"Mbak, saya izin duluan bisa?" Seorang lelaki tinggi, tampan dan rupawan maju dan mendekati Viola yang hari itu sedang ditugaskan mengggantikan seorang teman yang mendadak sakit. Ia bertugas hati itu di tempat kasir dan kaget ada seorang lelaki yang menerobos antrian dan ingin dilayani lebih dulu.
"Maaf tapi harus sesuai antrian, Mas. Kasihan pembeli yang lain juga pasti sedang terburu-buru," kata Viola menanggapi pinta di lelaki.
"Please saya harus meliput berita, saya hanya beli ini, Mbak." Si lelaki tampak menggenggam botol air mineral di tangan.
"Maaf, gak bisa!" kukuh Viola.
"Please banget, Mbak. Saya reporter dan saya harus segera datang ke lokasi kejadian penting," lirih sang lelaki lagi. Viola berdecih dalam hati, ia tak suka lelaki itu terus mengganggu pekerjaannya. Ia melirik barisan antrian yang terdiri dari empat orang. Agaknya mereka tak menghiraukan area kasir, mereka sedang fokus entah berbincang dengan anak, melihat-lihat barang lain, maupun memperhatikan pembeli di sekitar mereka.
Viola yang merasa terganggu akhirnya membuang idealisnya.
"Buruan sini botolnya! Enam ribu."
"Makasih banyak." Si lelaki langsung pergi setelahnya.
......💕💕......
Viola pulang bekerja hari itu dengan penuh semangat, pasalnya dalam perjalanan pulang tadi ia melihat sebuah iklan lowongan kerja di depan sebuah Kafe. Viola sungguh tak sabar ingin memberitahukan lowongan tersebut pada Sabina.
Pintu diketuk dan dilihatnya wanita cantik dengan hijab harian yang sekedar menutup kepala itu sedang mengepel lantai.
"Heii, jangan maju, Vi. Area sana belum kering!" lontar Sabina menghentikan langkah Viola
"Mbak aku ada info penting!" teriak Viola tak sabar memberitahu iklan yang belum lama dilihatnya.
"Apaan?"
"Ada lowongan kerja!"
"Hah, kerja apa?" Sabina menatap Viola antusias.
"Kerja di Kafe, Waiters."
"Ngawur kamu! Mbak mana bisa kerja di tempat begitu, mbak udah tua!"
"Kata siapa mbak masih cantik!" Viola berkata sambil meraba lantai dengan ibu jari kakinya apakah sudah kering atau belum. Karena ia merasa sudah kering, ia perlahan berjalan ke sofa dan duduk.
"Karena kamu senang memuji mbak, tapi yang lain? Mbak bisa di tertawakan dan dianggap gak tahu umur! Jangan kerja itu, yang lain aja deh kalau ada, Vi. Lagian umur 32 mana ada keterima jadi waiters," kata Sabina lagi.
"Kenapa enggak kalau Tuhan Mbak berkehendak. Maksimal usia yang dicari sih 30, tapi wajah mbak kan cantik unyu-unyu nggak kelihatan kalau udah di atas 30. Menurut aku mbak pasti diterima!"
"Vi, Vi, suka ngarang kamu! Nggak ah kalau jadi waiters, posisi yang lain gak ada? Mbak gak mau yang show alias terlihat orang, trauma!" lugas Sabina. Ia baru saja duduk tapi Zio langsung mendekat dan meminta Sabina menggambarkan karakter kartun kesukaannya. Sabina dengan sabar mengikuti ingin Zio.
"Cie yang cantik takut ditaksir customer!"
"Apaan sih kamu! Ngeledek orang tua dosa loh!"
"Ampun! Ampun mbakku!" kata Viola sudah memeluk Sabina.
"Ini Bunda Zio, kakak jangan peluk!" Zio tampak cemburu melihat Viola memeluk Sabina.
"Ye, ini bunda aku Zio, bukan bunda kamu!"
"Bunda, kakak nakal!" kata Zio menghadapkan wajah ke arah Sabina. Jemari Zio masih berusaha melepaskan tangan Viola di tubuh Sabina.
"Haaa, Kakak cuma bercanda Zio Sayang. Iya ini bunda kamu! Tapi boleh dong Kakak peluk bunda juga, Kakak kan sayang bunda!"
"Hm_____
Zio tampak berpikir.
"Bilang boleh, Sayang! Kak Vio kan yang sudah banyak bantu kita," ucap Sabina lembuembuat Zio mengangguk.
"Iya, boleh." Semua raga tersenyum setelahnya.
"Begini Mbak, sebetulnya sih ada lowongan lain yang nggak melihat usia di Kafe itu, tapi aku nggak mau mbak bekerja itu!"
"Memang kerja apa?" tanya Sabina penasaran.
"Bagian belakang alias tukang cuci piring. Nggak banget kan, Mbak?"
"Wahh, boleh tuh. Mbak lebih nyaman kerja kayak gitu. Iya boleh, Vi. Mbak mau. Di mana Kafenya? Mbak datang ke sana jam berapa?" tanya Sabina setalahnya sangat antusias.
"Besok jam 9 pagi."
Sabina mengangguk-angguk, namun beberapa saat setelahnya ia berkata. " Oh i-ya, nggak jadi deh Vi. Kamu lupa, mbak kan punya Zio, emang kerja di Kafe itu boleh bawa anak?"
"Ya, nggak boleh sih, Mbak," ucap Viola terbata.
"Ya udah cancel aja, kita cari lowongan yang lain aja Vi, yang sekiranya mbak bisa bawa Zio!"
Viola tampak terdiam.
"Mbak, gpp mbak kerja aja nanti Zio aku yang jaga, kebetulan temen aku ada yang kuliah pagi, aku akan tukeran sama dia jadi aku bisa masuk pagi terus. Di kafe itu soalnya kerjanya sore aja dari jam 3 sampai jam 11 malem. Gimana mbak?"
"Nggak Vio, kamu masih muda masa sih waktu kamu habis untuk jagain anak mbak aja!" ucap Sabina.
"Gpp Mbak. Aku juga lebih suka di rumah aja dari pada ke luar gak jelas." Viola tampak kukuh ingin Sabina bekerja. Ia sayang Sabina, Viola akan melakukan apa pun untuk Sabina. Ia ingin Sabina tak terkungkung dengan kisah masa lalunya. Sabina juga butuh penghasilan untuk membiayai sekolah Zidan.
Sabina terdiam, di satu pihak ia tak suka lagi-lagi menyusahkan Viola, tapi ia juga butuh uang. Sabina terus menatap Viola, merasa Viola begitu baik dan anugerah untuknya.
"Mbak jadi gimana?"
"Hmm___ kamu bener gpp?"
"Gpp, Mbak."
"Ya sudah. Iya, Besok mbak akan datang ke Kafe itu."
"Yeaa ... oh ya Mbak, tadi ada customer di mini mart ngeselin banget. Gara-gara bantu dia aku sampe dapet surat peringatan," kata Viola lagi sembari berteriak sebab Sabina beranjak ke dapur.
"Emang kamu bantu dia ngapain?" kata Sabrina dengan berteriak pula.
"Menerobos antrian. Dia katanya reporter dan lagi buru-buru, mau beli air mineral, dia terus ganggu aku minta dilayani duluan. Aku yang lihat kondisi customer yang lain bisa dikondisikan akhirnya melayani dia. Semua kupikir aman, eh pulang kerjaku dipanggil atasan aku. Dia ngeliat aku waktu ngelayanin laki-laki yang nerobos antrian itu. Habislah aku kena marah karena membedakan cutomer. Aku diberi surat peringatan setelahnya dan kalau aku ketahuan melakukan hal kayak gitu lagi bakal di keluarin. Ahh, sial banget gak tuh!"
"Kamu memang terlalu baik!" kata Sabrina datang dari dapur membawa puding.
"Awas aja kalau aku ketemu dia lagi! Dia harus ganti rugi! Eh, mbak bikin puding ya? Wahh kelihatannya enak banget nih." Setelah bicara pada Sabina Voila menghadap Zio yang sedang mewarnai.
"Zio berhenti dulu! Kita makan puding buatan bunda dulu!" Zio pun menurut. Ia meletakkan pensil warna yang digenggam dan mendekati Viola.
"Wahh, ini puding kesukaan Zio Kakak!"
_____________
💕Happy reading😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus semangat
2022-11-06
1
Ety Nadhif
hebat villa bukan siap siapanya Sabina tp baik banget
2022-09-06
2
Siti Zuriah
lanjut
2022-08-17
1