Bab 4

Balutan dress motif bunga-bunga warna biru dongker dengan dipadukan warna putih sangat cocok sekali jika dikenakan oleh Mayangsari. Dress yang panjangnya di atas lutut dengan bentuk press body mengikuti lekuk tubuhnya membuat penampilan Mayangsari semakin mempesona meskipun usianya terbilang tidaklah muda. Begitu juga terdapat aksesoris anting yang berkilau menambah penampilannya paripurna bak bidadari turun dari langit. Mayangsari naik ke lantai lima, dimana acara hiburan rapat tahunan menyambut pemilu akan segera dimulai. Entah mengapa perasaannya deg-degan, tidak karuan. Padahal biasanya dia juga sudah sering wara-wiri menghibur tamu undangan. Tapi sepertinya kali ini berbeda, karena yang dia hibur adalah pejabat penting semua. Sang manager yang sudah menunggu di ruang rapat menghampiri Mayangsari yang sedang mempersiapkan namanya di panggil untuk bernyanyi di atas panggung. Beberapa saat sang moderator membacakan secarik kertas " Untuk acara selanjutnya, mari kita sambut suara emas dari penyanyi cantik kita, Mayangsari." Suara lantang menyebut nama Mayangsari dari sang moderator membuat semua yang hadir dalam acara rapat tahunan partai Bertepuk tangan riuh menyambut Mayangsari yang sedang berjalan naik ke atas panggung dengan membawa mic pribadi. " Terimakasih bapak, ibu dan hadirin semua yang cantik-cantik dan tampan-tampan." Mayangsari menyapa semua dewan rapat dan juga semua orang yang ada dalam ruangan acara tersebut.

" Sebelumnya saya mengucapkan terimakasih, karena kemurahan bapak dan ibu yang bersedia mengundang saya untuk memeriahkan acara ini. Dan masih banyak lagi agenda acara-acara selanjutnya untuk menghibur dari pada bapak dan ibu yang akan maju dalam pemilihan daerah. Salam semangat pantang menyerah." Mayangsari yang mengepalkan genggaman tangan kanannya memberi dukungan terhadap partai yang telah mengundangnya untuk ikut serta memeriahkan rangkaian acara yang sudah dijadwalkan untuk dirinya.

Tepuk tangan riuh dan siulan sahut menyahut mendengar pembukaan Mayangsari sebelum bernyanyi.

Setelah sepersekian detik, suara musik yang mengiringi Mayangsari mulai terdengar. Mayangsari seperti biasa membawakan lagu yang diminta panitia acara. Dengan suara merdunya sambil berjalan turun ke bawah mengajak para dewan rapat untuk bernyanyi bersamanya.

Lagu pertama usai dengan tepuk tangan riuh dengan suasana ruangan yang sedang menikmati hidangan makan siang.

Mayangsari bahkan merasa canggung ketika dihampiri oleh ketua partai sekaligus konglomerat negeri ini mengajaknya berduet.

" Bapak-bapak, ibu-ibu dan hadirin semua, untuk lagi kedua, saya jujur malu sekaligus kehormatan untuk saya karena Bapak Bambang T.H. mau membawakan lagu saya dengan duet bersama saya." Mayangsari memberikan senyuman lebar merekah bahagianya di hadapan semua hadirin rapat dan juga Bambang T.H yang tersenyum lebar menikmati suasana rapat tersebut.

" Bisa dimulai." Intruksi Bambang T.H kepada pemain musik yang mengiringi lagu yang akan mereka bawakan.

Alunan musik mulai terdengar perlahan, mengalir masuk ke dalam telinga bagaikan irama senja yang sangat syahdu dan menggetarkan jiwa. Mayangsari dan Bambang T.H. yang menikmati lagu yang dibawakan mereka dengan saling tatap maupun sesekali keduanya saling curi pandang. Berawal dari lagu, sepertinya keduanya ada keterikatan ketertarikan. Saling melirik dan melempar senyum malu membuat pipi Mayangsari merah merona bagaikan terbuai terbang ke langit ke tujuh.

Ya Tuhan, jangan-jangan perkataan ku tadi pagi sama Teguh yang bercanda di Amini semesta. Gumam lirih Mayangsari dalam hatinya.

Beberapa saat lagu selesai, Mayangsari dan Bambang T.H masih berdiri di atas panggung. Tepuk tangan yang riuh diberikan kepada mereka yang baru saja selesai berduet. Dari sinilah benih-benih cinta keduanya mulai bersemi. Bambang T.H seolah lupa bahwa dia sudah memiliki keluarga. Sementara Mayangsari terbuai dengan getaran cinta yang bergejolak membara dalam hatinya.

Satu jam kemudian acara selesai. Namun keduanya memilih menikmati suasana dalam rooftop dengan hidangan makan siang private. Untuk mengusir rasa canggung dan dag dig dug dalam hati Mayangsari. Dia mencoba menyembunyikan perasaannya saat itu dengan tutur kata yang seolah biasa saja.

" Terimakasih lho pak, saya sudah diberikan jamuan yang terbaik." Mayangsari yang tersenyum lebar menatap ke arah Bambang T.H.

Begitu juga dengan Sang Konglomerat yang membalas senyum bahagia karena lunch ditemani penyanyi bersuara emas seperti Mayangsari.

" Saya juga terimakasih kepada Mbak Mayang yang bersedia akan ikut serta rangkaian acara dalam sambutan pemilu nanti."

" Silahkan duduk." Sang Konglomerat yang menggeser kursi untuk Sang Penyanyi yang diperlakukan bagaikan tuan putri.

Ya, Tuhan, Jangan terlalu senang, ini makan siang biasa. Aku harap dia tidak ada rasa yang lebih dengan ku. Aku harap ini lunch pada umumnya yang dia pernah lakukan biasanya entah dengan siapapun. Mayangsari mencoba mengelak keadaan yang terjadi.

Mayangsari yang melihat berbagai macam hidangan ekslusif yang disajikan oleh Hotel Grand, memilih mengambil desert dan memasukkan ke dalam mulutnya. Bibirnya mengunyah dengan lembut tanpa bersuara. Ingin berbicara namun bingung harus berkata apa. Begitu juga dengan Sang Konglomerat yang memilih makan siang berat dan menikmati begitu saja tanpa kata. Suasana hening dan hanya bunyi sendok dan garpu dari Sang Konglomerat yang sedang beradu dengan makanan yang ada di hadapannya.

Suasana panas kota Jakarta tidak membuat ruangan rooftop VIP yang didalamnya hanya terdapat mereka berdua ikut panas. Ruangan sejuk karena pendingin ruangan yang mendukung lunch keduanya. Entah apa yang terjadi keduanya seperti memiliki ketertarikan yang sulit diungkapkan hingga jemari Sang Konglomerat menggenggam jemari Sang Penyanyi. Jemari keduanya bertaut di atas meja tanpa ada kata-kata yang berarti. Senyum manis keduanya dan bola mata yang sayu membuat keduanya terpaut tanpa restu. Dua jam menghabiskan di dalam ruangan dan hanya mereka berdua. Membuat mereka seperti satu sama lain saling memiliki. Tidak ada kata iya yang keluar dari mulut dan tidak ada kata apakah mau dan lain sebagainya, tapi semua mengalir begitu saja seperti keduanya adalah sejiwa.

" Pak Min, pulang duluan ya." Sambungan telepon Mayangsari yang berkata kepada supir pribadinya.

" Baik Nya." Tidak ada bantahan sedikitpun dari sang supir.

" Mayangsari yang masih berbincang santai dengan Sang Konglomerat dan menambah keakraban dan waktu bersama lebih banyak untuk lebih mengenal satu sama lain."

Siapa yang tidak ingin disanding dengan Sang Konglomerat yang memiliki kekayaan tidak akan habis tujuh turunan. Namun Sang Penyanyi tidak serta merta mengikuti hawa nafsunya, dia sadar bahwa Sang Konglomerat bukanlah miliknya seutuhnya. Karena ada istri dan anak-anak yang menanti kepulangannya.

" Aku tidak tahu, ini apa?"

" Ssst, kita jalani saja." Sang Konglomerat menaruh jari telunjuknya ke bibir Sang Penyanyi.

Sang Penyanyi terdiam duduk beralih dan berjalan di atas sofa. Tanpa banyak kata dan patuh mengikuti titah Sang Konglomerat.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!