksud Aa?”
“Lena paham A. Lagian kakak Lena kan cuma Aa, tidak punya kakak perempuan.”
"Ish... Aa kan hanya memberikan contoh, Lena. Sangat wajar kalau seorang kakak laki-laki mengkhawatirkan adik perempuan yang tinggal sendirian di apartemen, kan? Jadi apa yang membuat kamu enggan tinggal sama Aa dan Iyah?”
“Lena ngerti kalau Aa sayang dan mengkhawatirkan Lena. Tapi gak harus juga kan kalau kita tinggal bersama. Aa kan punya keluarga sendiri. Lena tidak mau merepotkan Aa.”
“Siapa yang merepotkan siapa? Tidak ada adik yang merepotkan kakaknya sendiri. Aa juga yakin kakak ipar kamu tidak akan keberatan kalau kamu tinggal bersama kami.”
“Lena juga tau kalau Teh Iyah gak akan keberatan. Tapi Lena udah dewasa, A. Lena sudah mampu tinggal sendiri. Lena juga ingin mandiri.”
“Kamu itu perempuan. Aa tidak mau kalau kamu kenapa-kenapa.”
“Ish…Aa jangan meremehkan Lena, jangan juga meremehkan perempuan. Lena mampu kok tinggal sendiri.”
“Kalau kamu sakit gimana? Nanti siapa yang jagain kamu kalau kamu sakit?”
“Kalau sakit ya tinggal ke dokter atau tinggal panggil Aa saja. Lena yakin kalau dengar Lena sakit, Aa pasti bergegas ke tempat Lena.
“Ya makanya kamu tinggal sama Aa biar Aa bisa jagain kamu.”
“Memangnya Aa sudah memutuskan untuk tinggal di Bandung?”
“Yes!” jawab kakakku mantap.
“Gimana sama kerjaan dan perusahaan Aa?”
“Bukan masalah. Aa bisa bolak balik.”
“Jangan seperti itu juga A. Nanti Aa capek kalau begitu. Memangnya jarak Bandung Jakarta itu dekat?
“Ya itu bisa diatur lah. Kalau sedang banyak kerjaan, Aa stay beberapa hari di Jakarta. Kalau tidak banyak yang diurus, Aa stay di Bandung.”
“Kedengerannya mudah tapi kalau dijalani bakalan capek banget A. Lena pernah PP Jakarta-Bandung. Capek banget itu.”
“Aa mau coba jalani saja dulu.”
“Memangnya Teh Iyah gak mau stay di Jakarta?”
A Endra menggeleng.
“Kenapa?” tanyaku.
“Sudah betah di Bandung. Aa nurut saja sama keinginan kakak ipar kamu.”
“Bagus deh. Memang jadi suami yang baik itu harus mau berkorban juga buat istrinya. Apalagi Teh Iyah udah baik banget mau menerima Aa lagi. Sudah sewajarnya lah Aa ngikutin keinginan Teh Iyah. Lena dukung Teh Iyah.”
“Makanya, Aa minta kamu tinggal sama Aa dan Iyah. Kalau Aa lagi stay di Jakarta beberapa hari, kamu bisa menemani Iyah dan anak-anak.”
“Itu mah bisa diatur lah A. kalau Aa lagi stay di Jakarta, nanti Lena bakalan nginep di tempat Aa.”
“Ribet. Mending kamu tinggal saja sekalian sama Aa dan Iyah.”
“Ish….si Aa mah gak ngerti-ngerti ah. Pokoknya Lena mau mandiri. Mau tinggal sendiri!”
“Lena…” A Endra memasang muka memelasnya supaya aku mau menerima tawarannya.
“Jangan pasang muka memelas gitu. Gak cocok sama kelakuan Aa,” dengusku.
“Kamu kok tega begitu sih, Len. Kamu gak kasihan sama kakak ipar kamu?”
“Yey…Teh Iyah itu perempuan mandiri dan kuat. Lena yakin kalau Aa gak balik lagi sama Teh Iyah juga, dia mah bakalan baik-baik aja. Sebaliknya, Aa yang gak akan baik-baik aja kalau gak ada Teh Iyah,” cibirku.
“Ya sudah kalau kamu gak mau jangan jadi mengejek Aa seperti itu,” protes A Endra.
“Aa lucu kalau lagi merajuk.” Aku mencubit kedua pipi kakakku dengan jari-jariku dengan gemas.
“Sakit, Len….”
Aku tertawa mendengar suara merajuk kakakku yang muncul baru-baru saja.
“Tapi kamu harus janji untuk sering-sering berkunjung.”
“Iyaaa… Lena janji. Lena juga pasti pengen main bareng sama Aras dan Aris.”
A Endra tiba-tiba memelukku dengan erat.
“Kamu harus jaga diri kalau tinggal sendirian. Jangan pulang terlalu malam. Harus sering telepon Aa. Kalau sakit jangan abai, harus cepat ke dokter.”
“Iya, Aa-ku yang cerewet. Heran deh, sekarang Aa jadi cerewet seperti ini.”
“Tuh sahabat kamu si Keisha udah nikah, kamu kap -”
“Stop!” aku memotong ucapan A Endra. Aku tahu kemana arah pembicaraannya.
“Kapan kamu mau nyusul?” tanya A Endra keukeuh membuatku gondok.
“Kapan-kapan!” jawabku kesal.
“Cepet nikah! Jangan kejar karir mulu.”
“Memangnya gampang cari suami?”
“Gampang. Kamu mau Aa jodohkan tidak? Aa masih ada teman atau klien yang masih jomblo. Rudi juga masih jomblo tuh kalau kamu mau.”
“Ish…apa-apaan sih A. Lena tau kok Pa Rudi itu lagi nungguin cewek lain.”
“Siapa? Kok kamu bisa tahu sih? Siapa perempuan yang lagi diincar Rudi?”
“Ih kepo deh.”
“Rudi itu kan sekretaris plus plusnya Aa. Aa mau si Rudi juga cepat ketemu jodohnya. Sudah Aa tawarkan beberapa perempuan yang Aa kenal ke dia tapi dianya malah asyik aja sendiri. Aa sampai berpikiran negatif kalau Rudi itu sukanya malah sama Aa. Hahaha...,” ucap kakakku gak penting.
“Ish, gak lucu ih. Kasihan Pa Rudi disuudzonin gitu. Dia suka sama orang kantor Aa juga,” bocorku.
“Siapa?”
“Tanya aja sendiri! sudah sana jangan ganggu Lena.” usirku.
*************
to be continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments