"Huh! menyebalkan!" dengus Intan dengan kesal saat Mark sudah menurunkan dirinya.
Mark hanya membalasnya dengan kekehan geli.
"Eh, aku baru sadar satu hal. Mengapa akhir-akhir ini Mark selalu tersenyum dan banyak bicara padahal biasanya mukanya datar kaya tembok," ucap Intan.
Mendengar ucapan Intan seketika Mark mengubah raut wajahnya yang tadinya tersenyum sekarang tanpa ekspresi.
"Kau menyukai wajahku yang seperti itu kah?"
Intan menggeleng. "Tidak, lebih bagus seperti tadi. Mark sangat tampan jika tersenyum,"
"Baiklah, jika kamu menyukai. Aku akan melakukan nya hanya untukmu," ucap Mark menampilkan deretan giginya.
"Deal. Eum Mark, bagaimana dengan Fedrick? sepertinya dia sangat membenci aku sama mommy," adu Intan sendu.
"Hey, bang Fedrick cuma lagi bad mood, bang Fedrick aslinya baik kok, Intan harus bisa bikin ka Fedrick seneng sama kehadiran Intan," ucap Mark.
"Oke, intan juga gak mau kemusuhan kok sama bang Fedrick," ucap Intan sambil menyengir.
"Good, soal tadi bang Fedrick yang marah-marah gak usah diinget oke," yang dibalas oleh anggukan oleh Intan.
"Em dan tolong panggil aku dengan Abang juga, boleh tidak? pinta Mark.
"Tapi kita kan seumuran," bingung Intan.
"Tidak juga kurasa, aku masuk SD 7 tahun, seperti nya kita beda 1 tahun kan jadi aku lebih tua maka Intan harus panggil Abang," ucap Mark penuh harap.
"Benarkah? Intan masuk SD kelas 6, astaga maafin Intan, intan gak sopan padahal Mark lebih tua dari Intan," sesal Intan.
"Tak apa, tapi mulai sekarang panggil Abang oke?" ucap Mark.
***
"Lepasss, kamu apa-apaansih," sentak Sania menghempaskan tangan Fathan yang sedari tadi menarik tangannya.
Fathan menghela nafas dan mulai menetralkan emosinya.
"Sania, dengar! aku tidak perduli bagaimana pun caranya kamu harus jadi milikku," ucap Fathan dengan menekankan ucapan nya.
"Tidak, aku bukan milik siapapun! aku milik diriku sendiri. Kau sama sekali tidak berhak Fathan dan sudah berapa kali aku bilang, jika kita tak memiliki hubungan apapun." balas Sania yang sudah jengah.
"Kalau begitu ayo menikah," ucap Fathan tanpa beban.
Mulut Sania terbuka mendengar pernyataan Fathan yang terlihat sangat mudah diucapkan oleh pria itu. Apa dikira pernikahan semudah itu .
"Aku tidak mau main-main Fathan, pernikahan bukanlah untuk main-main. Kau pikir pernikahan semudah itu?"
"Aku tak pernah main-main Sania, tidak pernah terpikirkan sekali pun dalam otakku untuk memainkan pernikahan Dengan mu. Aku benar-benar sangat serius sania. I love you," jelas Fathan sambil mengambil kedua tangan Sania dan memegang nya.
Sania menatap mata Fathan dalam namun tak menemukan kebohongan disana, Sania masih ragu karena mereka belum lama dekat dan baru saja kenal. Bahkan Sania belum mengetahui bagaimana seluk beluk Fathan.
"Kau tak perlu menjawab nya untuk sekarang. Fine, aku akan memberimu sedikit waktu untuk merenungi hal ini. Aku akan menganggu mu selama beberapa waktu ini."
"Tapi Sania, ingatlah satu hal, bukan berarti aku melepaskan mu begitu saja, aku akan mengawasi mu dan jangan pernah mecoba untuk dekat-dekat dengan pria lain," ucap Fathan membelai lembut wajah Sania.
Sania mematung, tak pernah dia mendapat perlakuan sangat lembut seperti ini bahkan dari mendiang suaminya sebelumnya.
"Bagaimana jika aku masih belum mencintai mu?"tanya Sania.
"Tak apa, aku akan menunggu sampai kau mencintaiku, tentunya mau tidak mau kau akan tetap menikah denganku," ujar Fathan penuh kemenangan.
"Mana bisa begitu, " protes Sania.
"Tentu saja bisa, siapa yang berani menentang ku, bahkan jika kau mencoba untuk kabur atau lari dariku! aku akan mengejar mu sampai dapat," tekan Fathan.
"Bagiamana dengan anak-anak, aku tidak yakin apalagi mendengar ucapan Fedrick tadi," lirih Sania .
Fathan menggeram saat Sania mengingat kan dirinya akan kata-kata kasar yang dilontarkan putranya pada Sania.
Fathan memegang kedua wajah Sania dengan tangan kekarnya. Mendekatkan wajahnya dengan wajah Sania.
"Hey, dengar kan aku, Kau tak perlu mendengar ucapan Fedrick tadi. Dia memang seperti itu jika pada orang baru. Dia hanya kaget mendengar aku akan segera menikah."
Fathan memberi tatapan menenangkan. "Kau tau, jika dia sudah sangat sayang pada orang, Fedrick akan menjaga nya sepenuh jiwa nya."
Fathan pernah melihat nya, meski sering menjahili adik dan Abang nya, jika saudaranya sedang ada masalah maka Fedrick lah orang pertama yang akan mencoba membantu dan menangani Maslaah saudaranya.
Setelah perbincangan nya dengan Fathan tadi kini Sania akan segera pulang dengan Intan yang akan diantar Fathan.
Sania sempat menolak namun Fathan yang keras kepala tidak mau permintaan nya ditolak alhasil dia hanya pasrah saja.
Kini Sania menghampiri Intan sambil menunggu Fathan yang ingin mengambil kunci mobil.
Sania tak sengaja melihat Fedrick, dia tersenyum ramah pada anak itu namun Fedrick hanya menoleh sekilas lalu melanjutkan langkahnya.
Sania menghela nafas melihat nya. "Yah, mungkin Fathan benar, tak mudah untuk menerima orang baru hadir dalam kehidupan sendiri."
"Intan," panggil Sania pada Intan yang tengah asik dengan Mark.
Sepertinya Mark sangat menerima kehadiran Intan terbukti dari pria itu yang selalu membuat Intan senang dengan nya.
"Hai mom,"
Sania mengerjapkan matanya saat mendengar panggilan itu, sebab panggilan itu sekarang tidak keluar dari mulut Intan namun oleh Mark yang sedang berada di samping Intan.
Intan juga menoleh ke arah Mark saat Mark mengatakan ucapan itu.
"Tidak bolehkah?" ucap Mark lirih. Pasalnya dia ingin sekali memiliki seorang ibu dalam hidupnya meski dia tak mendapat kannya dari ibu kandung nya.
Ibunya meninggal saat melahirkan dirinya, Mark mengetahui hal itu karena menguping pembicaraan Daddy nya dengan abangnya.
Mark sempat menyalahkan dirinya sendiri bahkan pernah berniat untuk menyusul ibunya, untung saja Abang nya Athan yang merupakan anak sulung menghentikan rencana bodoh Mark.
Pita itu bahkan menenangkan nya dan mengatakan jika kematian ibunya bukanlah salah nya. Beruntung nya dia memiliki Abang dan daddy yang selalu ada bersama nya.
Meski begitu Mark tetap membutuhkan kasih sayang seorang ibu, dia hanyalah seorang anak yang ingin merasakan kasih sayang itu juga.
Intan melihat kesedihan Dimata Mark, dirinya tidak tega tentu saja.
"Boleh, Intan mau berbagi mommy ko sama bang Mark, iya kan mom. Boleh yah!" pinta Intan mengeluarkan jurus andalannya dengan menunjukkan raut memelas dan wajah imutnya.
"Ekhem, jika Intan tidak keberatan, mommy juga tak akan keberatan," ucap Sania yang membuat raut wajah Mark kembali berbinar mendengar nya.
"Yes! terimakasih mom," Senang Mark memeluk Sania dengan erat. Sania membalas pelukan itu membuat Mark semakin senang.
Intan yang tidak mau jika hanya Mark yang dipeluk, menyelonong masuk diantar kedua orang itu, Sania melepas pelukannya dan melihat Intan ya g menatap nya juga dengan pandangan tidak bersalah.
"Intan mau dipeluk juga," adunya. Sania tertawa dan kembali memeluk kedua anaknya itu. Sania mendapatkan anak baru sepertinya.
Ketiganya tak sadar jika mereka tengah diperhatikan oleh 2 pasang mata. Satu diantaranya senang dan satu diantaranya menatap ketiganya dengan sinis.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments