Milannita berdiri gugup diantara kerumunan para pedagang yang saat ini berebut minta di poto bersama. Matanya nampak menatap satu-persatu orang dengan bibir yang sedikit dinaikan penuh rasa tidak suka.
'Aduh, kenapa aku pake turun segala si tadi,' ( Batin Milan )
''Mbak, Poto dulu ya, saya penggemar berat Mbak,'' pinta salah satu pedagang laki-laki mengeluarkan ponselnya.
Milan hanya mengerutkan keningnya merasa risih sebenarnya, dia menatap sekeliling mencari sosok Zergo pemuda yang membawanya ke sana.
''Mbak, kenapa diam saja? ayo Poto dulu, saya penggemar berat anda lho, senang sekali artis terkenal kayak anda bisa datang ke pasar kami,'' ucap pedagang itu lagi sedikit memaksa.
Akhirnya, mau tidak mau dia pun mengikuti keinginan orang yang mengaku sebagai penggemar beratnya itu, berfoto bersamanya dengan senyum yang terlihat dipaksakan.
Akhirnya, Zergo pun melihat keriuhan yang berada di depan mobilnya, dia segera berlari ke arah dimana mobil itu berada dan meminta para pedagang itu untuk tenang dan sedikit mengurangi kepadatan.
''Kamu kemana aja si? lama banget,'' tanya Milan kesal.
''Maaf, tadi saya lama. Kita pulang sekarang.''
Zergo segera membuka pintu mobil dan membantu wanita bernama Milannita itu untuk masuk ke dalam mobil. Setelah itu, Zergo pun masuk ke dalam mobil melalui pintu samping dan duduk di depan kemudi.
Seketika, Zergo pun segera menyalakan mobil, dan mobil itu melaju pelan meninggalkan kerumunan yang saat ini masih meneriakkan nama artis papan atas, Milannita.
''Ikh ... Mereka bau-bau,'' rengek Milan mengusap tangan serta dress yang dikenakannya.
''Ha ... ha ... ha ..., namanya juga pedagang pasar, seharian berkeringat, ya pasti sedikit bau 'lah.''
''Ini namanya bukan sedikit bau lagi, tapi bau banget, bau ikan, bau daging mentah, ikh ... Menyebalkan,'' ucap Milan membuat Zergo terkekeh.
''Iya-iya, artis terkenal kayak kamu mana ngerti susahnya nyari duit di pasar, nungguin dagangannya ada yang beli dari pagi sampe sore, panas, berkeringat, tapi uang yang mereka dapatkan halal, lho.''
''Jadi maksud kamu, uang yang saya dapatkan sebagai artis, tidak halal, gitu ...?''
''Nggak, maksud saya bukan begitu.''
''Lalu ...?''
''Ya, maksud saya, kamu harus sedikit bersimpati kepada mereka yang ada di pasar tadi, orang yang kamu bilang bau itu adalah kepala keluarga yang sedang mencari nafkah untuk anak istrinya, begitu.'' Jelas Zergo dengan tatapan mata menatap lurus ke depan, menatap jalanan.
Milan hanya terdiam.
''Eh ... Tapi kayaknya ini udah mau malam lho, jalanan sini kalau malam sepi dan rawan begal. Gimana kalau saya antar pulangnya besok aja.''
''Terus saya tidur dimana?''
''Sementara di rumah saya dulu, kebetulan saya hanya tinggal sendirian, meskipun rumah saya tidak semewah rumah kamu, tapi lumayanlah dari pada kamu tidur di jalanan.''
''Apa di daerah sini gak ada hotel?''
Zergo menggelengkan kepalanya.
''Hmm ..., ya udah kalau gitu. Tapi kamu janji ya, besok kamu harus antar aku pulang ke kota,'' pinta Milan penuh penekanan.
''Iya, saya janji. Besok saya bakalan antar kamu pulang.''
''Satu lagi.''
''Apa?''
''Jangan macam-macam, jangan berani deket-deket sama saya, apalagi pegang-pegang atau nyentuh saya segala,'' tegas Milan memberi peringatan.
''Iya, baik Nona Milan. Saya gak akan macam-macam, lagian mana mungkin saya macam-macam sama artis idola saya sendiri,'' jawab Zergo tersenyum senang.
Akhirnya, mereka pun sampai di depan sebuah rumah, rumah sederhana namun, memiliki halaman yang lumayan luas lengkap dengan rumput hijau dan beberapa tanaman jeruk nipis di tengah-tengahnya.
Ckiiit ....
Mobil pun berhenti tepat di depan rumah, Zergo segera keluar dari dalam mobil, begitupun dengan Milan yang turun dengan mata menatap sekeliling halaman yang terlihat rindang dan asri dengan udaranya yang terasa segar.
''Nah, ini rumah saya. Semoga betah, ya.''
''Betah ...? orang saya cuma mau tinggal sehari doang di sini, ngapain pake betah segala,'' ketus Milan dengan wajah masam.
''O iya, kayaknya saya yang terlalu ngarep lebih, he ... he ... he ...!''
''Ya udah, buruan ajak saya masuk, capek ini.''
''Silahkan masuk Nona Milan.''
''Milan aja, jangan pake Nona segala. Saya gak suka dengernya.''
''Oke, silahkan masuk Mi-lan,'' Zergo dengan sedikit terbata-bata, berjalan ke arah teras rumah lalu segera membuka pintu.
Ceklek ....
Pintu rumah pun di buka, rumah sederhana namun, terlihat bersih dan nyaman, ruang tamu yang tidak terlalu banyak perabotan terlihat bersih hanya dengan satu setel kursi sudut berwana hitam.
''Silahkan duduk Milan, saya siapkan kamar kamu dulu sebentar.''
Milan hanya mengangguk dengan wajah datar lalu duduk di kursi dengan bersilang kaki, sepatu high heelsnya pun masih menempel sempurna dikakinya seperti enggan untuk dilepaskan.
Ceklek ....
Zergo membuka pintu kamar yang berada tepat di samping ruang tamu dan masuk ke dalamnya, sepertinya dia sedang membersihkan kamar yang memang sudah lama di biarkan kosong.
Tidak lama kemudian, Zergo pun keluar dari dalam kamar lalu mempersilahkan Milan untuk beristirahat di kamar tersebut.
''Silahkan istirahat di kamar ini, Nona Milan. Eh ... Maksud saya, Milan,'' pinta Zergo dengan sedikit cengengesan.
Milan hanya tersenyum datar, lalu masuk ke dalam kamar dan menatap sekeliling kamar yang terlihat sederhana namun, terlihat bersih dan juga rapih.
''Maaf ya. Kamarnya sederhana, beginilah keadaan saya.''
''Kamu tinggal sendiri?''
Zergo menganggukkan kepalanya.
''Gak punya saudara atau setidaknya orang tua kamu mungkin?''
''Orang tua saya sudah lama tiada, dan saya anak semata wayang, mereka hanya meninggalkan rumah ini sama perkebunan untuk saya kelola,'' jawab Zergo merasa sedih.
''Oh ... Maaf, saya tidak bermaksud.''
''Nggak apa-apa ko. Saya tau kamu pasti penasaran.''
''Siapa bilang, biasa aja.''
''Oh, kirain. Uhuk ... Saya kebelakang dulu ya, mau mandi,'' ucap Zergo hendak keluar dari dalam kamar.
''Tunggu, Zergo.''
''Ada apa?'' Zergo menghentikan langkah kakinya.
''Apa kamu punya pakaian wanita, atau apapun yang bisa saya pakai? pakaian saya semuanya ikut raib di ambil perampok tadi,'' pinta Milan sedikit terbata-bata.
''Hmm ... Sebentar, saya carikan di lemari mendiang ibu saya, siapa tau masih ada pakaian layak yang masih bisa dipakai.''
Milan menganggukkan kepalanya.
Zergo pun keluar dari dalam kamar, dan 10 menit kemudian dia kembali dengan membawa beberapa stell pakaian.
''Ini, meskipun tidak sesuai dengan selera kamu, tapi saya pikir lumayan daripada kamu kegerahan memakai gaun panjang seperti itu,'' Zergo meletakkan beberapa setel pakaian di atas ranjang.
''Ini ...?''
Zergo menganggukkan kepalanya.
''Kalau begitu saya keluar dulu ya.'' Zergo hendak melangkah lagi keluar dari dalam kamar.
''Tunggu ....''
''Apa lagi, mau saya bantuin ganti bajunya?''
''Ish ... kamar mandinya dimana?''
''Ada di belakang.''
''Kamar ini gak ada kamar mandinya?''
Zergo menggelengkan kepalanya.
''Hmm ...'' Milan bergumam kesal.
Setelah itu, Zergo pun keluar dari dalam kamar lalu menutup pintu dari luar.
Sementara itu, Milan segera meraih pakaian yang tadi diberikan oleh Zergo, merentangkan pakaian tersebut lalu mengerutkan kening.
''Pakaian apa ini? Apa ini yang disebut daster? pakaian yang biasa digunakan oleh ibu-ibu rumah tangga biasa?'' gumam Milan, merentangkan daster berwarna merah di depan matanya.
''Apa aku harus pakai baju kayak gini? ya Tuhan ... Mimpi apa aku semalam?'' Gerutu Milan kesal.
❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Gavin Bae
bagus ceritanya.jarang cerita seprfti jni.👏👍
2024-02-01
0
Shinta Dewiana
hissss...masih aja sombong...
2024-01-31
0
Tuấn Mark
nggak suka karakter milan sombong
2023-03-12
0