Intan sampai dirumahnya ketika hari sudah gelap. Intan berjalan gontai menuju kamarnya, masuk lalu membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur.
"Hah, capek banget, dari pagi sampe malam badan kurus ini gak pernah istirahat. Dokter Gina kalau kerja ternyata gak main-main. Hah. Rasanya udah gak kuat. Tapi semangat Intan, jangan menyerah, ini belum seberapa. Jika udah jadi dokter nanti pasti bakalan lakukan hal yang sama." Ucap Intan pelan memejamkan matanya.
Terdengar suara pintu kamar yang terbuka menampilkan sosok ibunya yang sudah berdiri disamping tubuhnya.
"Sayang, jangan langsung tidur ya, ayok mandi dulu baru makan. Papa udah nunggu dibawah tu buat makan malam." ucap Valen mencoba membujuk putri nya itu.
Valen sangat paham, putrinya itu pasti melewati hari yang melelahkan karena baru pertama kali melakukan nya. Tapi walaupun begitu putrinya itu juga harus ingat kesehatan jangan pernah lupa makan. Karena bagaimana mau jadi dokter kalau mengurus diri sendiri tidak bisa.
Dan sebagai orang tua, Valen hanya bisa selalu mengawasi dan menyemangati putrinya agar terus semangat, tidak gampang menyerah dan juga selalu memperhatikan kesehatan.
"Iya ma, bentar lagi Intan turun. Intan mandi dulu. Mama duluan aja ke bawah." ucap Intan bangkit lalu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
Badannya lengket karena seharian dia terus berjalan kesana-kemari mengikuti dokter Gina. Dia pikir pekerjaan nya akan mudah saja karena hanya menemani dokter Gina. Tapi ternyata dia salah besar.
Menemani sih, tapi gak nyangka kalau sebanyak itu pasien yang harus di periksa. batin Intan.
Intan memilih berendam untuk memulihkan tenaga juga pikirannya. Aroma sampo yang Intan gunakan membuat tubuhnya menjadi rileks. Setelah puas berendam, Intan pun membilas tubuhnya, mengambil handuk dan keluar dari sana.
Intan kini sudah siap dengan pakaian tidur bermotif hello Kitty miliknya. Intan turun kebawah menemui ayah dan ibunya.
"Intan udah dateng sayang. Sekarang ayo kita mulai makannya, perut papa dari tadi udah bunyi." ucap ayahnya terlihat sangat semangat saat melihat putrinya sudah bergabung bersama mereka.
Perutnya benar-benar sudah berbunyi dari tadi. Namun dia menahannya karena ingin makan malam bersama. Dan jadilah dia bersemangat sekali melihat makanan yang tersaji di depannya.
Intan dan ibunya tertawa. Papanya terkadang memang suka bercanda. Sangat humoris.
Berbagai candaan juga cerita mereka lakukan. Intan menceritakan apa yang dia lalui hari ini, dan kedua orangtuanya mendengarkan ceritanya dengan baik.
Intan bersyukur, dia memiliki orang tua yang selalu mau mendengarkan cerita anaknya. Karena banyak diluar sana orang tua yang tidak mau mendengarkan anak mereka. Intan juga senang karena orang tuanya tidak pernah menyela pembicaraan saat dia berbicara.
Makan malam sudah selesai. Ayah dan ibunya juga sudah kembali ke kamar mereka. Intan membuat kopi untuknya dan juga memilih kembali ke kamarnya.
Intan mendudukkan bokongnya di kursi belajarnya. Lalu melihat laporan yang dikirim dokter Gina padanya. Ia harus memeriksa semua laporan itu malam ini. Astaga, dia masih sangat lelah.
Ternyata begini rasanya jika menjadi seorang dokter. Walaupun berada di rumah, dokter harus selalu bersiap siaga jika ada pasien yang tiba-tiba memerlukan bantuan.
Intan memutar lagi kesukaannya untuk menemani malam panjangnya dan juga ditemani secangkir kopi agar dia tidak mengantuk. Tenang saja, kopi yang dia buat itu merupakan kopi dengan kadar kafein rendah sehingga dia tidak begadang semalaman.
Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari dan Intan masih memeriksa laporan itu. Matanya sudah berat karena mengantuk. Kopi itu tidak bekerja sama sekali. Sering kali ia menguap. Ia benar-benar mengantuk. Tapi jika ia tidak mengerjakannya sekarang, bisa-bisa dokter Gina akan memarahinya.
Intan tidak mau tugas pertamanya malah membuat dokter Gina kecewa padanya. Intan akhirnya mencuci wajahnya di wastafel dan kembali untuk melanjutkan tugasnya.
Dan akhirnya laporan itu selesai jam 3 pagi. Intan lalu meregangkan otot nya, berjalan kearah kasur yang terlihat sangat empuk itu. Ia merebahkan tubuhnya dan mulai menyelimuti dirinya. Tak sampai 1 menit, Intan telah tertidur dengan lelapnya.
*****
Cahaya matahari memasuki kamar bernuansa ala-ala princess itu. Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi tapi sang pemilik kamar belum juga membuka matanya. Ia masih bergulung nyaman didalam selimut tebalnya.
Hingga ibunya mengetok pintu kamar Intan, tapi tidak ada sahutan dari dalam kamar itu.
"Sayang, kau sudah bangun?" panggil Valen. Tapi tetap tidak ada sautan dari putrinya.
Valen pun memutuskan untuk memasuki kamar putrinya dan menemukan jika putrinya masih tertidur lelap, padahal sudah lewat jam 7 pagi.
"Sayang ayo bangun. Nanti kamu terlambat koas nya. Ayo bangun." ujar Valen lembut sambil menggoyang pelan tubuh putrinya.
Intan yang merasa terganggu pun membuka matanya sedikit. Matanya masih berat karena mengantuk. Ia melihat ibunya yang duduk di sampingnya dan menatapnya dengan seksama.
"Mama ngapain disini? Intan masih ngantuk ma. Bentar lagi ya banguninnya. 5 menit lagi deh." ucap Intan kemudian membalikkan tubuhnya membelakangi Valen.
"Ayo bangun, Lihat tuh ke jendela matahari udah nongol. Kalo mau terlambat ya tidur lagi. Mama sih gak masalah, cuman koas kamu gimana nanti, kamu mau terlambat lagi?" Kata Valen lalu pergi dari kamar putrinya.
Intan seketika membuka matanya dengan lebar. Ia melihat ke arah jendela dan membulatkan mata, matahari sudah naik. Intan lalu melihat jam yang ada di atas nakas nya dan membuka mulutnya terkejut. Ternyata sudah jam 7 lewat 30 menit. Astaga ia sudah terlambat.
Intan langsung berdiri dan berlari kearah kamar mandi. Hanya perlu waktu 15 menit untuk ia bersiap. Intan tidak peduli bagaimana penampilan nya, yang terpenting sekarang adalah dia tidak terlambat. Intan menuruni tangga dengan tergesa-gesa dan tidak melihat papanya dimeja makan.
"Papa udah berangkat ma?" tanya Intan.
"Papa udah dari tadi berangkatnya. Kamu sih lama banget nya. Sekarang ayo sarapan dulu." ucap Valen hendak mengambil sarapan untuk putrinya.
"Ma, Intan sarapan di rumah sakit aja ya. Intan udah terlambat soal nya." Ucap Intan mengecup pipi ibunya dan berlari kearah mobilnya.
Valen menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir. Semalam dia terbangun karena haus, Jadi dia pergi ke dapur untuk mengambil minum. Dan saat itu dia melihat kamar Intan yang masih terang.
Valen pun memasuki kamar putrinya dan benar saja jika putrinya itu belum tidur. Valen sudah menyuruh Intan untuk tidur saja, tapi Intan menolak sebelum dia menyelesaikan pekerjaannya. Dan jadinya Valen hanya membiarkan saja.
Intan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sering kali dia bergumam jangan sampai ia terlambat. Ia tidak ingin nilainya buruk nanti. Hari pertama dimarahi dokter Dirganta, dan hari kedua tidak mau dimarahi dokter Gina.
Jalanan sedikit macet membuat Intan hendak mengumpat. Astaga, kenapa banyak sekali kesialan nya hari ini. Saat jalanan sudah sepi, Intan kembali menambah kecepatan nya.
Terdengar bunyi ban berdecit dari mobil merah yang dikendarai Intan. Intan mengambil tasnya, keluar dan langsung berlari kedalam rumah sakit itu. Intan yang melihat pintu lift sebentar lagi akan tertutup pun mempercepat larinya dan menahan pintu lift itu dengan kakinya.
Pintu lift itu terbuka kembali, Ia lalu masuk kedalam dan memencet tombol lift menuju lantai 8.
Intan memundurkan tubuhnya dan bersandar di dinding lift dingin itu. Intan mengatur nafasnya yang terengah-engah. Intan bersyukur pintunya belum tertutup, Jika dia terlambat sedikit saja tadi, entahlah berapa lama lagi dia harus menunggu lift selanjutnya.
Intan yang asyik menetralkan nafasnya tidak menyadari jika sedari awal dia masuk lift ada yang memperhatikan nya dari sudut pada orang itu.
"Masih koas aja udah dateng kesiangan. Gimana kalo udah jadi dokter beneran. Kalo saya jadi dokter Gina, saya pasti udah kirim surat pemberhentian kamu." Ucap lelaki itu dengan sinis tanpa melihat kearah orang yang dia ajak bicara.
Intan yang mendengar itu pun mengangkat pandangannya. Matanya membulat. Ternyata laki-laki di sampingnya adalah si dokter tampan. Jantung Intan berdegup kencang. Astaga masih pagi udah cuci mata aja, Pikirnya dalam hati.
Dirganta melambaikan tangannya ke wajah Intan saat melihat Intan yang hanya diam memperhatikan dirinya.
"Kenapa kamu melamun hah? Ini udah lantai 8, cepat keluar. Saya mau naik ke lantai 10. Jangan membuang-buang waktu saya." decak kesal Dirganta membuyarkan lamunan Intan.
Intan yang menyadari tingkah lakunya pun segera tersadar kembali. Ia benar-benar terlihat bodoh sekarang.
"Maaf dokter Dirganta, saya sedikit melamun tadi. Kalo begitu saya permisi dokter." ucap Intan membungkukkan badannya dan berlari keluar lift menuju ruangan dokter Gina.
Intan berdoa dalam hati semoga dokter Gina tidak marah padanya. Intan mengetuk pintu kemudian masuk kedalam ruangan dokter Gina. Ia mengedarkan pandangannya tapi tidak melihat dokter Gina di ruangan itu. Ruangan itu tampak sunyi, terlihat seperti belum ada yang memasuki nya.
Tak lama seorang perawat masuk ke dalam dan berkata.
"Intan, Tadi dokter Gina berpesan jika beliau mengambil cuti. Mertuanya sakit, jadi beliau tidak dapat hadir. Beliau juga mengatakan jika kamu akan dibimbing dokter senior lain selama ia cuti."
Intan bernafas lega. Syukur saja dokter Gina tidak hadir. "Ngomong-ngomong siapa ya dokter senior pengganti sementara dokter Gina?" tanya Intan kepo.
"Aku gak tau. Tapi yang jelas saat ini kamu diminta pergi keruangan nya yang terletak dilantai 10. Ayo aku antar keruangan nya."
Intan dan perawat itu pergi menuju lantai 10. Tempat dimana senior lain yang akan menggantikan dokter Gina.
"Nah ini ruangannya. Aku cuma bisa antar sampai sini. Soalnya masih banyak pekerjaan yang harus aku kerjain." ucap perawat itu merasa tidak enak pada Intan.
"Gak papa kok. Makasih ya udah di anterin." ucap Intan berterima kasih.
Perawat itu pun pergi meninggalkan Intan sendiri didepan ruangan dokter senior itu. Intan jadi gugup. Kira-kira dokter senior yang mana yang akan jadi pengganti sementara dokter Gina.
"Semoga aja bukan dokter killer. Bisa-bisa aku cepat tua nanti karena stres."
Intan pun menarik nafasnya dalam-dalam, memberanikan dirinya untuk masuk kedalam ruangan didepan nya.
Intan mengetuk pintu dengan hati-hati, namun tidak ada tanggapan dari dalam ruangan itu.
Intan kemudian mengetuk lagi tapi hasilnya sama.
"Belum ketemu aja udah buat emosi. Ini ada orangnya apa enggak sih " Intan mengetuk pintu itu lagi. Tak lama terdengar sautan dari dalam yang menyuruhnya masuk.
Intan akhirnya membulatkan tekad nya untuk masuk kedalam. Intan membuka pintu berjalan dengan wajah tertunduk.
"Selamat siang dokter. Saya Intan, mahasiswi koas dokter Gina yang akan dokter bimbing." ucap Intan memperkenalkan dirinya sopan.
Dokter itu hanya diam. Intan jadi dibuat gugup. Kenapa dokter didepannya tidak juga berbicara. Intan masih menunggu tapi setelah 5 menit berdiri Intan tidak kunjung mendapat apa yang ingin dia dengar. Dokter ini bener-bener menguji kesabarannya.
"Oh jadi kamu mahasiswi yang akan jadi asisten saya selama seminggu. Saya sih gak berharap itu kamu karena saya sudah tau bagaimana sifat kamu. Jadi saya bakalan ajarin kamu gimana menjadi dokter yang taat pada peraturan." akhirnya dokter itu berbicara.
Intan lalu mengangkat kepalanya dan melihat siapa dokter yang berbicara barusan. Matanya sontak membulat dan mulutnya terbuka lebar.
Kenapa dokter senior penggantinya malah Dirganta. Jika begini ia tidak akan pernah fokus. Tapi tunggu, kalo dokter seniornya Dirganta, Intan bakalan terus ada di dekatnya dong.
"Tuhan benar-benar sayang ama aku. Kalo gini caranya, Aku malah punya kesempatan besar buat deket sama dokter tampan ku ini." ucap Intan bersorak dalam hati.
Biarlah dia dimarahi terus, Intan tidak peduli yang penting dia akan memanfaatkan sebaik mungkin waktunya untuk bisa mendekati Dirganta sebelum dokter Gina kembali.
"Mulai sekarang, kamu akan saya bimbing. Kamu juga harus menuruti peraturan saya. Apa kamu mengerti." ucap Dirganta tetap tidak menatap lawan bicaranya. Dia hanya menatap dengan fokus kertas-kertas yang berada di depannya.
"Baik dokter, saya mengerti." balas Intan.
Persetan dengan peraturan, yang lebih penting sekarang dia bisa terus berada di dekat Dirganta. Ternyata koas tidak se menakutkan itu. Sekarang Intan hanya perlu berusaha.
Bagaimana membuat Dirganta membalas perasaannya. batin Intan.
Perjuangan Intan dalam mendapatkan perhatian Dirganta dimulai dari hari ini. Sekarang mungkin Dirganta masih menganggap nya pengganggu tapi Intan tidak peduli apa pun yang Dirganta pikirkan.
Semua rencana telah tersusun didalam kepala kecil Intan. Intan tidak bisa berhenti menampilkan senyum bodohnya. Bahkan dia tidak sadar jika Dirganta belum menyuruhnya duduk dan kakinya yang mulai pegal.
Perasaan nya saat itu lebih mendominasi ketimbang hanya pegal pada kaki. Jatuh cinta memang se berpengaruh itu jika datang menghampiri.
Dirganta melirik Intan sejenak. Terlihat wajah Intan yang memerah serta senyum bodoh yang menurut Dirganta sangat jelek. Ada apa dengan gadis didepannya ini, apa dia demam atau memang riasan wajahnya yang disengaja berwarna merah.
Dirganta pun kembali fokus pada kertas-kertas yang terletak di atas mejanya. Dirganta tidak peduli apa yang terjadi pada gadis itu. Yang jelas saat ini Dirganta akan menunjukkan bagaimana harusnya dokter berperilaku.
Dan Dirganta tidak sabar untuk memberi gadis didepannya ini pelajaran kedisiplinan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
FR
cakepppp 😍
2023-12-03
0
Arthur
next
2022-08-14
5