"Jangan menyentuh wanitaku!" desis Fathan menarik kerah baju Daniel dan menyudutkannya ke mobil pria itu dan kembali memukuli nya.
"Fathan!" teriak Sania yang sudah tidak kuat melihat perkelahian itu.
"Dia bisa mati!!!
Fathan Menghempaskan Daniel dengan kasar dan menoleh pada Sania yang menatap takut-takut pada nya.
"Kau membelanya?"
"Bukan begitu, aku tidak mau kau membunuh nya kau bisa dipenjara," cicit Sania tak berani menatap Fathan dan memilih memandang kakinya.
Saat hendak ingin menolong Daniel, Fathan menahan nya dan menyeretnya ke dalam rumah.
Sania sempat menoleh ke arah Daniel yang juga menatapnya. "Maaf, " gumam nya dengan perasaan yang bersalah. Dia tak berani melawan Fathan bisa-bisa pria itu melakukan hal yang lebih gila dari itu.
Sania memilih menurut saja supaya dirinya aman.
Sania menoleh ke sekeliling rumah dan tak mendapati Intan dirinya dirundung rasa khawatir karena ini sudah malam. Dan anak gadisnya sudah keluar sejak siang.
"Intan menginap di rumah temannya," ucap Fathan datar yang datang membawakan kotak P3K dan duduk di kursi.
"Kenapa dia tak memberitahuku," ucap Sania dengan pelan, namun karena pendengaran Farhan yang tajam dia bisa mendengar dengan jelas gumaman wanita itu.
"Tentu saja, dia menelepon ku tadi karena kau sulit dihubungi," ucap Fathan menggeram mengingat dirinya juga diabaikan oleh Sania.
"Ah iya ponselku kehabisan baterai," ucap Sania yang baru sadar akan hal itu.
"Lain kali jangan pernah biarkan ponselmu kehabisan baterai, pastikan itu penuh sebelum kau perlu keluar rumah. Lagipula apa kau tak memiliki power bank?" kesal Fathan.
"Tidak,"
"Ck, nanti akan kubelikan. Kemarilah! Sampai kau akan berdiri disana!" tegas Fathan.
"Marah mulu, mana serem lagi," gumam Sania yang kepergok oleh Fathan lantas dia memalingkan wajahnya kesamping.
"Aku mendengar mu , cepatlah jangan mengoceh tentang ku," desak Farhan.
Sania akhirnya menurut daripada mendengar Omelan lainnya dari Fathan. Lagipula Pipinya sekarang terasa panas dan perih akibat pukulan muat Fathan.
"Jangan jauh-jauh kau pikir aku kuman," runtuk Fathan yang melihat posisi duduk Sania yang jauh darinya. Wanita itu malah duduk di ujung kursi.
Sania mendekat dan duduk di samping Fathan. Fathan langsung mengangkat Sania kepangkuan nya dengan Sania yang menyamping dan kedua kakinya berada di kursi panjang itu.
Nafas Sania tertahan, ini terlalu dekat dan sekarang dirinya berada dipangkuan pria itu.
Fathan merubah posisi Sania agar Fathan dapat melihat wajah Fathan dengan seksama. Fathan meringis melihat bekas di pipi Sania yang begitu kentara.
"Pasti sakit, maafkan aku," sesal Fathan.
"Hem," dehem Sania.
"Coba kulihat," sentuh Fathan pada wajah Sania yang membiru.
"Shsh," ringis Sania yang merasakan sakit.
"Tahanlah, " Fathan mengoleskan salep pada wajah Sania dengan pelan.
Sania melihat wajah Fathan, Sania tak berbohong dia mengangumi wajah tampan itu.
"Sudah, sekarang kita harus ke rumah sakit," ucap Fathan merapikan kotak P3K nya.
"Untuk apa, dan kenapa kau menyimpan obatnya, lukamu belum diobati," heran Sania.
"Tak apa, ni hanya luka kecil akan hilang nanti, biarkanlah saja anggap ini hukuman karena telah menyakitimu dan aku tak akan mengobatinya." kekeh Fathan.
"Nanti infeksi bagaimana?"
Fathan tersenyum geli. "Kau khawatir padaku ya," senang Fathan.
"Tidak , kau saja yang kepedean." elak Sania.
"Baiklah, aku mengalah aku yang kepedaan benar? sekarang kita akan kerumah sakit menemui putraku. Dia memiliki obat khusus untuk hal Seperi ini jadi wajahmu tak akan berbekas nantinya." terang Fathan.
Dia juga tak ingin Intan khawatir dan tak tau mau bicara apa nanti apabila Intan menanyakan hal itu.
"putramu? aku tak mau?" pekik Sania, dia takut jika putra Fathan yang ini juga tak akan menerima nya sama Seperi Fedrick.
"Tak usah khawatir, putraku yang ini setuju dan tak kekanakan dia sudah mengerti malah dia yang paling semangat." ucap Fathan.
"Kau berbohong ya! supaya aku ikut dengan mu!"
"Ck kau terlalu banyak bicara, aku tak sabar nantinya jika menikah dengan mu akan ku hukum mulut nakalmu dengan bibir ku," ucap Fathan dengan jahil.
"Dasar mesum!" kesal Sania.
"Sudah, jangan menolak, bagaimana jika Intan tau Hem?"
Sania menepuk jidatnya."Benar juga, pasti dia akan mengomel nanti sepertimu. Huh! mengapa aku dikelilingi oleh orang yang suka mengomel sih." ucap Sania membuat Fathan teergelak dan tertawa. Padahal wanitanya itu sama saja.
"Kau sudah makan? apa kita makan dulu," tanya Fathan.
"Eum sudah, apa kau belum?"
"Bagiamana bisa aku makan tenang saat tak menemukan mu dan tak bisa dihubungi! aku pikir kau kabur dan menghilang dariku," rungut Fathan.
"Hehe maafkan aku, jangan marah-marah kau sangat jelek saat marah,"
Fathan mendelik mendengar nya dan melihat Sania yang menggunakan kata jangan marah membuatnya mengurungkan niatnya.
"Sebagai tanda permintaan maafku, aku akan menemani makanan sampai selesai," ucap Sania menawarkan.
"Ide yang sangat bagus," balas Fathan dengan wajah cerah.
***
"Ekhem,"
"Ck dasar pengganggu," decak Fathan saat putranya sudah datang ke ruangan VIP rumah sakit. Tak tanggung tanggung Fathan membayar mahal untuk Sania.
"Yasudah aku kembali , aku juga masih memiliki banyak pasien," ucap Athan.
"Ck terserah, kemarikan saja obatnya, biar Daddy saja yang mengobatinya," balas Fathan yang tak melepaskan tangannya dari tangan Sania.
"Hai," sapa Athan mengedipkan matanya.
"Athan!! "geram Fathan dengan kesal melemparkan bantal yang dengan tepat mengenai wajah anaknya.
Lagipula mengapa anaknya yang satu itu jadi seperti itu, biasanya dia akan cuek terhadap wanita manapun
"Pergi sana!!" usir Fathan yang membuat Athan mendengus geli. Posesif sekali pria yang satu ini pikir nya.
"Em, Daddy tak mau mengenal kan ku pada nya?"Athan menaik turun kan alisnya.
"Tadinya, sekarang tidak lagi, berikan obat nya!" Fathan langsung menarik obat itu dari Athan karena tak kunjung diberikan.
Fathan mengibaskan tangannya mengusir Athan." cih, sama anak sendiri aja cemburu,"
"Hai manis kali gak betah Sama dia kau bisa datang padaku," goda Athan segera lagi dari ruangan itu sebelum mendapatkan teriakan dari Daddy nya.
"Anak itu, mengapa jadi jahil seperti Vandra?" kesal Fathan.
"Dia putramu? kau sebenarnya memiliki anak berapa?" tanya Sania yang tidak tahu. Pasalnya dia selalu melihat anak Fathan yang berbeda-beda.
"4, semuanya pria dan aku bosan jika harus bersama mereka terus dirumah, makanya cepatlah menikah denganku," pinta Jarel dengan gampangnya.
Sania memukul lengan Fathan, selalu saja seperti itu dengan mudahnya mengajak menikah, seperti membeli permen saja.
Fathan terkekeh dan mulai mengoles salep itu pada wajah Sania dengan pelan karena takut menyakiti Sania.
"Lagipula kenapa kau disini, bukannya kau akan melakukan perjalanan ke luar negeri dan kau akan bertemu dan menunggu jawaban ku saat sudah kembali dari sana."
"Kenapa? kau tak suka aku disini, kau ingin berdekatan dengan pria sialan tadi."
"Kenapa kita menjadi membahas Daniel," ucap Sania.
"Jangan menyebutkan namanya dihadapan ku," teriak Fathan tidak suka hingga tanpa sadar dia menekan luka di wajah Sania.
"Shhh," rintih Sania membuat Fathan panik dan menatap Sania dengan raut wajah yang merasa bersalah.
"Maafkan aku sayang, makanya jangan pernah lagi menyebut nama pria lain di hadapanku aku tak suka," Adu Fathan kembali fokus pada wajah Sania.
"Iya."
"Heum, sepertinya wajah mu sudah agak baikan dan tak begitu terlihat kentara. salep yang diberikan Athan benar-benar manjur," Fathan mengelus lembut wajah Sania.
Fathan masih merasa bersalah sampai sekarang, luka itu adalah luka yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
Sania beranjak dan melihat ke arah cermin dan tersenyum karena perkataan Fathan benar adanya.
"Huft, syukur lah aku tak tau harus mengatakan apa jika Sampai Intan melihatnya,"
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments