Kesal

Intan dan Dirganta berjalan beriringan di lorong rumah sakit. Intan sesekali mengajak Dirganta berbincang namun yang Intan dapat hanya keterdiaman dan tatapan kesal seolah menyuruh nya untuk pergi jika tidak mau diam.

Dirganta sudah berusaha untuk menjauh, Tapi Intan terus saja mengikutinya. Banyak pasang mata yang melihat mereka membuat Dirganta risih. Namun sepertinya hanya dia yang merasakan itu.

Intan lagi-lagi mendapat keterdiaman Dirganta. Sudah dari tadi dia berbicara tapi Dirganta masih saja diam Intan yang tidak kehabisan ide pun akhirnya memikirkan sebuah cara yang tiba-tiba terlintas dipikirannya.

Intan mengajak Dirganta pulang bersama karena Intan hari ini tidak membawa mobilnya. Bukan alasan semata.

"Dokter mau ya anterin saya pulang!? Soalnya saya gak bawa mobil. Mobil saya mogok jadi sekarang masih ada di bengkel. Ya? mau ya dok. Please."

Ingin sekali rasanya Dirganta menutup telinganya rapat-rapat atau melakban mulut gadis disampingnya yang sedari tadi tidak bisa diam ini. Gadis itu sangat berisik.

Ya ampun, Intan sangat berisik, dari tadi tidak bisa diam. gerutu Dirganta.

Kepala Dirganta rasanya mau pecah mendengar cecaran gadis cerewet disampingnya. Dirganta yang jengah pun akhirnya bersuara.

"Apa kau tidak bisa diam!! saya sibuk!! Naik taxi kan bisa. Ngapain harus saya yang anterin kamu. Telpon keluarga kamu jemput kamu juga kan bisa, Masih banyak pilihan lain selain harus meminta tolong kepada saya." ucap Dirganta keras berharap Intan pergi.

Dirganta mempercepat langkahnya meninggalkan Intan yang masih setia mengikuti nya. Ia harus segera menjauh dari gadis ini, sebelum dirinya bertambah kesal.

Intan yang melihat Dirganta berusaha menjauh darinya pun ikut mempercepat langkahnya mengikuti pemuda itu walaupun tetap saja dia tidak bisa menyamai langkah dokter itu karena kaki Dirganta lebih panjang dari kakinya.

"Keluarga saya sibuk dok, Dan juga gak mungkin kan saya naik taxi malem-malem. Takutnya nanti saya diculik lagi. Atau yang paling buruk gimana kalo saya di lecehin atau yang lainnya. Dokter mau tanggung jawab!!?" cecar Intan masih terus berusaha agar Dirganta mau mengantarnya.

"Ngapain saya harus tanggung jawab. Pacar bukan, istri juga bukan. Dan juga gak bakal ada supir taxi yang mau sama kamu. Udah jelek, cerewet, kepala batu lagi. Jadi gak usah parno."

"Ya iya dong dokter yang harus tanggung jawab. Soalnya kan dokter senior saya dokter. Jadi dokter harus perhatian sama saya. Dan juga cuman dokter yang ngomong saya jelek. Semua orang yang saya temui bilang saya cantik tuh." timbal Intan tak ingin kalah.

"Dan juga sekarang itu lagi marak banget kasus penculikan dokter. Jadi dokter mau gak mau harus nganterin saya pulang." tambah Intan.

Dirganta memilih diam tidak melanjutkan, bisa panjang jika dia tetap lanjutkan. Telinganya sudah berdengung meminta ampun kepada Intan untuk diam.

Dan akhirnya Dirganta bisa bernafas lega saat pintu ruangannya sudah terlihat oleh matanya. Dirganta melangkahkan kakinya lebar-lebar dan akhirnya sampai di ruangan nya.

Dirganta mendudukkan dirinya di kursinya. Bernafas lega karena bisa menghindari Intan tapi ketenangan nya tidak bertahan lama karena Intan juga tenyata ikut masuk kedalam ruangannya dan masih menampilkan raut wajah memelas nya.

Oh ya ampun, Dirganta membenci raut wajah memelas gadis itu. Bolehkan Dirganta melempar wajah itu dengan laptop di depannya akan menjadi biasa saja.

Dan mungkin itu bukan ide yang baik karena entah mengapa Dirganta jadi tidak tega.

"Dokter mau ya, please. Dokter kan senior saya, Jadi kalo terjadi sesuatu pasti dokter Dirganta yang bakal ditanyain. Dokter mau jadi saksi kalau saya nanti diculik? Atau pasti mereka nyalahin dokter karena tidak bertanggung jawab dengan keselamatan saya."

Dirganta menghela nafasnya frustasi. Jika ia masih meladeni kepala batu di depannya dipastikan kepalanya bisa pecah. Sekarang saja kepalanya sudah pusing mendengar celotehan gadis itu.

"Baik, saya bakalan antar kamu. Sekarang pergi dari ruangan saya dan selesaikan tugas kamu!!"

Intan yang mendengar itu sontak saja langsung berteriak kecil sambil melompat riang. Dia sangat bahagia, akhirnya Dirganta menerima permintaan nya.

"Terima kasih banyak dokter, saya pergi dulu, supaya tugas saya cepat selesai. Bye dokter ganteng, Tunggu in saya ya dok. Jangan pulang duluan."

Intan berlari dari ruangan Dirganta, meninggalkan Dirganta yang mengerutkan keningnya. Apa ia tidak salah dengar? Intan menyebutnya ganteng??

Seperti nya Dirganta harus segera memeriksakan telinganya. Ia sudah gila mendengar Intan berkata jika ia tampan.

Atau mungkin dia tidak salah dengar.

Entah sadar atau tidak bibir Dirganta terangkat tipis. Ingat, sangat tipis. Dirganta yang langsung menyadarkan dirinya kembali. Bisa-bisa nya dia hendak tersenyum. Dia pasti sudah gila.

*****

Hari sudah malam dan jam menunjukkan pukul 8.30 malam. Dirganta sudah menunggu diparkiran itu sekitar 30 menit. Namun yang ditunggu belum juga datang. Apa dia tinggal saja.

"Hah, kepala batu itu kemana sih. Tadi siang maksa buat dianterin, sekarang malah gak keliatan dimana." Dirganta kembali melihat jamnya. Masih banyak laporan yang harus ia periksa di apartment nya. Tapi lihat gadis itu malah membuat waktunya terbuang sia-sia.

Dirganta juga sudah mengirim ancaman lewat pesan namun lagi-lagi dia tidak menerima balasan. Bahkan pesannya juga tidak dilihat.

Tadi mohon-mohon buat dianterin sekarang malah hilang. gerutu Dirganta kesal.

Tak lama terdengar ketukan jendela pintu mobil. Dirganta melihat siapa orang itu dan ternyata gadis tidak tau malu itu, Bahkan wanita itu menampilkan senyum tampang tak berdosa kepada Dirganta.

Intan membuka pintu mobil dan masuk kedalam. Saat hendak memasangkan sabuk pengaman dia dikejutkan dengan suara keras Dirganta.

"Darimana saja kamu!? Saya sudah nunggu dari setengah jam yang lalu. Kamu itu benar-benar membuat waktu saya ke buang sia-sia tau gak. Saya itu masih banyak urusan. Masih banyak pekerjaan yang harus selesaikan." cecar Dirganta.

Intan melihat dokter Dirganta kesal pun menggigit bibirnya. Tadi ketika ia ingin pulang, keluarga pasien memanggilnya dan bertanya sesuatu mengenai keluarga mereka yang sakit. Itulah mengapa Intan jadi lama.

Dia hendak pergi namun lagi-lagi dia ditahan disana. Intan pun segan jika harus pergi. Itu lah mengapa dia lebih memilih menunggu saja.

"Maaf dok. Tadi ada keperluan yang mendesak. Jadi saya gak bisa pulang cepat. Sekali lagi maaf dokter." Intan benar-benar merasa bersalah.

"Saya gak butuh maaf kamu. Sekarang kamu diam dan pasang sabuk pengaman. Saya bakalan antar kamu pulang, Supaya saya bisa jauh dari perempuan kayak kamu. Hah kepala saya pusing kalau lama-lama berada didekat kamu."

Intan mendengar itu tertunduk sedih. Sepertinya Dirganta memang sosok yang sulit untuk didekati. Tempramen nya juga buruk. Salah sedikit akan langsung disemprot.

Perasaan Intan juga sedikit sesak mendengar Dirganta yang tidak ingin berada didekatnya. Jatuh cinta ternyata juga bisa merasakan sakit hati.

Sepanjang jalan Intan hanya diam saja melihat ke arah jendela. Memandang bangunan-bangunan tinggi yang mereka lewati.

Mobil Dirganta berhenti disebuah rumah besar dikawasan elit di Kota Jakarta.

"Makasih ya dokter Dirganta udah mau anterin saya, Dokter gak mau masuk dulu?" tanya Intan berharap Dirganta mengiyakan ajakannya.

"Gak!! Makasih. Saya langsung pulang saja."

Dirganta langsung menancap gas mobilnya meninggalkan kediaman keluarga Intan tanpa menunggu Intan masuk kedalam rumah nya.

Intan yang melihat itu pun kesal.

"Jahat banget sih. Judes!! bikin kesel aja. Gak ada gitu ucapin selamat malam, Babai sayang atau kata romantis lain gitu, kecup kening juga boleh. Turun aja enggak dari mobilnya. Dan malah langsung pergi aja. Hah. Untung cinta." Ucap Intan menggerutu sepanjang jalan menuju pintu rumahnya.

"Sayang siapa itu yang anterin kamu?? Pacar kamu ya!? Akhirnya anak mama udah punya pacar."

Sebelum Intan menjawab mamanya sudah lebih dulu berlari memanggil papanya.

"Pa? papa, Intan tadi dianterin sama pacarnya. Kayaknya dokter juga deh, soalnya mama liat dia pakai baju dokter pa." Ucap mamanya heboh.

"Ma, ma tenang dulu ya. Jangan buat Intan jadi malu. Emang bener yang dibilang mama, kalo kamu udah punya pacar sayang?" tanya papanya.

"Enggak pa, itu bukan pacar Intan. Itu dokter senior Intan di rumah sakit. Mobil Intan mogok, Dan sekarang masih ada di bengkel. Jadi Intan minta tolong ke dokter Dirganta buat anterin Intan pulang." ucap Intan menjelaskan kepada kedua orang tua nya. Tapi sepertinya itu tidak berhasil.

"Jadi namanya Dirganta. Lain kali ajak makan malam disini dong sayang. Mama sama papa kan juga mau kenal."

"Gak bisa ma, dokter Dirganta itu cuek banget, buat anterin Intan aja harus dibujuk-bujuk dulu." Intan mendudukkan dirinya di kursi diruang makan itu.

"Mama yakin kok, nanti juga Dirganta bakal gak cuek lagi sama kamu sayang. Dan juga bakalan mencair sama anak mama. Kan anak mama cantik kayak mamanya."

"Kayak papa nya juga." tambah papanya tak mau kalah.

Intan mengangguk, mengambil makan malam nya lalu memakannya dengan tenang.

Setelah makan malam. Intan masuk ke kamarnya untuk membersihkan dirinya.

Intan berbaring lelah di kasur empuknya. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan dia belum mengantuk.

Intan berpikir sejenak, mengambil ponselnya lalu menghubungi Dirganta.

Tanpa sepengetahuan Dirganta, Intan diam-diam menghubungi nomornya sendiri dari ponsel Dirganta. Akibatnya nomor Dirganta telah berada di ponselnya.

Intan tersenyum. Licik memang, tapi Intan tidak peduli. Wajar kan saja karena dia baru pertama kali jatuh cinta. Ia akan tetap berusaha mendekati Dirganta bagaimana pun caranya.

Intan menghubungi Dirganta. Panggilan pertama tidak diangkat, begitu juga dengan panggilan kedua. Intan sudah putus asa.

Intan kembali menghubungi Dirganta dengan harapan agar Dirganta mengangkat panggilan nya. Dan benar pada panggilan ketiga panggilan itu diangkat.

"Halo? ini nomor siapa?"

"Halo? ada orang gak? kalo mau iseng saya tutup ya."

Intan yang sejak awal hanya diam pun langsung membuka mulut nya setelah mendengar ucapan Dirganta.

"Ini saya dok, Intan." Intan menjawab dengan gugup karena jantungnya yang berdetak kencang.

"Darimana kamu tau nomor saya? perasaan saya gak pernah kasih tau nomor saya ke kamu."

"Saya dapet nomor dokter dari dokter Gina, Siapa tau nanti ada hal mendesak, jadi saya nyimpen nomor dokter, dokter juga jangan lupa nyimpen nomor saya ya." Intan tidak tau harus membuat alasan apa.

"Dokter Gina maafin Intan ya, udah bawa-bawa nama dokter. Soalnya gak ada pilihan lain." ucap Intan dalam hati.

"Saya lagi sibuk! Jadi kalo cuma mau bicara hal yang gak penting gak usah hubungi saya. Buang waktu saya aja."

Dirganta memutuskan panggilan itu.

"Gadis itu maunya apa sih, setiap saat selalu ganggu, kayak gak ada pekerjaan lain aja." Dirganta melanjutkan kembali pekerjaannya. Setiap malam, ia akan selalu begadang hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.

Sebenarnya dia cukup kaget saat tau yang menghubungi nya ternyata Intan. Namun Dirganta menutupi itu dengan berbicara ketus.

Sementara dikamar serba pink itu, tampak lah seorang gadis yang sedang kesal.

"Kok main matiin aja sih. Capek-capek ngumpulin keberanian buat nelpon malah dimatiin."

Intan meletakkan ponselnya di atas nakas dengan kesal.

"Awas aja ya, kalo dokter Dirganta udah klepek-klepek sama aku, aku bakalan balas dendam. Dokter Dirganta tunggu aja.." ucap Intan sambil tersenyum miring.

Intan mengambil laptopnya. Membuka aplikasi Netflix, memilih film apa yang akan dia tonton. Setelah tau, Intan pun menontonnya. Sesekali dia tertawa karena adegan lucu.

Intan berulang kali menggigit bantal tidurnya karena gemas melihat adegan romantis yang ditampilkan di film itu.

Kapan dia bisa begitu dengan Dirganta. batin Intan.

Mungkin ketika kiamat baru Dirganta bisa bersikap romantis padanya. Karena kutub es itu sangat susah mencair.

Rasanya Intan lapar. Dia pun turun kebawah, mengambil cemilan buah kemudian kembali ke kamar untuk melanjutkan kegiatannya.

Tiba-tiba sebuah ide terlintas dipikirannya. Intan mengambil ponselnya, membuka aplikasi kamera. Mengambil foto wajahnya dengan laptop yang menayangkan film sebagai background nya dan di mulutnya dia menggigit sepotong apel.

Intan lalu mengirim foto itu kepada Dirganta dengan caption.

"Lagi nonton nih dok. Dokter lagi ngapain?"

Intan tersenyum lebar saat Dirganta membaca pesannya. Intan menunggu, menunggu lagi dan lagi. Namun tidak kunjung mendapat balasan dari Dirganta.

Intan kemudian menyerah, meletakkan ponselnya dan kembali melanjutkan tontonan nya. Dia pikir Dirganta akan mau membalas pesannya, memujinya cantik atau apalah. Tapi ternyata tidak. Dia hanya melihatnya saja.

Sedangkan Dirganta yang melihat foto Intan itu mengerutkan keningnya heran. Kenapa gadis itu mengirim foto padanya? Apa gadis itu sedang kerasukan? atau apa?

Dirganta pun memilih tidak membalasnya. Dia meletakkan ponselnya. Kemudian berjalan menuju sebuah pintu yang selalu tertutup rapat.

Dirganta memasuki ruangan dibalik pintu itu. Dirganta membaringkan tubuhnya disana. Memejamkan matanya saat ingatan itu kembali menyerang kan.

Tanpa sadar, air mata Dirganta turun. Dia merindukan kenangan masa lalunya. Dia merindukan orang itu. Tapi kenapa orang itu malah pergi.

Sampai saat ini, Dirganta belum bisa melupakan orang itu. Dirganta masih menyimpan orang itu didalam lubuk hatinya. Itulah sebabnya hingga saat ini Dirganta belum bisa menerima orang baru.

Mungkin cintanya sudah habis dibawa pergi oleh orang yang istimewa baginya itu.

Dan Dirganta tidak mengharapkan orang baru yang akan mengisinya kembali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!