Setelah selesai menghubungi Aldo Barreto, Sasa punya inisiatif untuk bersembunyi, seakan dirinya sangat ketakutan, hingga ada suara merdu dan sangat nyaring, membuat Sasa mengenalnya.
"Vina... Tak biasanya pakai baju Muslim, dimana pakaian mu yang begitu pesona." Ucapan Ningsih Ciung Wanara.
Posisi saat ini, dia berada di geng sempit, antara dua gedung saling berhimpitan, dengan bertemu dengan gadis seimut Ningsih Ciung Wanara, dengan pakaian kemeja kotak-kotak biru tua, apalagi jaketnya, malah jadikan tali pinggangnya, dengan berkulit buah sawo matang, asal lu tahu, dia itu pria bukan wanita, banyak orang menyebutnya Wanita berbatang.
Tapi tidak akan ada menyadarinya, bahwa dia ini seorang pria, dengan tampilan seorang gadis yang sangat imut, dan juga, ganas seperti anak berandal di jalanan, seperti anak gadis sedang gaulnya, walaupun begitu ia cukup di hormati oleh warga kepulauan Kalimantan.
Bisa dibilang ia adalah... Bos Mafia Burung Rajawali Emas, salah satu pelindung bagian Selatan. Ningsih Ciung Wanara, itulah namanya.
Sudah kuduga mereka pasti datang....
"Sial... Kukira cuma Jugo yang datang, ternyata Ningsih juga di sini. Aku pun tidak berpikir mereka berdua kemari." Bergumam Sasa, tidak percaya.
Dengan sifat cupu ya, Sasa begitu ketakutan, dengan berpenampilan gadis yang lugu dan pemalu, ia pun berkata. "Anda siapa? Kenapa anda memanggil aku Vina? Vina itu siapa?"
"Brengsek... Jangan pura-pura di hadapan ku... Vina!..." Marahnya Ningsih saat itu...
"Selain aku dan Jugo yang datang. Deigo juga ada di sini, miliki tujuan yang sama. Apa yang kamu rencana saat ini Vina?" Lanjut Ningsih.
"Rencana... Aku semakin tidak mengerti..." Balas Sasa, dengan sikap bingungnya. Ia pun semakin gak mengerti, apa maksud tujuannya, anggap aja begitu.
"Apa aku perlu memukulmu baru kamu paham?" Kesalnya Ningsih, dan melakukan serangkaian serangan pertama.
Apakah Sasa menghindar?
Tidak... Ia malah membiarkan pukulan keras itu, mengenai wajahnya, karena Sasa tahu, Fit Leona lagi memperhatikan padanya, kalau Sasa menghindar, Fit pasti curiga kalau dia bukan Sasa. Karena serangan itu, sangat cepat dan ganas, bahkan manusia normal pun, tidak bisa menghindarinya.
Kok bisa di perhatikan oleh Fit Leona, emangnya posisinya dimana?
Tentu di atas gedung berhimpitan, dengan perkelahian yang hebat, di antara Fit Leona dan Jugo, bahkan saat itulah... Fit mengetahui lokasi Sasa, sekaligus memperhatikan pukulan tersebut.
Maka dari itu, posisi saat ini, Sasa harus menjadi seorang paling cupu sedunia, dengan begini, Fit akan percaya bahwa dia adalah Sasa, bukan Vina yang begitu, sangat jago, dalam berkelahi.
"Sasa!..." Khawatir Fit, sehingga ia malah meleng, terhadap orang yang akan menjadi lawannya. Yaitu... Jugo Gajah Mada.
"Brengsek!... Beraninya menatap wanitaku...."Pura-pura marah, itulah yang dilakukan Jugo saat ini, justru ia kaget. "Kenapa pula ia panggil dia Sasa? Bukan Vina. Apakah ini bagian rencananya?" bergumam ya.
Karena ke meleng itulah, Fit Leona mendapatkan serangan fatal yang buat dirinya terpental, ke tanah aspal jalan, hal itu juga, tubuhnya sakit luar biasa. Dan jalan pun, rusak karenanya. Di tambah lagi, gumpalan debu yang banyak, orang biasa aku yakin langsung mati.
"Dasar lemah terhadap wanita." Ucapan Jugo Gajah Mada, dan dialah orang yang melakukan serangan fatal tersebut.
Bahkan saat ini, dia berada di atas gedung, dengan terpal tinjunya.
Walaupun terpental, Fit baik-baik saja, ia mampu bisa bangkit, sekaligus menghubungi anggota Polisi Metro, untuk membantunya.
"Tim Merah 2..."
"Siap Pak..."
"Buatlah anggota terdiri lima orang, datang kemari, dengan posisi aku berada, secara diam-diam, dan segera amankan salah satu korban penculikan, yang aku gedong tadi, sedangkan aku akan ahli kan perhatian musuh yang bikin onar, dan satu pesan dari ku, jangan lawan mereka, karena bukan lawan kalian. Paham!..."
"Siap Pak... Kami paham Pak..."
Setelah itu hubungan telepon berakhir.
Bahkan saat itu juga, ada serangan dadakan, dari arah atas. Dengan senjata pamungkas pentungan gadang Gajah Mada, mengharuskan Fit untuk menghindarinya.
"Sudah kubilang jangan menatap wanitaku." Ucapan Jugo Gajah Mada, sambil menyerang dengan senjata pentungan Gajah Mada, entah darimana dia dapatkan nya, sehingga area pemukul gadang tersebut, hancur, seakan ada gempa bumi.
"Dasar serakah... Padahal dia punya tiga wanita, ada bersamanya." Bergumam Fit sambil hindari serangan.
...
Lain hanya di tempat lain...
"Aldo sialan... Katanya mau bantu, kok nggak bantu sih, kemana perginya anak sialan itu?..." Kesal Sasa, di dalam hatinya, ia pun berlari, seakan seorang gadis lemah, dan ketakutan, hingga tidak berdaya lagi, dan juga, sudah jatuh bangun, berapa kali, hanya untuk menghindar, atau membiarkan dirinya terpukul.
Untuk buktikan bahwa dirinya gadis normal, yang tidak mungkin bisa berbuat apa-apa.
Hingga Ningsih pun bergumam, atas perilaku Sasa saat ini. "Apa yang dia lakukan? Kok cupu bener, nggak bener ini, masa bodo, aku bunuh saja sekalian, biar mampus."
Aku sih setuju aja kalau dibunuh, itu artinya hilang dong kejahatan dunia ini, walaupun satu, mungkin setelah ini akan perebutan kekuasaan wilayah.
Tapi,... Nggak mungkin deh, Sasa kan nggak selemah itu, aku yakin Sasa menghindar dan bertahan, supaya nggak terlalu fatal di tubuhnya.
Buktinya sampai sekarang, ia masih lincah, seperti gadis yang sangat sehat aja.
Dan Ningsih tahu, ini hanya permainan dia aja, membuat Ningsih malahan makin kesal padanya. "Sialan lo... Jangan pura-pura jadi cupu, hadapi aku anak sialan...."
"Apa yang kamu bicara kan... Jangan pukul aku lagi." Teriakkan Sasa, sambil berlari sana-sini, untuk hindari serangannya.
Iya begitu aja terus, seperti anjing dan kucing yang tidak bisa akur sama sekali.
"Jangan lari... Vina..."
"Aku bukan Vina... Kamu hanya salah paham."
"Salah paham apa?... Vina."
"Sudah kubilang... Aku bukan Vina."
...
Daripada melihat tingkah mereka, lebih baik ke tempat lain saja.
Contohnya... Deigo,... Udah stand by, salah satu gedung mini market, sambil melihat berita di handphonenya. "Aku salut sama wartawan TV,... Bisa dapat gambar bagus, walaupun suasananya kacau sana-sini... Hebat banget mereka... Bahkan masih selamat aja Cameraman."
"Kamu benar sekali Kak..." Itu... Suara misterius, entah darimana datangnya, membuat Deigo terkejut.
"Siapa kamu?... Keluar lah... Jangan pandai bersembunyi nya." Ucapan Deigo, dengan tatapan polong sana, dan sini, padahal di atap gedung mini market, tidak ada siapa-siapa? Apakah ada hantu?
...
Sebelum lanjut... Kenali, ini Diego Sri Asih, salah satu pria tangguh juga sih, tapi berkulit hitam, kayak penampilan penduduk asli Papua barat, jangan khawatir... Dia pria baik kok, palingan dia hanya seorang pembunuh.
Salah satu Bos Mafia Lainnya sih..., yaitu... Mafia Paus Biru Surgawi, karena kepulauan Papua, yang ia kuasai, dikelilingi laut suci dan berdarah, hanya orang paling kuat lah, yang mampu menginjakkan kaki di sana.
Berarti dia hebat dong, pantas saja, di sebut sebagai, Pelindung bagian Timur, bahkan dikenal orang paling cerdas loh....
...
"Masa kak Daigo tidak kenal aku,... Aku jadi sedih nih..." Ucapan suara misterius itu.
"Tunjukkan batang hidung loh... Jangan sembunyi..." Marahnya Deigo, ia sampai tidak mengerti, ada suara kok nggak ada orangnya, ditambah lagi, ia merasa diawasi banyak orang, sangat banyak.
Dan ternyata... Mereka semua adalah penembak jitu, melihatnya saja, sangat muak. "Apa-apaan ini? Siapa mereka?" Tanya Deigo, di dalam hatinya. "Sial!... Kenapa aku baru menyadarinya?" Marahnya hati kecilnya Deigo, sungguh ia ingin sekali berteriak, bahkan kalau bisa sekencangnya.
Tapi dia harus tenang... Tidak boleh gegabah, bisa bahaya kalau salah langkah, apalagi mengambil keputusan terburu-buru, ia bisa celaka nantinya.
"Batang hidung... Ayolah Kak Deigo, aku tidak ingin melakukannya... Bisa-bisa aku mati kalau aku keluar. Bagusan menyuruh pasukan khusus, untuk menyerang... Masalah selesai." Balas suara misterius itu, sampai saat ini, ia belum mau menunjukkan batang hidungnya.
"Apa ini ada hubungan Ibu Bos Vina mu?!" Deigo bener-bener berteriak, walaupun ia lagi bertanya.
"Kalau jawaban iya... Emangnya Kak Deigo, apa yang kamu lakukan?" Balas halus, dari suara misterius itu, bahkan aku sendiri tidak tahu, dimana ia berada?
"Tentu akan aku hancurkan." Mendengar jawaban Deigo, pasukan khusus pun, sudah mulai mengambil siaga, tapi mereka, belum juga mau menembak, sebelum ada perintah dari atasan.
"Kak Deigo... Hati-hati kalau bicara, bisa-bisa Pasukan ku, nggak sengaja menembak, dan mengenai kepala kakak, palingan aku siapkan lubang kubur terbaik, bahkan peti matinya, terbuat dari emas." Ucapan suara misterius itu. Perkataan itu, sangat mengancam nyawa, tanpa disadari.
"Lu pikir pasukan kecilmu bisa menahan diriku." Balas Deigo.
"Tentu saja bisa, kita aja bicara... Sudah lebih satu menit. Belum lagi kak Deigo mau melawan, sekitar lima menit, aku rasa cukup, tidak terlalu besar sih." Santunnya suara misterius itu. Itu artinya... Uluran waktu, sudah dari tadi.
"Ke-pa-rat!... Ku bunuh kau." Kesalnya Deigo, sambil menunjukkan Kekuatan Aura yang sangat kuat, di dalam tubuhnya.
"Aduh... Hilangkan kekuatan Aura mu Kak, bagaimana kita ngobrol dikit, sambil minum kopi." Saran suara misterius itu.
Deigo menolak ajakannya. "Tidak perlu... Katakan apa rencana Ibu bos mu."
"Emangnya kalau aku katakan, Deigo bisa mundur." Jawab suara misterius itu.
"Tergantung jawaban mu." Tanggapan Deigo.
"Ya ampun... Apa yang kalian takutkan? Hingga kalian para Mafia, datang kemari. Walaupun kami Mafia juga sih." Ungkapan suara misterius itu.
"Takut... Di dalam geng Mafia, tidak ada rasa takut."
"Kalau emang nggak takut... Kenapa kemari? Nggak bisa jawab iya."
"Kamu menjebak, agar kamu tahu tujuan kami kemari."
"Wah... Bener kata orang, Kak Deigo orang cerdas. Baiklah aku katakan..., lagipun, tidak ada gunanya kami rahasiakan."
"Cepat katakan!..."
"Ayo minum kopi dulu Kak, biar enak obrolan nya, kalau perlu kita ghibah, sampai malam."
"Ditambah dengan roti rasa coklat."
"Boleh... Turunkan senjata kalian, siapkan meja kursi, untuk kami berdua, dengan kopi hitam yang sangat enak." Ucapan sekaligus perintah, dari suara misterius itu.
"Siap... Laksanakan Pak!..." Tegas para Pasukan khusus, sekaligus mematuhi perintahnya.
Meja dan kursi sudah disediakan, hanya saja kursinya satu, hal itu, membuat Deigo terkejut. "Kenapa cuma satu kursi?"
"Aduh... Maaf... Aku nggak bisa pergi kemana-mana nih? Aku harus stand by di samping Kakak ku." Jawab suara misterius itu.
"Kakakmu, emang dia dimana?" Tanya Deigo, begitu heran. "Suara ini, punya seorang Kakak." Itu perkataan di dalam pemikiran nya.
"Kak Deigo, bener-bener serakah, selain mengetahui tujuan kami, kamu ingin mengetahui ke berada kakakku." Jawab suara misterius itu.
Secara tiba-tiba, pasukan khusus, mengangkat senjata, bahkan di arahkan Deigo, dan siap untuk menembak.
"Tuh kan... Kakak ini." Sambungnya.
Hal itu, tidak menggangu Deigo, secara halus ia pun duduk di kursi yang sudah di sediakan, walaupun posisinya di atap gedung mini market, dengan pemandangan, Kota yang begitu asri, ia pun berkata. "Lupakan saja, tentang Kakak mu dimana? Yang ingin aku ketahui, apa tujuan Mafia mu."
Tindakan itu, membuat pasukan khusus, menurunkan senjatanya, dengan sigap menyediakan kopi hitam dan roti coklat, di atas meja.
"Gitu dong, sebaiknya minum kopi dulu, karena sayang, sudah sediakan kok nggak diminum, mungkin Kakak takut, kopinya ada racunnya. Kalau begitu... Prajurit!..." Ucapan sekaligus perintah, dari suara misterius itu.
Dengan sigap, salah satu pasukan khusus, segera meminum kopi hitam di atas meja, untuk buktikan, emang tidak ada racunnya.
Sebelum di minum, Deigo mengambilnya. "Tidak perlu,... Aku percaya, kopi ini emang nggak ada racunnya."
"Sungguh... Suatu kehormatan bagiku." Balas suara misterius itu.
Dan tampaknya Deigo mengenalinya. "Aldo Barreto, kau kah itu. Seharusnya aku sadar, kemampuan Aura terkuat mu adalah... Tipe Elements, Aura Suara. mampu kendalikan suara, sesuai kemauan mu, walaupun jaraknya sejuta kilometer jauhnya." Sambil minum kopi, walaupun sedikit.
"Benar... Hanya saja tidak terlalu istimewa, cuma bisa komunikasi doang."
Setelah letakkan kopinya, Deigo bicara. "Langsung ke intinya... Katakan padaku, apa tujuan kalian."
"Sangat sederhana... Ibu bos Vina, lagi jatuh cinta." Jawab Aldo Barreto, walaupun posisinya tidak diketahui.
"Jatuh cinta, bukannya buat organisasi baru." Ungkapan Deigo, dengan wajah herannya.
"Tentu saja bukan... lagipun... Untuk apa bikin organisasi baru." Tanggapan Aldo Barreto, dengan suara yang begitu jelas.
"Dengan menguasai kekuatan militer Polisi Metro, dengan begitu, kami ditekan oleh pasukan itu." Jelas Deigo.
"Apa?! Jangan bercanda dengan ku kakak, walaupun kepulauan Jawa sudah kami kuasai, belum tentu pihak Polres Polisi Metro, mau bantu kami, Kakak tahu sendiri, polisi dan Mafia, seperti anjing dan kucing, gak bakalan bisa akur deh. Walaupun ada sih, polisi nakal, yang bisa kita manfaatkan, tapi tidak bisa semua kita kendalikan, pasti ada aja membangkang." Balas Aldo Barreto, dengan suara lantangnya, walaupun dia tidak ada di tempat.
"Kamu benar juga, aku pernah menyuruh Kepala Polisi, tunduk padaku, tapi itu tidak berhasil, salah satu bawahan anggota Polisi menusuk aku dari belakang, dengan atas nama keadilan. Hal itu menjadi perang besar antara Mafia dan Polisi, bahkan militer Tentara pun tidak bis ikut campur." Ucapan Deigo.
"Karena sebagian besar Tentara pemerintah, sudah kita kuasai, hanya saja kita tidak menduganya, anggota Polisi memilih melawan, sedangkan Tentara sudah mengetahuinya, langsung kita babat habis mereka, tanpa pikir panjang, ahahahaha!..."
Obrolan yang begitu serunya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments