Intan tak berhenti tersenyum ketika mengingat dm nya yang dibalas oleh Dirganta semalam, jika terus begini rencananya agar bisa dekat dengan Dirganta akan semakin berjalan mulus. Para dokter juga perawat yang berpapasan dengannya pun terheran melihat dirinya yang senyum-senyum sendiri.
Tak terkecuali seorang nenek yang saat ini sedang ia periksa.
"Nak Intan lagi jatuh cinta ya. Dari tadi nenek perhatiin senyum-senyum mulu, bahagia banget kayaknya." tanya nenek yang terbaring di atas brankar ruang inap itu pada Intan.
"Eh kok nenek tau, saya seneng banget nek. Soalnya orang yang saya suka udah mulai peka. hehehe." Intan mendudukkan bokongnya di kursi yang berada di samping brankar nenek itu.
Peka apanya. Perihal dm nya yang dibalas saja membuat hati Intan berbunga-bunga. Dan hari ini Intan belum pernah berpapasan dengan Dirganta, Dirganta juga tidak memberitahu nya. Apa dokter tampan itu tidak datang atau mungkin belum datang, Intan tidak tau.
Oh, mungkinkah Dirganta sudah datang sedari tadi namun memilih tidak menampakkan dirinya. Intan akan mencari tau nanti.
"Kalo gitu bagus dong, pasti orang nya baik ya makanya Intan bisa suka. Apa jangan-jangan orang nya juga kerja disini?" tanya nenek itu sambil berbisik.
"Bener nek, orangnya juga kerja disini. Namanya dokter Dirganta. Nenek jangan kasi tau orang lain ya, ini rahasia kita berdua." balas Intan dengan berbisik, sebenarnya Intan sedikit terkejut saat tebakan pasien lansia didepannya ini benar.
"Tenang aja, nenek bakalan jaga rahasia kok. Nenek juga doain semoga kamu sama dokter Dirganta berjodoh ya."
"Amin nek, terima kasih doanya."
"Kamu ngapain masih disini? Apa kamu gak tau kalo masih banyak pasien yang harus diperiksa." Ucap seorang lelaki yang baru masuk ruangan itu.
"Maaf dok, saya tadi lagi ngobrol sama pasien dok."
"Sekarang juga menghadap keruangan saya!!!" Dirganta keluar dari ruangan itu, berjalan kedalam lift dan naik kelantai dimana ruangannya berada.
Intan yang melihat Dirganta sudah pergi pun kembali menatap sang nenek.
"Maaf nek, Intan harus pergi soalnya dokter Dirganta kalo marah serem."
"Iya nak pergi aja, tapi apa itu dokter yang nak Intan suka?" tanya nenek itu menggoda Intan.
Intan tersipu malu, "Ia nek. Itu dokter Dirganta, dokter yang Intan ceritain tadi. Ya, orangnya emang galak sih nek. Kalo gitu Intan pamit dulu ya nek. Kalo butuh sesuatu nenek tinggal pencet tombol yang disamping nenek itu." Intan menunjuk letak tombol yang dimaksud, lalu keluar dari ruangan itu. Ia harus cepat pergi sebelum Dirganta bertambah marah.
Dia pikir Dirganta sengaja tidak menampakkan diri, tapi ternyata dia sendiri yang menyusul Intan. Apa Dirganta rindu padanya?
Intan sampai dilantai dimana ruangan Dirganta berada, ia segera mempercepat langkahnya, Intan mengetuk pintu itu lalu masuk kedalam. Intan melihat dokter Dirganta sudah duduk di kursi kebanggaannya.
"Maaf dokter, tapi ada apa ya dokter manggil saya?" Intan hanya menatap pemuda yang duduk didepannya ini.
"Kamu tau gak sih salah kamu!? kamu itu selalu aja lamban kalo kerja, kamu pikir pasien lain gak nungguin kamu. Saya kasi kamu peringatan sekali lagi ya, kalo kamu masih gini saya bakalan langsung minta surat pembatalan koas kamu di rumah sakit ini." Dirganta hanya menatap Intan dengan marah. Ia sudah cukup bersabar selama ini. Namun gadis di depannya ini tetap saja tidak berubah.
Berulang kali Dirganta peringatan, tapi hasilnya sama. Apa gadis itu pikir rumah sakit ini adalah tempat bermain hingga dia bebas melakukan apapun.
Intan menundukkan kepalanya.
"Maaf dokter, saya gak bakalan ulangi lagi. Saya bakalan kerja dengan giat sekarang. Sekali lagi saya mohon maaf dokter." Dirganta jika marah benar-benar mampu membuatnya tak berkutik. Harus ekstra sabar.
"Sekarang pergi, lihat kondisi pasien lain. Jika saya lihat kamu masih lalai, ancaman saya akan berlaku."
Intan mengangguk lalu pamit undur diri pergi dari sana.
Sepanjang jalan mulut Intan tak berhenti menggerutu.
"Kenapa harus galak-galak sih, kan kalo diomongin baik-baik aku nya juga bakalan ngerti, Untung aja yang marahin calon pacar kalo orang lain pasti udah sakit hati banget." Intan menggerutu sepanjang jalan. Pasien yang melihat ia hanya terheran.
Perasaan mereka satu jam yang lalu Intan masih senyum-senyum sendiri dengan perasaan bahagia, tapi sekarang wajah itu terlihat kesal.
"Lagian juga kalau ngobrol sama pasien itu bisa buat pasien cepat sembuh karena merasa si perhatikan banget. Dokter ini malah gak peka." Apa jangan-jangan dokter Dirganta kayak gitu juga ya ke pasiennya. Kalo gitu sih kapan pasiennya mau sembuh, bisa-bisa dia mau pulang karena gak mau lihat dokter Dirganta lagi.
Intan masuk ke dalam toilet. Dia melihat wajah kesalnya di cermin. Oh, cukup jelek. Intan membenarkan riasan wajahnya, mengaplikasikan lipstik, menyimpan nya kembali kemudian pergi untuk melakukan tugasnya lagi.
*****
Jam makan siang Intan masuk kembali kedalam ruangan Dirganta.
"Dokter ini udah jam makan siang, dokter mau makan siang bareng saya gak?" Intan menatap Dirganta penuh harap. Ia sangat berharap jika Dirganta mau menerima ajakannya.
"Kamu gak liat saya masih sibuk, kalo saya laper saya pasti pergi makan kok. Dan gak usah ngajak saya, saya gak mau orang di rumah sakit ini bergosip tentang kita. Karena kamu bukan tipe saya." Dirganta menolak ajakan itu dengan mentah-mentah.
Intan yang mendengar itu pun kesal. Dirganta benar-benar keterlaluan. Mentang-mentang tampan dia jadi sangat percaya diri. Ya, walaupun benar sih dia tampan. hehehe.
Intan menghela nafas berat. Ia jadi semakin semangat untuk mendekati pemuda itu.
"Tapi semalam dokter udah bales dm saya, itu berarti dokter udah mau dekat sama saya kan."
Dirganta yang mendengar itu langsung menaikan pandangan nya.
"Yang semalam itu tidak disengaja. Semalam saya sedikit mabuk jadinya saya tidak sadar jika sudah membalas pesan kamu." ucap Dirganta pedas. Enak saja, sedikitpun Dirganta tidak tertarik kepada gadis didepannya ini. Dan lihatlah bagaimana tampang bodoh gadis itu.
Senyum bodohnya membuat Dirganta merinding.
"Sekarang kamu pergi dari ruangan saya. Saya tidak bisa fokus jika kamu terus menampilkan senyum bodoh kamu itu. Senyum kamu sangat jelek."
Intan yang mendengar itu langsung melunturkan senyumnya. Bisa-bisanya senyum manisnya dikatakan jelek. Padahal ini adalah senyum tulus yang dia berikan pada pemuda didepannya ini. Tapi yang dia dapat malah ejekan.
"Kalo gitu saya pergi dulu dokter, Selamat makan siang tapi untuk nanti."
Intan berjalan keluar menuju kelantai dimana kantin berada. Intan melihat hidangan apa saja yang tersedia di kantin rumah sakit. Ternyata menu nya sangat banyak juga terlihat sehat untuk ukuran kantin pengunjung. Rumah sakit ini memang memperhatikan betul semua hal.
Sebenarnya ada kantin khusus untuk para staff di rumah sakit ini, baik dokter, perawat dan yang lainnya. Tapi disana Intan merasa sendiri, karena tidak ada yang mau mengajaknya mengobrol. Bahkan Intan sudah mencoba mengakrabkan diri tapi mereka yang seperti menjaga jarak darinya.
Setelah memilih makan siangnya Intan pun membawa nampan makanannya menuju sebuah meja yang terletak disudut kantin.
Kantin ini cukup sepi sekarang, mungkin karena jam makan siang sudah berlalu. Dan ini semua gara-gara dia yang mengajak Dirganta. Sudah diajak tapi malah ditolak.
Ia mendudukkan dirinya di sana dan mulai memakan makan siang nya dengan lahap. Setelah selesai saat hendak berdiri seseorang tiba-tiba lewat dari samping tubuhnya dan hampir menabrak nya
Intan yang terkejut pun hampir jatuh dan melotot kan matanya.
"Kalo jalan lihat-lihat dong, gimana kalo saya jatuh tadi, punya mata kok gak dipake." Intan melihat pemuda didepannya dengan kesal. Namun saat pemuda itu membalikkan tubuhnya matanya kembali membulat. Astaga kok malah dokter Dirganta sih, gimana ni.
"Sifat kamu emang gini ya? Judes banget. Ganggu ketenangan orang lain. Saya liat kamu udah selesai makan, makanya saja juga mau makan dimeja ini." Dirganta mendudukkan bokong nya di kursi yang berada diseberang Intan.
"Maaf dokter, saya gak tau kalo dokter yang lewat. Dokter juga ngapain lewat situ sih, kalo saya jatoh tadi gimana, emang dokter mau tanggung jawab?" ujar Intan membela dirinya. Ia merasa dirinya tidak salah. Dan memang gak salah.
"Saya gak peduli, lagi pula ngapain saya harus tanggung jawab, kalo kamu baik-baik aja. Sekarang kamu pergi! saya mau makan. Kalo kamu tetap disini nafsu makan saya jadi hilang." Dirganta mengusirnya terang-terangan, Intan merasa harga dirinya benar-benar di injak-injak. Ia tidak terima!!
"Kalo gitu saya gak bakalan pergi kalo dokter Dirganta yang terhormat juga gak pergi. Saya bakalan tetap disini, saya juga gak papa kalo liatin dokter makan." Intan melipat tangannya di dada, menantang Dirganta.
"Kamu benar-benar cari masalah ya, kamu emang gadis keras kepala."
"Kalo menurut dokter Dirganta saya keras kepala gak papa, terserah dokter aja." Intan tersenyum tipis "Yang penting dokter Dirganta mau sama saya." Lanjut Intan dalam hati.
"Terserah kamu, saya lagi males ladenin celotehan yang gak berguna kamu."
Dirganta menyantap makan siangnya dengan lahap, Sebenarnya ia sudah lapar dari tadi, tapi karena ia tidak mau digosipkan aneh-aneh makanya dia menolak ajakan itu. Lagi pula harga dirinya bisa-bisa turun jika ia pergi dengan perempuan didepannya ini.
Bagaimana pun ia telah memarahi perempuan ini tadi, jadi kalo ia menerima ajakan itu perempuan didepannya ini pasti berbangga hati nantinya.
Intan memperhatikan dokter Dirganta, dokter didepannya ini kenapa semakin tampan???? semakin hari ia jadi semakin cinta. Ahh Intan sudah tidak sabar menunggu hari dimana Dirganta klepek-klepek dengannya.
Secepatnya Intan harus bisa dekat dengan dokter tampan ini. Jika perlu dia harus segera menyatakan perasaannya, Siapa tau dengan itu dokter Dirganta akan mau menerima dirinya dan perasaannya kan?
"Kenapa dokter Dirganta makan disini?" tanya Intan.
Dirganta menghentikan makan nya mendengar itu dan mengangkat wajahnya melihat wajah Intan yang sepertinya sangat mengharapkan jawaban darinya.
"Memang nya kenapa? saya bebas makan dimana saja saya mau. Bahkan jika saya mengosongkan semua kantin ini juga saya bisa." ucap Dirganta menyombongkan dirinya.
Intan berdecih pelan, Intan baru tau jika ternyata Dirganta juga bisa sombong seperti ini. Mengosongkan kantin? memangnya Dirganta siapa, dia hanya dokter yang bekerja di rumah sakit ini. Bukan pemilik nya.
"Bukan gitu dokter, tapi untuk dokter yang seperti dokter Dirganta pastinya harus mendapatkan makan siang yang berkualitas kan. Kenapa dokter gak pergi ke kantin khusus staff aja."
Alasan Intan mengatakan hal itu adalah karena jarak kantin umum ini lebih jauh dari ruangan Dirganta ketimbang kantin khusus staff. Dan Dirganta malah memilih yang lebih jauh.
Dirganta memilih diam. Jika dia lanjutkan maka dia mungkin tidak akan bisa menghabiskan makan siangnya. Gadis didepannya ini sangat cerewet, ingin rasanya Dirganta mengikat mulut itu agar berhenti bicara.
Setelah makan siangnya selesai, Dirganta pergi meninggalkan kantin tanpa menunggu Intan. Biarkan saya, bukan dirinya yang menyuruh gadis itu untuk menunggunya. Gadis itu yang secara sukarela mau menunggu nya.
Intan yang melihat dokter Dirganta meninggalkan nya pun berdecak sebal.
Udah ditungguin malah ditinggal. batin Intan menatap kepergian Dirganta.
Intan akhirnya menyusul Dirganta, sedikit berlari agar bisa menyusul Dirganta.
Sepanjang perjalanan banyak dokter juga perawat yang memperhatikan keduanya. Mereka bertanya-tanya apa hubungan Dirganta juga Intan, karena tidak biasanya Dirganta mau berjalan berdua dengan seorang perempuan.
Banyak dari mereka berspekulasi jika mungkin saja Dirganta dan Intan menjalin hubungan dan ada juga yang berpikir jika kedekatan keduanya hanya karena Intan merupakan mahasiswa bimbingan Dirganta.
Dan tidak sedikit yang menatap Intan dengan benci. Baru tiga hari di rumah sakit ini tapi Intan sudah dapat sedekat itu dengan Dirganta. Sedangkan mereka, sudah berbulan-bulan bahkan ada bertahun-tahun tapi tidak juga mendapat kesempatan yang sama.
Bahkan sering kali mereka mencoba keberuntungan dengan mengajak Dirganta mengobrol, tapi yang mereka dapatnya hanya pengusiran. Dirganta paling anti untuk berdekatan dengan perempuan yang tidak dia kenal.
Tapi sekarang kenapa Dirganta malah mau berjalan berdua dengan gadis yang baru tiga hari dikenalnya. Dirganta juga tidak habis pikir dengan dirinya.
Selama bertahun-tahun, Dirganta menutup dirinya. Dia tidak pernah mau membuka hatinya kepada siapapun setelah hari itu. Dirganta bahkan tidak memberikan kesempatan sedikitpun bagi orang yang ingin mendekati nya.
Dan sekarang entah bagaimana, Dirganta tidak mempermasalahkan Intan yang ingin dekat dengannya. Dirganta tau Intan menyimpan perasaan padanya. Terlihat dari bagaimana gadis itu ketika menatapnya, ketika berada didekatnya. Semua itu Dirganta perhatikan secara diam-diam.
Dirganta ingin mengusir gadis itu. Tapi terkadang ada setitik rasa yang Dirganta tidak tau apa itu selalu ingin melihat Intan.
Tidak. Sedikitpun Dirganta tidak menyukai Intan. Bahkan Intan bukan tipe nya sama sekali. Tapi Dirganta tidak tau apa yang terjadi padanya. Yang jelas untuk sekarang dia akan terus menutup dirinya dari siapapun entah sampai kapan.
Mungkin sampai dimana Dirganta akhirnya bertemu dengan seseorang yang mirip orang itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments