"Bin ... Bina, tunggu!"
Sabina berjalan dengan cepat, namun Edo tak gentar mengejar. Kaki-kaki panjangnya bahkan dengan cepat mengejar Sabina. Edo langsung menarik lengan Sabina dengan kuat dan membawanya ke sebuah gang.
"Pak, lepas! Saya akan teriak!"
"Teriak saja jika kamu mau menjadi tontonan!" Sabina membeku. Ia memijat kepalanya gamang. Setelah beberapa saat menghindari tatapan Edo, Sabina akhirnya mengangkat wajah.
"A-pa sebetulnya ingin Bapak! To-long Pak, jangan ganggu saya!" lirih Sabina penuh permohonan.
Edo meraih dagu Sabina dan mengangkatnya. "Wajahmu tidak boleh memohon seperti ini, Sabina! Aku tahu kamu memikul banyak beban, tapi jangan pernah memohon pada siapa pun!"
Lelaki berusia 39 tahun di hadapan Sabina menatap dengan pancaran ketulusan, namun ketulusan yang salah. Kendati kata-kata Edo sangat manis dan tentunya didamba setiap wanita, tapi Sabina justru muak mendengarnya. Ia tak habis pikir bagaimana lelaki yang sebelumnya terlihat baik ternyata sama juga seperti lelaki lainnya. Edo nyatanya terpikir menyukai wanita lain kendati sudah menikah. Sungguh perilaku tak manusiawi menurut Sabina, bagaimana perasaan cinta pada pasangan bisa hilang saat melihat wanita baru. Sayangnya wanita baru itu adalah dirinya.
"Pak, singkirkan jemari Bapak! Ingat lah ada wanita yang begitu mencintai Bapak di rumah! Kenapa Bapak tega mengkhianati hati istri Bapak? Bapak lelaki jahat!"
Edo menarik jemarinya dari wajah Sabina. Ia tersenyum getir. "Seperti rumah tangga pada umumnya, rumah tanggaku juga menghadapi banyak problematika, Bina!"
"Bicara dan selesaikan lah, Pak. Ingat bagaimana dulu kalian memulai hubungan dan bisa bertahan hingga saat ini. Tetap lah begitu. Jangan kotori pernikahan Bapak dengan memasukkan wanita lain di hati Bapak. Tetap jadikan istri Bapak wanita tercantik dan paling berharga untuk Bapak. Ingat segala kebaikan-kebaikannya. Tak ada masalah tanpa jalan ke luar, Pak!" Sabina menatap lekat Edo, ia berkata penuh kesungguhan dan berharap Edo akan mendengarkannya.
Edo membuka kaca mata yang dipakai, menyugar rambut dan menyandarkan tubuh ke dinding.
"Semua tak semudah itu! Aku dan Arumi sudah mengalami jalan buntu. Usia pernikahan kami sudah memasuki tahun ke delapan, tapi Arumi tak juga bisa memberi keturunan untukku. Aku juga butuh penerus keluarga, bibit milikku, anak kandungku!" Edo sedikit menunduk setelah kalimatnya selesai. Edo terlihat begitu frustasi.
"A-pa Bapak su-dah memeriksakan kondisi kesehatan kalian? Ma-af, seringkali wanita menjadi tertuduh dan alasan saat buah hati tak juga hadir, ta-pi bukan tidak mungkin permasalahan juga dari suami kan? A-tau bisa jadi pula kedua insan sama-sama baik hanya saja Pencipta belum menakdirkannya," lugas Sabina. Edo melirik Sabina sekilas dan bicara lagi.
"Kamu pikir aku mudah bicara ini? Tidak Sabina, tapi diam-diam aku sudah mengecek kondisi kesehatanku dan tak ada masalah. Menurut dokter kemungkinan masalah dari pihak istri. Aku selalu berharap Arumi juga mau memeriksakan kondisinya, tapi nyatanya nihil. Arumi selalu menolak. Hal yang membuatku semakin berasumsi macam-macam dan berpikir bahwa sebetulnya Arumi tahu kekurangannya tapi ia menutupinya!"
"Astagfirullah!" Kalimat istigfar spontan terucap oleh Sabina membuat Edo menoleh.
"Ma-af, Pak! Tapi masalah kesuburan adalah hal sensitif bagi kami wanita, Pak, dan sungguh asumsi Bapak sangatlah keterlaluan!"
Edo tersenyum getir. "Kamu bukan aku Sabina. Aku selalu menjadi pusat cibiran setiap kali berkumpul dengan rekan-rekanku. Anak-anak mereka sudah dua, tiga, bahkan ada yang sudah empat, dan aku bahkan satu pun belum memiliki." Lagi-lagi kali mata Edo terdengar penuh kegalauan dan kesedihan.
"Oke kita hentikan dulu pembicaraan perihal kesuburan. Bagaimana tentang perasaan cinta Bapak pada Bu A-rumi?"
"Sudah kukatakan aku mulai menyukaimu Sabina, aku suka semua yang ada pada dirimu!" Edo menatap wajah Sabina, ia tersenyum setelahnya.
"Pak, berhenti bicara tentang saya! Katakan bagaimana perasaan Bapak, kondisi hati Bapak untuk Bu Arumi istri Bapak saat ini!" kata Sabina lagi. Entah kekuatan apa yang membuat Sabina begitu berani masuk terlalu dalam dalam kehidupan Edo dan Arumi.
"Tidak ada artinya cinta tanpa buah hati. Aku ingin memiliki anak, Sabina! Tapi Arumi tak bisa memberinya!"
Pak Edo ini picik sekali. Ia jelas masih mencintai istrinya, tapi mengatakan suka padaku hanya karena istrinya tak bisa memberinya anak. Sangat menyedihkan!
"Sabina!"
Panggilan Edo mengaburkan angan Sabina. "Eh, i-ya, Pak?"
"Pasti kamu sedang berpikir aku lelaki jahat, tapi aku tak bisa membohongi hatiku kalau aku menyukai kamu, Sabina. Terlebih kamu jelas memiliki rahim yang subur karena memiliki dua anak dari mantan suamimu. Tolong pertimbangkan inginku, Sabina! Jika berkenan, jadilah istri keduaku!"
Astagfirullah ... Astagfirullah ...
Sabina yang kaget kembali melontar istigfar berkali-kali, tak suka dengan kalimat Edo. Edo hanya menginginkan dirinya lantaran anak.
Cih! Pak ... Pak, egois kamu! Kalian bersama dan saat mengetahui kekurangan pasangan kamu memasukkan wanita lain. Entah bagaimana hancurnya perasaan Bu Arumi jika sampai tahu kelakuan suaminya.
"Maaf saya bukan penghancur rumah tangga! Anda salah orang, Pak! Permisi!" Sabina yang kembali mendengar keinginan Edo atasnya manjadi marah lagi. Ia seperti sebelumnya ingin beranjak tapi Edo kembali mencekal tangannya.
"Please Sabina, jangan menolak! Atau paling tidak pertimbangkan lah! Pikirkan jika bersamaku kau akan memiliki pelindung, kau akan dicintai dan yang terpenting pendidikan anak- anakmu akan terjamin. Aku janji akan menganggap anak-anakmu seperti anakku sendiri. Kita juga akan memberi mereka adik-adik yang lucu. Bagaimana?"
"Pikirkan lah bagaimana perasaan Bu Arumi jika tahu suaminya terpikir menduakannya, berhenti berpikir mengenai hidup saya!" kata Sabina lantang. Ia membetulkan posisi tas yang hampir jatuh, meletakkan lagi ke bahunya.
"Arumi akan menerimamu, ia akan menjadi kakak untukmu!"
"Hah?" Sabina kembali tercengang.
"Kami pernah membicarakan ini, Sabina. Solusi dengan mencari wanita lain yang akan melahirkan anak-anakku!"
"Bapak egois! Saya tidak setuju! Jangan ganggu saya lagi! Anggap lah kita tak pernah saling mengenal!" Sabina yang tahu Edo tak akan mau melepaskan dirinya akhirnya memilih menginjak kuat kaki Edo agar ia bisa pergi.
"Ahh ... Sabina! Tunggu!" kata Edo sambil mengaduh. Ia berusaha mengejar tapi karena harus menetralkan sakit pada kakinya, ia pun kehilangan jejak Sabina.
Berlari lah yang jauh! Dan aku akan menemukanmu, Sabina! Aku sudah memilihmu dan akan mendapatkan mu! (Edo)
Aku bukan perusak! Menjijikan! Aku benci laki-laki! Semua lelaki sama saja! Hanya ingin mengambil manfaat dari wanita dan membuangnya, menyakitinya! Cinta sejati itu tak ada, yang ada hanya gejolak nap su saja! Aku benci pak Edo! Benci semua lelaki! Dan satu___ aku bukan pelakor! (Sabina)
Om Edo keterlaluan! Jadi ia ingin menduakan tante Arumi? Walau kau adik ibuku, aku tak kan membiarkan semuanya terjadi, Om! Kita seorang lelaki harus menjaga wanita yang kita cintai hingga akhir, menerima segala kekurangannya dan bukan menambah beban penderitaannya! (Galih)
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sejshtera
2022-11-06
1
꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂
ya ampun, gak semudah itu Pak Edo
2022-10-06
2
꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂
haduh.. jadi cuma pengen punya anak terus ngejar Sabina gitu
2022-10-06
2