Intan melihat raut wajah marah bercampur kesal juga ada tanda tanya pada Dirganta. Ia pasti akan diomeli, karena telah berani memakai pakaiannya. Tapi dia kan hanya terpaksa memakainya.
"Maaf dok. Badan saya bau, jadi saya numpang mandi dikamar mandi dokter. Dan juga saya kan gak ada baju ganti, jadi saya pinjem baju dokter dulu ya." Intan tersenyum. Arora tubuh pemuda didepannya tercium dari kemeja yang ia pakai.
"Oh ya dok, kok saya bisa tidur disini? Pasti saya ketiduran ya. Dokter juga gendong saya dari parkiran, Badan dokter juga pasti kesakitan kan karena rela in kasurnya buat jadi tempat tidur saya semalem."
"Saya lagi males berdebat sama kamu." Dirganta berlalu pergi, kembali ke kamar nya. Tak ingin menjawab pertanyaan Intan, jika dia menjawabnya sampai malam pun gadis batu didepannya ini pasti tidak akan diam. Ia harus mandi jika tidak ingin terlambat.
"Terima kasih ya dok. Karena udah rela berkorban. Dokter baik banget deh." Intan terkekeh sebelum menyantap kembali sarapannya.
Dirganta sudah selesai bersiap. Ia melihat roti dengan telur dan bacon diatasnya juga secangkir kopi. Apa gadis itu yang menyiapkannya?
Dirganta mengedarkan pandangannya keseluruhan ruangan makan itu tapi tak melihat Intan dimana pun.
"Apa dia sudah pergi?" Dirganta menyergitkan keningnya heran, namun kewarasan kembali, dia tak mau ambil pusing. Ia lapar sekarang. Dirganta memakan sarapan yang dibuat Intan dengan lahap...
Tanpa Dirganta sadari Intan melihat semua itu dengan cengiran yang timbul diwajahnya. Bahkan saat Dirganta lapar ia masih harus menjunjung ego nya. Dasar menyebalkan, Intan ingin sekali memukul kepala Dirganta agar pemuda itu tak lagi sok bodo amat di dekatnya.
Setelah puas memandangi Dirganta dari jauh Intan pergi ke kamar Dirganta untuk mengambil ponsel dan barang-barangnya. Ia harus segera berangkat jika tak ingin terlambat juga.
"Dok!? Dokter udah siap sarapannya? kalo udah ayok berangkat. Nanti kita telat lagi, saya gak mau ya saya telat gara-gara dokter yang lama." ujar Intan.
Dirganta mendengar itu langsung membuka suara.
"Saya gak mau berangkat bareng kamu. Apa yang bakalan diomongin orang kalo liat saya sama kamu satu mobil. Bisa-bisa orang mikir macem-macem lagi." balas Dirganta.
"Saya gak masalah kalo orang mikirnya apa. Kan dokter juga calon saya. Calon suami saya." Intan mengedipkan sebelah matanya. Ia benar-benar terlihat seperti penggoda sekarang.
"Lagi pula mobil dokter kan masih di bengkel. Jadi gak masalah kan kalo bareng. Atau dokter mau naik taksi aja? Tapi gimana kalo gak ada taksi yang dateng? Dokter pasti terlambat. " Intan mencoba memberikan alasan agar Dirganta mau berangkat dengannya.
Dirganta menimang-nimang perkataan Intan. Yang dikatakan Intan ada benarnya, Jika ia memilih naik taxi atau bis, bagaimana jika ia kembali sial.
"Oke! Saya berangkat sama kamu. Tapi kamu jangan berbesar hati ya. Saya cuma gak mau terlambat, bukan karena saya mulai punya perasaan sama kamu." Dirganta keluar meninggalkan Intan yang masih berdiri ditempatnya.
"Lihat aja. Udah gitu aja egonya masih tetep aja tinggi. Dasar senior dingin!! Malah ditinggal lagi, Ni apartment sebenernya punya siapa sih? yang punya malah pergi duluan." gerutu Intan.
Intan sedikit agak berlari menyusul Dirganta, karena langkah kaki pemuda itu yang cepat dibandingkan langkah kakinya.
Dirganta memang terkenal dengan sosok yang paling takut terlambat. Ia juga sangat benci dan kesal jika ada orang yang terlambat, apalagi membuat ia terlambat.
*****
Mereka berdua telah sampai diparkiran rumah sakit tempat mereka bekerja. Dirganta segera turun sebelum ada yang melihat ia.
Namun ketika ingin kabur, Intan lebih dulu mencekal tangannya.
"Dokter jangan pergi dulu. Kan kita berangkat bareng. Saya udah ngasi tumpangan lo. Masa saya ditinggal gitu aja."
Dirganta yang tak ingin memperpanjang urusan pun hanya diam. Setelah ini pasti akan banyak rumor yang beredar.
Intan melihat banyak perawat, dokter ataupun pasien wanita yang menatapnya dengan penuh kekesalan. Bagaimana tidak! Mereka pasti sudah dari dulu mendambakan pemuda tampan disampingnya, Tapi tak pernah mendapat gubrisan.
Ingin rasanya Intan menggandeng lengan pemuda disampingnya agar semua orang tau jika ia yang akan berhasil mendapatkan senior dingin itu. Tapi jika ia melakukannya, Dirganta pasti akan langsung risih dan lebih parah tak ingin bertemu dengannya.
Intan tidak mengharapkan itu. Biarlah mereka seperti ini dulu. Pelan-pelan lalu dapatkan. Ya seperti itu. Dan saat hal itu telah terjadi, Intan akan selalu memamerkan pada setiap perempuan jika Dirganta adalah miliknya.
Dirganta yang melihat Intan senyum-senyum sendiri pun terheran. Apa gadis disampingnya ini kurang waras? Dari tadi ia perhatikan, gadis batu ini hanya tersenyum seperti orang bodoh.
"Bye dok. Sampai jumpa nanti. Kalo mau bareng lagi hubungin saya aja ya dok. Saya pergi." Intan melambaikan tangannya seperti anak kecil yang melambaikan tangannya pada orang tuanya jika akan pergi sekolah.
Keduanya berpisah karena perbedaan lantai ruangan. Intan dilantai 8 sedangkan Dirganta dilantai 10.
Dirganta sampai di ruangannya dan langsung mendudukkan dirinya. Ia heran dengan apa yang terjadi. Biasanya jika seorang gadis mendekatinya ia akan marah, bahkan kadang mengeluarkan kata-kata pedas agar gadis itu pergi. Namun kepada gadis batu itu sangat sulit.
Dirganta sudah melakukan segala cara. Namun Tuhan selalu membuat mereka agar selalu bertemu.
Ketika bangun tidur Dirganta haus sehingga turun kebawah. Namun matanya seketika melihat dengan jelas Intan yang memakai kemeja kebesarannya. Gadis itu terlihat menggemaskan dengan lengan kemeja yang digulung keatas.
Sarapan yang dibuat gadis itu pun lezat. Dirganta merasa dilayani seperti seorang suami. Dirganta tersenyum tipis.
Namun senyumnya Kembali hilang. Apa yang ia pikirkan? Apa ia baru saja berfikir dengan istri yang melayani suami? Apa ia sudah gila??
Dirganta tak akan pernah mau menikah dengan gadis batu itu. Bisa-bisa ia akan cepat tua karena selalu tersulit emosi.
Dirganta mengambil laporan yang akan ia periksa. Sudah cukup!! Ia tidak mau memikirkan gadis keras kepala itu lagi.
Sementara disebuah ruangan dilantai lain, Intan juga memikirkan Dirganta. Ia pikir Dirganta akan menolak saat ia ingin berjalan bersama menuju ruangan masing-masing. Namun ternyata diluar ekspektasinya.
Dirganta malah hanya diam. Jika seperti ini terus, hubungan mereka akan semakin berkembang dan kesempatan Intan untuk mendapatkan Dirganta akan semakin mulus.
Intan tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini, sebelum ada yang merebut Dirganta darinya.Intan tidak boleh kalah start
Ia tidak akan membiarkan gadis lain mendapatkan Dirganta. Hanya ia yang boleh dekat dengan Dirganta. Hanya ia yang akan menjadi calon istri dari pemuda dingin itu.
Dirganta oh Dirganta...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments