Possesive Man
"Mom," teriak seorang gadis yang baru pulang dari sekolahnya dengan raut yang amat bahagia.
Bagaimana tidak senang karena akhirnya sekolah libur dan dia mendapat 10 besar serta sudah dijanjikan untuk berlibur oleh mommy nya.
"Jangan berlari sayang, nanti kamu terjatuh," tegur Sania pada putrinya itu sedangkan Intan hanya menyengir saja.
"Aku sudah akan kelas 12 mom aku senang sekali setelah itu aku akan kuliah. Aku ingin jadi dokter," ucap Intan dengan senyum yang sangat lebar saat mengatakan tentang cita-citanya itu.
Sania tersenyum mendengar itu, walaupun dia sedikit khawatir tidak sanggup nantinya membiayai kuliah sang putri apalagi kuliah kedokteran itu terbilang mahal Karena sekarang hanya ada dirinya yang menjadi orang tua gadis itu.
Suaminya sudah lama tiada saat putrinya baru 2 tahun.
Sania selalu semangat untuk mencari rupiah untuk masa depan anaknya tersebut. Sania menjual kue ulang tahun dan berbagai kue lainnya dan bersyukur nya Sania bisa menghidupi Intan dari sana tanpa membiarkan putrinya merasa kekurangan.
"Akan mommy usahakan agar kamu bisa kuliah heum tapi kamu juga harus semangat belajarnya oke," ucap Sania mengusap pucuk kepala Intan.
"Siap kapten," ucap Intan sambil menghormat membuat keduanya terkekeh.
"Nah sekarang bersiap-siap lah, seperti janji mom kita akan berlibur beberapa hari ke Lombok," lanjut Sania.
"Yeay, aku tidak sabar mom, aku senang sekali, mom yang paling terbaik," girang Intan lalu mengecup kedua pipi Sania. Intan memang sangat menyukai semua tentang air, pantai dan laut.
Intan berlari kedalam kamarnya dan Sania menatap kepergian putrinya yang amat senang itu. Bukan karena dia banyak uang hanya saja dia ingin sesekali membuat putrinya itu senang untung saja dia memiliki simpanan uang dan lagipula mereka memang jarang berlibur itu sebabnya Intan begitu antusias.
***
"Sudah puas melihat pemandangan nya sayang," ucap Sania yang melihat Intan melihat ke luar dari kamar tempat mereka menginap.
Mereka akhirnya sampai di Lombok setelah beberapa jam perjalanan.
"Mom ayo kesana," ajak Intan.
"Astaga sayang, kau sangat tidak sabaran," ucap Sania terkekeh.
"Ayolah mom aku ingin melihat sunset pasti sangat indah," Rajuk Intan.
"Baiklah, bereskan barang-barang mu dulu atau kita tidak akan kesana," tegas Sania yang langsung dituruti oleh Intan dan mengerjakan nya begitu cepat karena memang benar yang dikatakan oleh Sania bahwa dia sudah tidak sabar.
Hingga akhirnya kini mereka sudah berada pulau Gili yang memiliki hamparan pasir putih yang panjang.
"Wahh keren," ucap Intan melihat pesona pantai yang sangat indah itu.
"Mom aku juga ingin bersepeda seperti mereka," kata Intan saat melihat beberapa orang yang bersepeda.
Sania amat senang begitu melihat putrinya yang tidak berhenti tersenyum saat mengayuh sepedanya.
Hingga mereka lelah dan kini keduanya duduk dipinggir pantai melihat cahaya rembulan dari pinggir pantai.
"Sudah cukup sayang, udara akan semakin dingin besok kita kesini lagi oke," ucap Sania dan dengan berat hati Intan mengangguk.
"Kamu duluan ya sayang, kamu masih ingat jalan kan," ucap Sania yang melihat ponselnya berdering dan menyuruh Intan pergi terlebih dahulu.
"Oke mom," ucap Intan beranjak dan menuju kamar.
Selepas mengangkat telepon nya Sania tidak sengaja menabrak seseorang hingga minuman yang dipegang pria itu tumpah ke kemeja putih miliknya.
"Maaf, maafkan saya tuan," sesal Sania yang tidak memperhatikan jalan dan merasa bersalah melihat kini baju milik pria itu menjadi kotor karena ulahnya.
Pria itu menatap intens ke arah Sania tanpa berkata apa-apa. Dia sibuk memperhatikan wajah Sania yang tengah panik.
"Biar saya bersihkan , maafkan saya tuan ," ucap Sania merogoh tas selempang nya dan mengeluarkan sapu tangan.
Saat hendak mengelap baju pria itu tangan Sania ditahan dengan pandangan tajam dari pria tersebut.
"Kau harus bertanggung jawab, baju saya adalah baju mahal," ucap pria itu.
"Sombong sekali," lirih Sania pelan.
Pria itu mengangkat alisnya. " itu bukan kesombongan itu memang kenyataannya," ucap pria itu tidak terima.
"Lalu sekarang tuan ingin apa?" tanya Sania.
"Jangan memanggilku tuan namaku Fathan, dan kau harus mengganti kemeja ku dengan kemeja yang sama, " ucap Fathan karena itu kemeja kesayangan nya.
Mata Sania melotot kaget, hanya dengan melihat baju yang dipake Fathan dia sudah tau itu mahal dan dia tak mungkin bisa membayarnya.
Melihat kekhawatiran dari wanita didepannya Fathan tersenyum miring.
Dapat kau. batin Fathan
"Aku ada penawaran, bagaimana jika kamu menjadi asisten untukku selama 3 bulan," Ucap Fathan sambil menjilat bibirnya yang kering.
"Apa? itu terlalu lama." protes Sania
"Benarkah! padahal sebenernya itu masih sangat kurang mengingat baju yang kau basahi sangat mahal." sindir Fathan.
Sania menghembuskan napasnya kasar. Dia terpaksa harus menyetujui nya karena dia memang tak memiliki banyak uang untuk mengganti baju tersebut.
"Baiklah," pasrah Sania yang membuat Fathan tersenyum mendengar nya.
"Kamu bisa mulai sekarang, ayo ikut denganku," ucap Fathan berjalan terlebih dahulu.
***
"Astaga," lirih Sania sesudah dirinya sampai di kamar Fathan. Sania menghela nafas melihat betapa berantakan nya kamar tersebut.
Baju yang bertebaran kesana kemari serta selimut dan bantal yang berserakan di lantai membuat Sania mengusap dadanya.
Sania sangat tidak suka dengan pemandangan ini sebab Sania tipe orang yang rapi.
Tanpa disuruh Sania membereskan kamar tersebut sambil mendumel.
"Ini kenapa ditaruh Disini sih"
"Astaga ini juga, handuknya masih basah tapi kenapa ditaruh di kasur," dumel Sania.
Sedangkan Fathan dia berdiri dengan santai sambil melipat kedua tangannya sambil tersenyum melihat Sania.
"Kau seperti istri yang sedang memarahi suaminya. Dan saya suka," ucap Fathan tersenyum tipis tanpa mengalihkan pandangannya dari Sania.
Sania mendelikkan matanya mendengar ucapan Fathan yang terdengar geli ditelinga nya. Sania kembali fokus Sambil kembali mendumel namun tetap membereskan kamar Fathan.
"Lucu," gumam Fathan.
Setelah beberapa saat Sania sudah membereskan kamar Fathan dengan Fathan yang tetap berdiri disana tanpa membantunya.
"Sudah selesai, apa sekarang saya sudah boleh pulang pasti anak saya sudah menunggu," Ucap Sania untung saja dirinya menyempatkan dirinya mengirim pesan kepada putrinya sebelum ke tempat Fathan.
"Kamu sudah memiliki suami?" Ucap Fathan yang terdengar sedikit kecewa.
Mata Sania berubah sendu. " Ya, tapi sudah lama meninggal,"
"Maaf, saya tidak tau," sesal Fathan namun juga senang mendengar nya. Jadi dia masih memiliki kesempatan bukan.
"Tidak papa, saya pamit pulang," ucap Sania undur diri.
"Tunggu sebentar, biar saya antar Nyonya?"
"Sania," balas Sania.
"Sania? nama yang indah," ucap Fathan.
"Mom!"
"Hey sayang," ucap Sania sembari memeluk Intan.
"Mengapa lama sekali," rengek Intan lalu mengintip pria yang berada dibelakang Sania.
"Apa dia anakmu?" tanya Fathan yang dijawab anggukan oleh Sania.
"Om ini yang membuat mom pulang lama ya, " Ucap Intan dengan nada yang tak bersahabat namun justru hal itu lucu di mata Fathan.
"Maafin om, tapi Mommy mu sedang bekerja dengan om," balas Fathan.
"Benar begitu mom?"
"Iya, mom bekerja dengan nya," balas Sania.
"Oh begitu, om mau mampir," ajak Intan.
Sania menyela. " Tidak bisa, ini sudah malam om Fathan masih ada pekerjaan kan,"
"Tidak, om tidak punya pekerjaan lain kok," ucap Fathan lalu menyelonong masuk diikuti oleh Intan.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments