Intan mengantar Dirganta sampai depan. Hari sudah malam, dan besok mereka harus bersiap untuk pergi ke desa X.
"Saya pulang dulu." Dirganta tersenyum pamit pada Intan.
"Iya, hati-hati Dirganta." ucap Intan membalas senyum Dirganta. Intan melambaikan tangannya sebagai pengiring kepergian Dirganta. Setelah mobil hitam itu tidak terlihat, Intan bergegas masuk kedalam rumah.
"Cie yang anterin pacarnya sampai depan. So sweet banget sih. Mama jadi iri ni, inget masa muda dulu. Tapi mama liat kalian cocok banget deh. Ya kan pa?" Mama nya mulai lagi menggodanya. Papanya mengangguk membuat wajah Intan bertambah panas.
"Mama apaan si. Intan malu kalo mama ngomong gitu. Dah ah, Intan mau tidur. Besok harus bangun pagi soalnya." Intan berlari kearah kamarnya.
Kedua orangtuanya terkekeh, melihat tingkah menggemaskan putrinya itu.
****
Pagi ini Intan telah siap dengan pakaiannya. Intan juga sudah menyiapkan pakaian juga barang-barang yang akan ia bawa. Ayahnya datang dan mengangkat kopernya ke bawah menuju mobil.
"Intan berangkat dulu ya ma, pa." Intan memeluk kedua orangtuanya dengan sayang.
"Hati-hati di sana. Ingat jaga kesehatan. Perhatiin keselamatan. Mama gak mau kalo kmu sampe kenapa-kenapa di sana." peringati mamanya.
"Dan juga jangan lupa hubungin kita kalo udah nyampe." sambung papanya.
Intan mengangguk sebagai jawaban dari perkataan kedua orangtuanya.
Taxi yang sudah ia pesan telah tiba. Supir memasukkan kopernya ke bagasi. Intan duduk di kursi penumpang. Ia sebenarnya takut, tapi ini juga tugasnya. Jadi ia harus tetap semangat...
Intan melambaikan tangannya dan mengeluarkan kepalanya dari jendela pintu mobil.
Taksi itu pun bergerak membelah jalanan kota padat itu.
Taxi yang membawanya telah sampai didepan rumah sakit. Dihalaman itu sudah banyak tenaga medis yang berkumpul. Namun Intan belum melihat Dirganta. Saat Intan tengah asyik mencari keberadaan pemuda itu, dokter Gina memanggilnya agar segera masuk kedalam mobil yang telah disediakan.
Rombongan itu pun berangkat menuju desa yang terkena longsor. Intan tidak memperhatikan siapa yang ada disampingnya. Karena perjalanan yang lumayan jauh dan dia yang tak ingin lelah pun memilih tidur.
Intan tertidur dengan lelapnya. Karena jalanan kearah bukit yang berbelok-belok, Kepala Intan terjatuh pada dada seseorang.
Orang itu langsung memindahkan kepala Intan pada pundaknya. Orang itu tersenyum. Intan bahkan tidak tau jika yang berada disampingnya adalah Dirganta. Dirganta sudah lebih dulu masuk kedalam mobil.
Mobil rombongan tenaga medis itu membelah jalanan perbukitan yang segar. Pemandangannya juga sangat Indah.
Hari sudah sore ketika mereka semua sampai pada lokasi. Dirganta mencoba membangunkan Intan. Intan mengerjabkan matanya.
"Apa udah nyampe?" ucap Intan dengan suara serak khas bangun tidur dan juga meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku.
"Udah dari tadi, sekarang ayo turun."
Mendengar suara yang sangat ia kenali, Intan membuka matanya lebar-lebar melihat seseorang yang berada disampingnya. Mulut Intan terbuka lebar. Sejak kapan Dirganta berada di samping nya? Intan mengucek matanya apa ia bermimpi atau tidak.
Dirganta mencubit pipi itu gemas.
"Ayo turun. Pundak saya juga kram gara-gara ada yang nyenderin kepalanya sepanjang perjalanan."
Keduanya pun turun, menyusul rombongan tenaga medis yang lain. Desa itu sudah terlihat. Banyak rumah yang hancur, tertimbun tanah.
Mereka langsung diarahkan agar langsung pergi ke tenda darurat yang sudah disiapkan. Intan melihat para warga di sana dengan kasihan. Banyak anak-anak juga lansia di sana.
Semua tenaga medis pun mulai bertugas sesuai instruksi yang sudah diberikan tak terkecuali Intan dan Dirganta.
Hari sudah mulai malam. Saatnya istirahat sejenak. Untuk tenaga medis disediakan sebuah tenda darurat juga. Mereka akan bermalam di sana. Intan melihat itu terharu, rasa kekeluargaan sangat terasa disini.
Intan melihat sekeliling. Ia belum melihat Dirganta sejak memasuki tenda ini. "Kemana Dirganta pergi?" pikirnya dalam hati.
Setelah makan malam. Semuanya pun bertugas dibagi sesuai waktu. Intan mendapat bagian berjaga pukul 1 malam. Jadi ia harus istirahat sekarang.
Mereka tidur dengan keadaan seadanya. Memang berat. Namun itu sudah menjadi tanggung jawab mereka.
*****
Alarm ponsel Intan berbunyi. Intan membuka matanya. Ia harus segera bersiap. Intan pergi mencuci wajahnya. Setelah itu berjalan menuju pos tempat mereka bertugas.
Intan mendudukkan dirinya di kursi yang berada di sana. Kadang kala mereka berbincang, tertawa.
"Kamu ngapain disini?" Dirganta tadi pergi menolong warga untuk mencari korban yang hilang. Itu lah sebabnya ia baru kembali sekarang. Saat sampai di pos, Ia melihat Intan yang sedang ayik mengobrol dengan yang lainnya.
"Dir...Eh dokter dari mana aja?" Intan hampir saja keceplosan memanggil Dirganta dengan nama. Intan memperhatikan penampilan Dirganta. Baju nya kotor, juga wajahnya yang terlihat kelelahan.
"Saya tadi pergi bantu warga di sini. Ya udah, saya mau bersihin diri dulu."
Tenaga medis yang lain melihat mereka penasaran. Apa keduanya sepasang kekasih? Mereka terlihat saling memberikan perhatian.
"Intan, kamu pacaran sama dokter Dirganta? kok kami liat kalian tambah deket aja"
Intan tidak tau harus menjawab apa. Mereka hanya pura-pura pacaran didepan kedua orang tua Dirganta. Namun di publik mereka hanya sebatas teman.
"Enggak kok. Kan dokter Dirganta pernah gantiin dokter Gina. Jadi deket juga sebatas itu aja kok." Intan tersenyum gugup.
"Masa sih. Gak usah malu gitu. Kita bisa jaga rahasia kok." ucap mereka berusaha menggoda Intan.
Intan memilih diam. Jika diteruskan akan semakin banyak gosip yang beredar. Untuk sekarang biarlah seperti ini dulu. Intan juga heran hubungan nya dengan Dirganta seperti apa.
Hari sudah semakin larut. Intan melihat jam tangannya ternyata sudah pukul 4 pagi. matanya sudah berat. Ia membutuhkan istirahat sekarang.
Intan tetap mencoba untuk terjaga. Namun tidak bisa. Ia malah tertidur. Waktu nya berjaga tinggal 30 menit lagi.
Dirganta kembali ke pos. Ketika masuk, dirinya melihat Intan hanya tertidur dengan posisi duduk. Pinggangnya pasti akan sakit besok. Dirganta melihat jam. Waktu Intan sudah habis, namun gadis itu malah tertidur di sana.
Dirganta menggendong Intan menuju tenda tempat tenaga medis beristirahat. Ia membaringkan Intan di sana. Mengambil selimut yang ia bawa, menyelimuti Intan.
Dirganta kemudian pergi kembali ke tempat semula....
"Dok, dokter suka ya sama Intan. Kami perhatiin dokter perhatian banget sama Intan." perawat yang di sana tersenyum menggoda ada Dirganta.
"Itu masalah pribadi saya. Dan juga apa kalian tidak punya pekerjaan lain selain kepo pada masalah pribadi orang lain?"
Mereka semua terdiam. Tidak ingin mencari masalah. Dokter Dirganta jika marah sangat menyeramkan. Bisa-bisa mereka dipecat nanti. Pos itu berubah menjadi senyap... hanya karena Dirganta yang memancarkan aura dingin tak ingin diganggu...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments