AJAKAN MAKAN MALAM

Dua hari berlalu sudah, Sabina masih menikmati rutinitasnya sebagai ibu untuk Zio dan merehatkan pikiran sebelum mulai menjalankan usaha yang terpikir di otaknya.

Jam 11 siang saat itu, Sabina baru selesai menyuapi Zio dan kini ia baru saja mengambil nasi dan lauk ingin mengisi perutnya juga. Sabina membawa piring dalam genggaman menuju ruang tamu sekaligus ruang keluarga dalam Apartemen itu. Maklumlah Apartemen Viola memang minimalis, hanya ada dua kamar tidur, satu ruang tamu, dapur, kamar mandi dan balkon yang digunakan untuk menjemur pakaian.

Sabina baru saja meraih remote TV ingin melihat berita yang sedang menjadi pusat perbincangan mengenai polisi yang terbunuh dan membuat gempar masyarakat Indonesia, namun belum lagi tombol ditekan bel Apartemen sudah berbunyi lebih dulu.

"Bunda, boleh Zio buka?" kata Zio sangat pengertian melihat bundanya yang baru saja ingin bersantai, ia ingin mengurangi pergerakan ibunya.

"Ia boleh tapi lihat dulu dari lubang kalau laki-laki biar bunda yang buka!"

"I-ya," jawab Zio. Sabina memang lebih tenang jika tamu yang datang adalah wanita dan membiarkan Zio membukanya, sebaliknya Sabina merasa khawatir jika tamu yang datang laki-laki dan tak dikenal pula. Sabina memilih dia sendiri yang akan membuka pintu untuk tamu lelaki.

"Bunda, ada ibu-ibu, boleh Zio buka?" Suara teriakan Zio terdengar.

"Iya boleh. Jangan lupa tanya keperluannya ya, Nak!" kata Sabina setelah memasukkan suapan ke mulut. Sabina diam-diam tetap memperhatikan Zio, berjaga-jaga. Bagaimana pun Sabina sadar tak boleh lengah, bagaimana pun Zio anak yang cukup tampan dan menggemaskan. Tak ada yang tak suka Zio. Di Apartemen itu bahkan Zio cukup dikenal oleh kalangan ibu-ibu. Semua berharap memiliki anak seperti Zio. Karena hal itu, wajar jika Sabina sedikit protected sebagai penjagaan untuk Zio.

"Assalamu'alaikum, hai ka-mu lucu banget sih. Hmm ... a-pa kamu anak Sabina?" Wanita yang baru tiba begitu sumringah melihat Zio membuka pintu. Ia yang rindu memiliki anak bertambah kuat lagi keinginan memiliki anak. Diam-diam ia berdoa akan memiliki anak seperti Zio.

"Wa'alaikumsalam. I-ya Sabina nama bunda aku. I-ni siapa? Bukan orang jahat, kan?" kata Zio dengan polosnya membuat ia yang adalah Arumi tersenyum merasa Zio begitu lucu.

"I-bu, kok gak jawab tanya Zio? Ibu orang jahat bukan? Kalau jahat pulang aja! Ibu nggak boleh masuk!" Lagi-lagi Arumi tersenyum ke arah Zio.

"Memang tampang ibu seperti orang jahat, hem?" Sebuah cubitan didaratkan Arumi di pipi chubby Zio, ia gemas dengan Zio.

"Ahh sa-kit ibu, jangan cubit-cubit nanti pipi Zio copot!"

Arumi kembali tertawa dan berkata. "Oh, iya iya siap. Ibu janji nggak akan cubit Zi-o lagi. Hm ... nama kamu Zi-o kan?" Arumi yang sebelumnya hanya mengira nama Zio dari ucapan spontan Zio memastikan kebenaran asumsinya.

Zio mengangguk.

"Oh ya Zio anak pintar, apa ibu bisa bertemu bundanya Zio?"

"Sebentar Zio tanya bunda dulu!" Belum lagi Arumi merespon, Zio sudah berlari ke arah dalam.

.

.

"Bunda ... tamunya ibu-ibu katanya mau ketemu bunda. Apa dia boleh masuk?" tanya Zio sembari menatap lekat Sabina yang baru saja menelan makanan di mulut.

Ibu-ibu? Siapa ya ibu-ibu yang mencari aku?

"Zio Sayang, bunda minta tolong Zio ke luar lagi dan tanya nama ibu itu, ya! Biar bunda tahu dia siapa," kata Sabina lagi dan tak menunggu lama bayang Zio tak terlihat. Ia sudah berlari menuju pintu lagi melakukan titah Sabina.

Zio sudah sampai di muka pintu. Netranya langsung menatap Arumi seksama.

"Hai Zio, bagaimana? Apa ibu bisa bertemu Bunda?" Arumi membungkukkan tubuh mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Zio, ia bicara dengan lembut pada Zio.

"Ibu namanya siapa?"

"Oh," decak Arumi langsung paham bahwa pasti Sabina menyuruh Zio menanyakannya.

"Ibu Arumi. Bilang kalau nama ibu adalah Arumi, oke!"

Zio kembali berlari dan Sabina yang mengetahui yang datang adalah Arumi segera meletakkan makanannya ke dapur dan berdiri menghampiri Arumi.

"Mbak Arum, ma-af ... aku pikir bukan, Mbak," kata Sabina tersenyum tak enak hati.

"Gpp, protect itu bagus kok. Bina maaf aku mengganggu waktu kamu," ucap Arumi lembut.

"Eh kata siapa Mbak ganggu aku, enggak kok. Ayo masuk, Mbak!"

Keduanya langsung masuk ke dalam. Sabina meminta Arumi duduk di ruang tamu sementara ia ke dapur membuatkan minuman.

"Ayo diminum, Mbak!" kata Sabina setelah Kembali dari dapur. Ia meletakkan teh hangat di depan Arumi.

"Makasih Sabina, kamu memang baik."

Sabina tersenyum. Sabina yang melihat ekor mata Arumi terus melihat ke arah Zio segera memanggil Zio dan meminta putra kecilnya untuk mencium tangan Arumi. Zio menurut, ia segera berlari dan bermain lagi dengan mobil-mobil kecilnya tak jauh dari Sabina dan Arumi duduk.

"Anak kamu lucu sekali, Bina," kata Arumi memulai perbincangan.

Sabina tersenyum. "Iya, Mbak."

"Kata mas Edo ada satu lagi putramu dan ia sedang mondok, betul?"

"Iya betul, Mbak," ucap Sabina lagi sopan.

"Bahagia ya memiliki dua penjaga," kata Arumi setelahnya. Berbeda dari rahut sedih dua hari lalu tatkala membicarakan perihal anak, kini pancaran wajah Arumi tenang dan santai saja kendati Sabina tahu apa yang Arumi rasakan.

Sabina menggenggam jemari Arumi. "Mbak kelak akan memilikinya. Aku percaya itu!"

"Terima kasih, Sabina. Amiin. Doa terbaik juga untuk kamu."

"Amiinn. Oh ya, apa yang membuat mbak Arumi datang mencari saya?" ucap Sabina setelahnya. Ia merasa sudah waktunya masuk ke pembahasan inti.

"Oh iya, sampai lupa kan dengan tujuan aku datang karena asik mengobrol tentang Zio. Begini Bina, a-ku dan mas Edo mengundang kamu datang ke rumah. Kita makan malam bersama. Kamu ma-u kan, Bina?" Sorot mata itu tampak penuh pengharapan. Sabina yang tak bisa melihat wajah memelas Arumi menatap lekat Arumi.

"Tapi untuk apa, Mbak? Bukankah hubungan Mbak dan pak Edo sudah lebih baik?" tanya Sabina.

"Jangan salah paham Sabina, tentu kami tidak berniat buruk sama kamu. Hanya makan malam sebagai rasa terima kasih kami karena kamu telah membuka mata dan pikiran kami. Kamu mau, kan?" cecar Arumi membujuk Sabina.

"Kalau boleh saya tahu, bagaimana kini hubu-ngan kalian?" tanya itu terlontar spontan saja. Sabina berusaha memastikan tak ada lagi masalah dalam hubungan keduanya.

"Semua baik. Terima kasih semua berkat kamu! Mas Edo kini berubah lebih sabar dan lembut sama aku, aku nyaman. Kamu hebat Bina, kamu lantang menyuarakan rasamu. Suatu berkah untukku bisa mengenal wanita sepertimu."

Sabina bahagia awalnya mendengar ucapan Arumi, namun kemudian ia tersenyum getir. Sabina merasa tak sespesial itu, tak sehebat itu.

"Jadi gimana, kamu mau ka-n datang ke rumahku?" tanya Arumi lagi.

Sabina terdiam berpikir. "Gimana ya, Mbak. Aku___

"Please Sabina, agar hubungan kita semakin dekat. Kami berhutang rasa terima kasih padamu."

"Tapi____

"Jika terkendala tranportasi, sopir kami akan menjemputmu nanti malam, ia akan mengantarmu kembali ke Apartemen dengan selamat. Mau, ya?" Wajah Arumi kembali memohon.

"Masalahnya Zio____

"Ajak saja Zio, Bina!"

"Begitu-kah? Hmm, baiklah," kata Sabina akhirnya.

_______

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

fifid dwi ariani

fifid dwi ariani

trus ceria

2022-11-06

0

꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂

꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂

sekalian ajak Viola

2022-10-07

0

꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂

꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂

😂😂😂..zio. siapa yg ngajarin begitu

2022-10-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!