Bab 13

Satu bulan kemudian.

Sang biduan memberi kejutan terhadap sang Konglomerat tentang kehamilannya.

" Ini serius." Sang Konglomerat yang membaca sebuah USG dan satu buah testpack yang diberikan sang biduan.

" He em." Anggukan bahagia dari sang biduan.

Sang Konglomerat kemudian memberikan kecupan di kening sang biduan. Keduanya merasa bahagia. Sang Konglomerat juga tak lupa menyentuh lembut dan mengelus perut sang biduan yang masih terlihat rata. Keduanya melanjutkan makan malam mereka. " Setelah ini, aku pulang ke rumah Halimah."

Sang penyanyi yang sadar akan posisinya. Dimana Halimah adalah istri pertamanya sang Konglomerat sementara dirinya hanyalah istri yang dinikahi secara agama oleh sang Konglomerat.

Sang Konglomerat yang sampai di rumah istri pertamanya.

" Akhir-akhir ini ayah pulang larut malam. " Halimah yang membuka jas suaminya.

" Banyak yang harus dikerjakan."

Halimah yang berusaha meredam penuh tanda tanya dalam benaknya. Demi rumah tangga yang sudah berjalan belasan tahun. Halimah masih setia dan masih melayani suaminya dengan sabarnya. Menyiapkan air hangat dalam bath up untuk mandi suaminya supaya terlihat lebih segar setelah seharian bekerja. Halimah yang mencium bau parfum berbeda dari jas suaminya. Hidung Halimah sengaja dia tempelkan ke jas milik suaminya untuk mencium aroma parfum yang seperti asing dan seperti aroma parfum wanita. Halimah berusaha membuang perasaan negatifnya. Dia sangat percaya terhadap suaminya.

Namun perasaan Halimah malah sebaliknya. Seperti merasakan suaminya berubah tidak seperti biasanya. Tidur ditempat tidur yang sama. Namun bagaikan seperti orang lain. Pernikahan yang mungkin memang membosankan karena sudah belasan tahun bersama. Anak-anak yang sudah besar membuat gairah cinta keduanya seperti sirna. Halimah yang memandangi suaminya yang sudah terlebih dahulu tertidur pulas. Raut wajah yang sudah tidak lagi muda begitu juga dirinya.

Malam berlalu dengan begitu cepat. Pagi sekali Sang Konglomerat suami Halimah sudah bersiap akan berangkat ke kantor. Halimah bahkan masih tertidur dibalik selimutnya.

" Ayah." Gendis anak perempuannya yang mendapati ayahnya sedang berjalan cepat untuk keluar menuju pintu utama. Gendis yang tidak lupa mencium punggung tangan ayahnya. " Pagi sekali yah, apa tidak sarapan bersama dulu." Gendis yang menaruh curiga dengan sikap ayahnya.

" Ayah sarapan di kantor saja." Sang Konglomerat yang mencium anak perempuannya. Keluar dari rumah dan masuk ke mobil yang seperti biasa pengawal pribadinya yang menyetirnya.

Harus sepagi inikah? Gendis yang menggelengkan kepalanya kecil. Heran dengan sikap ayahnya akhir-akhir ini.

Sementara Gendis menuju kamar tidur ibunya. " Bu, bangun!" Gendis yang menyentuh lengan ibunya dengan lembut.

" Apa nak?" Halimah dengan ekspresi wajah orang yang baru saja bangun tidur. Mata yang masih melekat antara unung mata. Mencoba membuka matanya. Dan duduk di atas ranjang. " Ada apa?"

" Aku lihat ayah sudah berangkat sepagi ini Bu. Aku merasa ayah sedikit ada yang disembunyikan atau malah aku berpikir ayah seperti..."

" Hush!" Ibunya yang memberhentikan kata yang akan Gendis ucapkan.

" Tapi Bu, ayah benar-benar seperti menyembunyikan sesuatu dari kita. Apa sebenarnya ibu tahu?"

Ibu menggelengkan kepalanya. Raut wajah berubah sedih dan termenung. Apalagi dengan mencium aroma parfum yang jelas-jelas seperti parfum wanita. Pulang larut malam yang hampir setiap hari bahkan sering menginap ke luar kota dengan dalih urusan pekerjaan yang biasanya mengajak istri dan anaknya jika mau ikut. " Sudahlah nak, ibu masih mengantuk dan masih pegal-pegal sedikit badan dan kaki ibu."

" Iya Bu, aku akan keluar." Gendis yang berjalan keluar kamar dengan ragu. Masih mengintip di balik pintu kamar. Ibunya tetiba menangis, Gendis yang mengetahui jika ibunya menyembunyikan sesuatu darinya.

" Panji..." Ketukan dari balik pintu kamar. Suara Gendis yang memanggil adik lelakinya.

" Iya kak, masuk." Sahut Panji dengan malas, karena baru saja bangun tidur.

" Bisa bantu kakak?" Gendis dengan rasa penasarannya.

Panji yang langsung mendongakkan kepalanya menatap ke arah kakaknya. " Bantu apa?"

" Bantu kakak membuntuti mobil ayah. Seperti ada yang tidak beres, akhir-akhir ini ayah selalu pulang larut malam. Bahkan aku mengintip ibu dari balik pintu. Ibu terisak tangis sendirian. Sepertinya ada masalah dengan pernikahan mereka. Takut saja dik, jika ayah hanya dimanfaatkan wanita-wanita muda yang berusaha menggoda dan hanya mengincar harta ayah. Pernikahan ibu dan ayah sudah puluhan tahun. Se usia kakak. Pasti dalam rumah tangga ada masalah, namun ayah terlalu aneh."

" Kakak dengan ibu lebih baik jangan berlebihan. Jangan over thinking! Bisa meracuni pikiran dan membahayakan. Ayah hanya sedang sibuk dan pusing memikirkan partainya yang akan maju dalam pilihan Presiden Tahun depan."

" Please bantu kakak ya!" Gendis yang merengek meminta bantuan adiknya untuk bekerja sama mencari tahu semua yang dilakukan oleh ayahnya.

" Iya...iya." Wajah malas Panji kepada kakaknya.

Gendis yang akan melancarkan aksinya bagaikan detektif Conan yang siap mencari jawaban dari segala gundah gulana ibunya.

Mengapa aku seperti tidak siap, jika ayah benar... Gendis yang menggumam lirih. Ingin mengatakan jika ayahnya benar-benar memiliki wanita lain selain ibunya. Seorang istri pasti akan merasakan jika suaminya berubah dan lain dari kebiasaan yang di lakukan nya. Ibu pasti sudah merasakannya, namun ibu masih menyembunyikannya. Ibu hanya belum pasti ayah memiliki wanita lain apa tidak.

" Bu." Ketukan pintu Gendis.

" Masuk nak!"

" Apa ibu tidak makan?"

" Iya. Ayo!" Halimah yang menyembunyikan perasaan sedihnya dan menyesakkan dada. Namun harus terlihat seolah baik-baik saja di depan putrinya.

Panji yang sudah menyantap sarapan paginya di meja makan terlebih dahulu. " Pagi Bu."

" Pagi nak."

Gendis yang sangat menghormati ibunya. Menggeserkan kursi makan ke belakang untuk ibunya duduk.

Ketiganya menikmati makan pagi bersama. Halimah yang memandangi kursi dimana tempat seharusnya suaminya duduk dan menikmati makan pagi bersama keluarga. " Dimana kamu mas? Aku bahkan bertanya pada Susi sekretaris mu, katanya kamu tidak sedang berada di kantor. Lalu kamu dimana mas? Harusnya kita makan pagi bersama dengan anak-anak. Apakah karena aku sudah tua? sehingga cinta mu sirna begitu saja. Harusnya kita menikmati masa tua kita dengan penuh nostalgia bersama, bukan malah seperti ini. Kamu terlalu sibuk, namun kamu juga memiliki bawahan yang bisa diandalkan. Tidak harus sepagi ini bukan? jika sekalipun banyak pekerjaan. Pekerjaan mu sudah tentu banyak. Karena kamu pimpinan Partai."

" Bu." Gendis yang menyadarkan ibunya dari lamunan panjangnya.

" Eh.." Ibunya langsung bereaksi terkejut dari lamunan masa-masa masih muda bersama ayahnya anak-anak.

" Ibu melamun."

Halimah yang hanya bisa tersenyum melihat anak-anaknya rukun berkumpul di meja makan. Meskipun tetap saja ada yang kurang dengan kehadiran suami yang seharusnya ada bersama mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!