Orang misterius itu, udah mulai menyerang lagi, Elsa dengan sigap mengambil barang di dekatnya, dan mencoba menangkis serangan, tentu mengunakan vas bunga ia pegang, itupun tanpa sengaja ia temukan, hal itu juga, malah terjadi aduh mekanik, dan laga dari serangan tersebut, hingga beberapa kali, tanpa henti, bahkan pisau belati itu, menggores pipi mulus Elsa, pada akhirnya melangkah mundur.
"Berani kau..." Mengumpan Elsa, begitu marah, dan melakukan tendangan balet, yang begitu keras.
Pria misterius itu terkejut. "Suaranya... Dan tendangannya... Mirip Kakak, gimana bisa? Ini tidak mungkin!" Itulah yang ia pikirkan.
Bahkan pria misterius itu, hapal benar, tentang tendangan bale tersebut. Sehingga ia mencoba menantang tendangan itu, dengan pisau belatinya, dan anehnya kaki Elsa tidak dapat dilukai oleh pisau, itupun di sebabkan... Aura terkuat, yang melindungi kakinya.
Pria tersebut, melompat dan menempel di dinding, bagaikan laba-laba diam, yang sedang menunggu mangsanya.
Elsa juga terkejut. "Dia ini bukan manusia biasa, aku harus hati-hati." Tanggapannya di dalam hati, bahkan jurus nempel dinding itu, persis jurus Adiknya.
Dengan cekatan, pria misterius, melempar pisau belatinya, bagaikan tembakan peluru, ke arahnya.
Sedangkan aku hanya ingin tahan tawa, agar tidak terlalu bahagia, belum lagi, kejadian ini bener-bener konyol, karena di ruang gelap itu, Elsa dan Aldo saling menyerang. "Alamak mereka berdua ini, ahahahaha. Apa mereka tidak mengenali saudara sendiri?"
Kurasa wajar, lagian tempat ini sangat gelap, hal itu membuatnya tidak saling mengenal satu sama yang lain, seakan ada musuh di depannya.
Makanya Aldo menyerang dengan melempar pisau belatinya, yang ternyata itu, sebuah pancingan, agar Elsa lengah, karena serangan sebenarnya, adalah tinjunya, bahkan ia tidak peduli, kalau lawannya perempuan.
Tadinya rencananya begitu, kenyataannya, Elsa mampu menangkap pisau belati itu, bagaikan bola tangkap, dan sekaligus menyadari lemparan pisau belatinya, hanya sebuah pancingan, dengan sigap, Elsa pun menangkap tinjunya Aldo, dan membantingnya ke lantai.
Nggak sampai situ, Elsa pun mengunci gerakan tubuh Aldo, sedangkan pisau belati yang ia tangkap, justru di arahkan ke leher Aldo, membuat Aldo tidak berkutik.
Aldo pun tetap melawan, tapi sayang pergerakan ya sudah terkunci, dia hanya bisa mengumpan begitu keras. "Siapa kau? Apakah kamu yang niat bunuh kakakku?"
Mendengar mengumpan itu, Elsa menyadari... Itu Aldo Barreto Adiknya. Karena dia sangat tahu, mengenal suara lelaki adiknya, yang begitu pesona dan tampan.
Makanya Elsa memanggil namanya. "Aldo..."
"Sialan... Bagaimana kamu tahu namaku?" Balas Aldo, karena ia tidak percaya, ada seorang pembunuh mengenalnya.
"Hei... Ini aku... Kakakmu." Tegas Elsa.
Aldo pun berpikir sejenak. "Bagaimana aku punya dua Kakak? Seingat ku aku punya satu Kakak. Ini hanya pembohong besar, aku harus cepat lepaskan diri."
Elsa bingung, Aldo Adiknya tetap melawan, karena tubuhnya menggeliat ke sana dan ke sini, kayak cacing kepanasan.
Hal itu di tegaskan lagi oleh Elsa. "Berhenti melawan, dan aku akan melepaskan kamu baik-baik, karena aku Kakakmu Elsa Sangkuriang, dan nama samaran ku... Vina Langit. Apa kamu mengerti sekarang?"
Aldo mengumpan lagi begitu keras. "Bahkan ia tahu nama samaran Kakakku, orang ini cukup berbahaya." Tentu di dalam hatinya.
"Tolong!... Tolong!... Ada penyusup di sini!..." Teriakan Aldo Barreto, yang begitu keras.
Hingga empat pengawal mendengar panggilan itu, dan segera memasuki ruangan VIP, dengan cepat menyalahkan lampu ruangan, supaya tidak terlalu gelap, dan menjadi terang benderang.
Salah satu Pengawal menyadarinya. "Kau yang ada di pintu masuk."
"Tangkap dia... Tangkap."
Dengan sigap, dua Pengawal menangkapnya, dan Elsa pun tidak melawan, dan membiarkan dirinya tertangkap, karena ia tidak mau, ada keributan di sini, apalagi di sini, ada Saudara kembarnya.
Aldo Barreto sangat senang, karena penyusup mudah di tangkap, padahal tadi Aldo terpojok, bahkan lehernya hampir dilukainya.
Setelah melihat wanita liar yang di tangkap Pengawal itu, ia malah terkejut. "Kakak..."
"Sekarang kamu mengerti kan aku ini Kakakmu." Ucapan Elsa sangat senang, kalau Aldo Barreto Adiknya, mengenal dirinya sebagai Kakaknya.
"Pantas aja, aku pun merasa aneh tadi, suara dan tendangan itu sangat mirip." Reflek tahu, kalau Aldo Barreto itu, terlalu dungu.
"Aku mengerti... Bisakah kamu lepaskan aku sayang." Manja Elsa Sangkuriang, rasanya ia ingin memeluk adiknya.
Melihat hal itu, Aldo berubah pikiran. "Sebaiknya tidak usah deh, bisa bahaya kalau di lepas."
"Apa!... Teganya kau..." rengekan Elsa, yang merasa tidak puas.
"Mohon maaf Tuan muda,... Apakah anda mengenali wanita liar ini." Salah satu Pengawal angkat bicara, karena dari tadi, tampaknya saling mengenal, sekaligus tambah akrab aja.
Elsa pun tidak terima mendapatkan panggilan Wanita liar. "Apa!... Wanita liar... Aku disebut Wanita liar, dik... Lihat Pengawal pribadimu, menyebut Kakakmu yang cantik dan imut gini, beraninya memanggil aku Wanita liar."
"Kalau dipikir-pikir perkataan Pengawal ku benar juga." Balas Aldo, dan mendukung perkataan Pengawalnya.
"Aldo... Kamu keterlaluan!..." Teriakkan Elsa.
"Kalau Kakak di sini, terus yang terbaring tempat tidur siapa?" Tanya Aldo.
"Aku akan bilang... Kalau kamu melepaskan aku." Syarat Elsa, dia yakin, Aldo Barreto tidak mungkin menolak.
"Lebih baik tidak usah tahu selamanya deh." Tanggapan Aldo, ia sangat khawatir, kakak ini, akan bersifat manja dan imut di depannya, bisa bahaya, karena Aldo ini, merupakan lelaki normal, ia takut akan menyentuh bagian tubuh Kakaknya, yang seharusnya tidak boleh disentuh.
Membuat Elsa Sangkuriang semakin tidak senang. "Brengsek..." Secara tiba-tiba, Elsa membanting tubuh pengawal yang telah menangkapnya.
"Apa-apaan ini? Tubuh wanita ini sangat kuat. aduh sakit sekali." rengekan kesakitan dua Pengawal, sebenarnya ia tidak sangka, Elsa ini mampu membuat dirinya terkapar di lantai kamar pasien.
"Tanpa diminta kamu berhasil lepaskan diri." Ucapan Aldo, yang begitu kecewa terhadap Pengawalnya.
"Sayang... Kamu sungguh keterlaluan..." Ucapan Elsa, makin manja di depan adiknya.
"Kakak... Kamu bisa memotong buah Apel untukku... Hari ini pengen makan buah Apel." Permintaan Aldo, dan berusaha menjauhi Kakaknya.
"Boleh... Apa yang tidak boleh adikku sayang?..." Perkataan itu, menunjukkan Elsa itu kekasih Aldo, sudah berapa kali, ingin terus dekat dengan adiknya, bahkan rela kalau dihamili, baginya tidak masalah, tapi syukurlah Aldo tidak berpikir seperti itu, dan memilih untuk menghormati sebagai Kakaknya.
Sebagai Adik Lelaki, ia harus melindungi Kakaknya, dari bahaya menyerangnya, tapi sayang kebanyakan Kakaknya yang telah bantu untuknya.
...
Para pengawal pun diminta untuk kembali ke posisi semula, sedangkan Aldo dan Elsa, duduk saling berhadapan, di tempat Sasa Sangkuriang terbaring koma di sana.
"Nah Apelnya." Ucapan Elsa, sambil memberikan apel kepadanya.
"Terima kasih Kak." Balas Aldo, dan menerima apel pemberian Kakaknya, yang lebih kagetnya lagi, Elsa menggenggam tangannya, dengan cepat menarik kembali tangannya. "Sikap Kakak belum berubah." Pikirannya.
"Ah Aldo... Kenapa sih kamu sulit didekati, aku ingin sekali dipeluk olehmu sayang." Manja Elsa, ia tahu sikapnya itu, hanya untuk menghormatinya, bahkan Elsa pun berusaha mengalihkan pandangan padanya, dan mencari pria lain, tapi sayang tidak sebaik adiknya.
Elsa sangat kesal, kalau dia dan Aldo Barreto, adalah Adik Kakak, ia sangat berharap dilahirkan dengan keluarga berbeda, agar Elsa bisa nikah sama Adiknya yang begitu pesona dibuat olehnya.
"Kenapa sih aku punya adik setampan ini." Bergumam Elsa. yang terus memandangi wajah adiknya.
Dengan cepat Aldo Barreto bertanya Kakaknya, perihal Sasa dan Elsa. "Kakak... Kenapa begitu mirip? Antara kamu dan dia." Bagi Aldo sulit bedakan, mana Elsa dan mana pula Sasa.
"tentu saja mirip sayang... Karena aku dan dia, adalah saudara kembar." Jawab Elsa, sambil mendekati adiknya, karena dia berjalan ke arah padanya.
Belum lagi, Elsa membuka Rompi anti hujan yang berbentuk Hello Kitty yang cantik, dan perlihatkan tubuh Indahnya.
Dengan sigap, Aldo menutupi kembali, dan tidak akan biarkan Kakaknya, melepaskan Rompi anti hujan hello Kitty itu. Sambil berkata. "Kakak... Malam ini begitu dingin, jadi jangan buka sembarang, kalau kakak masih buka, aku akan pergi."
"Baiklah aku mengerti..." Respon Elsa, segera memeluk kehangatannya.
"Daripada Kakak memeluk ku, lebih baik cerita. Entah rahasia apa lagi? Yang belum diungkapkan oleh Paman Fu." Tanggapan Aldo Barreto, dan berusaha bersikap biasa. "Tahan... Dia ini Kakakmu." Tekad dalam hatinya.
"Baiklah sayang..." Balas Elsa Sangkuriang, tidak lepas dari pelukannya, dia pun menceritakan satu persatu, dari Ayah mereka, Ibu mereka, dan juga pisah dari saudara kembarnya.
Mendengar cerita Elsa, hati Aldo bergetar, dan sangat benci terhadap Keluarga Sangkuriang, dan juga senang kalau Ibunya masih hidup.
"Begitulah ceritanya sayang..." Ucapan Elsa mengakhiri ceritanya. Bahkan sangat tidak terlalu detail ceritanya, apakah itu benar atau tidak? Tapi Aldo dan Elsa sudah mulai percaya terhadap Paman Fu, yang sudah di anggap keluarga sendiri.
"Jadi... Kakak punya permintaan buat kamu." Lanjutnya.
"Apa itu Kakak? " Balas sopan Adiknya, dan cepat-cepat melepaskan pelukan hangat dari Kakaknya, membuat Elsa tidak senang, kalau Adiknya melakukan itu.
"Cari informasi tentang Sasa, gimana kehidupan dia sekarang?..." Permintaan Elsa, ingin sekali lagi memeluknya.
Dengan tanggap, sambil menghindar. "Tidak masalah... Aku akan melakukannya."
"Ih... susah amat dekati." Kesal Elsa, di dalam hatinya.
Sehingga mengubah topik pertanyaannya. "Oh iya, gimana keadaan Sasa saat ini."
"Ia seperti lihat sendiri, yang begitu trauma, dan belum sadar, belum ada tanda ia mau bangun tidurnya." Jawab Aldo, dengan cepat.
"Apakah dia kekurangan darah?" Tanya Elsa, sekali lagi.
"Iya Kakak, ia kekurangan darah. Bahkan saat ini, belum ada donor darah Rumah Sakit ini Kakak." Balas Aldo sopan.
"Sayang... Kenapa nggak kamu aja yang kasih donor darahnya, apakah darahmu tidak cocok dengannya sayang." Ungkapan Elsa, dan sekali lagi untuk mendekatinya.
"Sudah Kakak... Tapi masalah darahku nggak cocok Kak, jadi nggak bisa." Balas Aldo, sekali lagi menghindar, sampai Elsa berhenti berusaha mendekati adiknya. Yang begitu Imut, karena apa? Karena ingin sekali... Bermesraan dengannya.
"kalau begitu aku mundur diri Kak." Lanjutnya. Sebelum terima izin, Aldo pergi begitu saja. Lagipula sudah berpamitan.
"Padahal aku ingin bilang jaga dirimu... Asal pergi aja." Pinta Elsa, tidak terima perilaku adiknya.
"Dan juga, begitu banyak pertanyaan, salah satunya, kenapa Sasa ada bersamamu Aldo?" Keluh kesah Elsa, di dalam hatinya.
Sekaligus Elsa akan mengecek darahnya, apakah darahnya cocok untuk Sasa? Bagaimana juga? Ini antara hidup dan mati Sasa Sangkuriang.
Dengan segera ia bangkit dalam duduknya, dan pergi mengecek darah, karena Sasa butuh banyak darah saat ini, sebab kelihatannya pucat.
Saat di pintu keluar, ia meminta pada Pengawal. "Tolong jaga dia."
"Baik Nona." Jawab Pengawal, tanpa membantahnya.
Menurut ku tidak perlu di cek lagi, karena kalian itu saudara, di tambah lagi, lahir di tanggal yang sama, bulan yang sama, dan tahun yang sama. Atau... Elsa belum percaya, kalau Sasa itu Saudaranya, atau aku berburuk sangka, bisa jadi darahnya berbeda, soal begini aku tidak tahu, bagaimana juga aku bukanlah Dokter.
Tapi perasaan ku, kalian itu sama, sama-sama perlu kasih sayang, karena sayang itu sudah hilang entah kemana? Bahkan rasa sayang itu belum ditemukan.
Kalau sudah ditemukan... Kamu akan mengerti, apa arti kebahagiaan itu Elsa.
Bahkan sikap ku ini, malah menyandarkan tubuhku ke dinding, yang ternyata aku tidak bisa menyandar ya, aku hanya pura-pura biar keliatan keren gitu.
Tapi siapa yang aku tunjukkan? Biasanya aku melakukan ini, terhadap orang ku suka, yang bahkan tidak tahu siapa dia?
...
Sementara itu, di ruangan pasien Sasa Sangkuriang. "Abi... Kamu di sini, aku melihat mu melayang dan tertembus tembok." Itupun air matanya menetes, karena ia sangat rindu, sosok Abi, yang selalu memanjakan nya.
Tampaknya ia tolak untuk bangun, dan rela mati di Rumah Sakit ini, Sasa Sangkuriang beneran putus asa.
Setelah melihat sosok Abi... Melayang, ia miliki semangat hidup, dan segera mengerakkan jari kelingkingnya, tapi cuma itu yang bisa ia lakukan.
Senjata api, yang membuat Sasa terbaring lemas di kasur pasien, antara hidup dan mati, Sasa berjuanglah untuk hidupmu.
Hingga Elsa kembali bersama Ibu Dokter, yang bernama Dokter Cahya. Salah satu dokter pribadi Sasa, dan menyatakan darah Elsa cocok untuk Sasa, dan juga dua perawat yang lagi bertugas.
"Sudah kuduga, pasti cocok." Feeling ku tepat.
Dan segera, mendonorkan darah Elsa ke tubuh Sasa. Agar selamat, antara hidup dan mati, senjata api sialan itu, bener-bener menakutkan.
Ini sebuah keberuntungan, kalau Sasa masih bernapas saat ini.
"Mba... Tolong jaga keluargamu dengan baik, sebentar lagi ia siuman." Kata Dokter Cahya, yang begitu percaya diri.
Itupun sesudah, memasang donor darah, sekaligus meriksa keadaan Sasa Sangkuriang, dan keliatannya sudah membaik.
"Baik Dok! Terima kasih. Apa ada lagi Dok?..." Balas Elsa, dan sekaligus bertanya kepada Dokter Cahya, mana tahu ada perawatan medis lain, yang akan di jalani Sasa saat ini.
"Tidak ada Mba... Paling... Tolong diperhatikan saja,... Saya permisi Mba." Jawab Dokter Cahya, dan ingin pergi.
Bahkan sebelum pergi, Dokter Cahya berkata. "Kalau ada apa-apa, tolong hubungi saya, apalagi saat sadar nanti." Dia berkata begini, karena ia Dokter pribadi Sasa.
"Baik Dokter, Sekali lagi terima kasih perhatiannya." Balas Elsa, tentu dengan sopan.
"Sama-sama." Tanggapan Dokter Cahya, sekaligus para perawat wanita, mengekor belakang tubuh Dokter Cahya, kemana Dokter Cahya pergi.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments