"Ka-mu melihat i-tu? Ka-mu yakin?" Sabina mengangguk, tangisan itu pun kembali pecah. Arumi mendengar hal yang belakangan mulai ia ragukan, rasa Edo padanya.
"Mbak ragu dengan perasaan suami Mbak?" kaget Sabina. Arumi spontan mengangguk.
"Bukankah meragukan itu menyakitkan?" Arumi spontan kembali mengangguk.
"Terlebih jika Mbak diduakan!" lugas Sabina dan Arumi tercekat.
"A-ku tak ada pilihan!" lirih Arumi.
"Pak Edo datang!" kata Sabina melepaskan jemarinya dari jemari Arumi.
"Hai, ada apa ini! Ada apa, Arum?" Edo langsung mendekat mengusap bahu Arumi. Sabina diam saja, ingin melihat dua manusia menyelesaikan masalahnya.
"Bina, apa yang terjadi dengan istriku? Mengapa ia menangis seperti ini?" Edo memang jarang melihat Arumi menangis, selama ini Arumi pandai menyembunyikan kesedihannya dan seolah begitu kuat dan menerima setiap perlakukan Edo padanya.
"Tanyalah pada istrimu, Pak! Jangan padaku!"
Edo menghadapkan wajah pada Arumi. "Bicaralah Arum!" kata Edo lembut. Ia sangat ingin mendengar alasan Arumi menangis hingga sesenggukan seperti itu.
Arumi bungkam, ia hanya menangis saja membuat Sabina gemas. Sabina sudah pernah bodoh di masa lalu dengan bertahan akan sikap Radis yang semena-mena, kini ia tak ingin ada wanita lain yang bodoh pula seperti dirinya. Dalam hati Sabina merasa Arumi lebih beruntung darinya, Edo meminta izin ingin membagi hati, sedang Radis sudah bermain di belakangnya tanpa sepengetahuannya. Baginya Edo lebih baik dari Radis. Sabina yakin dengan keterbukaan hubungan keduanya bisa membaik. Sabina masih melihat cinta diantara keduanya kendati Edo begitu egois hanya memikirkan inginnya saja.
"Pak Edo, bukalah mata anda! Dia wanita yang selama ini bersama mendampingi anda, bukan? Anda jahat sudah membuatnya sedih seperti ini! Dengar pak Edo, tak ada wanita mana pun yang akan siap diduakan, begitu dengan istri anda! Dan anda kelewatan, hanya karena buah hati yang tak kunjung diberi anda terpikir menduakannya. Asal anda ketahui Pak, rahim istri anda ini dalam keadaan baik, ia bisa memberi keturunan bagi anda asal anda bersabar dan menyayanginya dengan baik sehingga hatinya tenang. Buang pikiran mencari wanita kedua karena tak ada wanita mana pun ingin diduakan. Pilihan itu terlalu menyakitkan, Pak!"
"A-rum, be-nar begitu? Ja-di kamu sudah memeriksakan kondisi-mu?" Arumi mengangguk lirih.
"Dan tak ada masalah dengan rahimmu?" Arumi kini menggeleng. Edo spontan memeluk Arumi. "Mengapa kamu tidak pernah menceritakan ini padaku, hem?" Arumi kembali bungkam.
"Karena ia sudah rendah diri saat anda terus menjudge dirinyalah yang menjadi penyebab kalian belum memiliki anak!" lugas Sabina.
"Be-nar begitu?"
Arumi kembali mengangguk dengan air mata yang semakin deras. "Ya Tuhan, maaf-kan a-ku Arum, sungguh aku tak bermaksud begitu! Aku memang sering melontarkan keinginanku memiliki anak, tapi tak menyangka semua membuatmu tertekan!" lugas Edo. Ia meraih bahu Arumi dan memeluknya, membiarkan kepala Arumi bersandar ke dadanya. Edo berusaha meredakan kesedihan Arumi. Ia diam-diam merasa bersalah.
"Dan sikap anda yang ingin memasukkan wanita lain akan membuat mbak Arumi semakin tertekan, Pak! Pak Edo, saya sadari anda lelaki baik, anda mencintai Mbak Arumi, tapi sayangnya anda tak peka. Bersabarlah Pak, saling menguatkan dan selalu ber-positif thinking akan rencana Pencipta. Yakinlah jika kalian akan memilikinya. Jika saat ini memang belum diberi, mungkin kalian masih diminta menghabiskan banyak waktu berdua. Hal yang tak akan didapat dan intensitasnya akan berkurang saat anda memiliki anak nanti. Berilah kebahagiaan yang banyak untuk mbak Arumi dan bersyukurlah dengannya. Buang keinginan akan wanita lain. Hanya mbak Arumi, hanya dialah satu-satunya wanita yang akan melahirkan anak-anak anda. Tanamkan itu saja!" lugas Sabina.
Edo mematung dan tak menanggapi setiap kalimat Sabina. Hanya kecupan yang ia daratkan berulang kali pada kening Arumi. Edo mencerna setiap perkataan Sabina dan membenarkannya. Ia merasa bersalah selama ini tak memahami istrinya.
"Baik, saya izin pulang! Sepertinya kehadiran saya di sini sudah cukup! Permisi, Pak!
Bahkan kata-kata Sabina seakan tak terdengar. Edo memeluk Arumi semakin erat. ada bulir menetes dari pelupuk mata lelaki yang selama ini telah tertutup logika dan akalnya hanya karena ambisi dan egonya saja.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus bajagia
2022-11-06
0
꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂
huu.. giliran sdh dapet pencerahan Sabina dicuekin
2022-10-07
1
꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂
mudah2an perkataan Sabina bisa dicerna sama Pak Edo, hingga bisa berfikir ulang tuk menduakan Arumi
2022-10-07
1