"Iya, Om. Oh ya Om, Galih izin ke toilet dulu."
"Ya, sana! Letak toilet masih sama jangan sampai nyasar ke loker karyawan!"
"Eh, Om ini bisa saja!"
____________
"Eh Bina, dari mana saja kamu?" Seorang waiters yang sudah bekerja di Kafe cukup lama mendekati Sabina.
Di Kafe itu memang tidak ada yang tahu jika Sabina seorang janda dengan dua anak. Sesuai kualifikasi, selain berusia di bawah 30 tahun, masih single juga salah satu syarat bagi karyawan baru. Akan tetapi, entah mengapa Edo saat itu membiarkan Sabina bergabung dalam Kafenya.
"Aku diminta pak Edo menemani temannya tadi." Seperti biasa Sabina menjawab setiap tanya dengan polosnya.
"Lelaki yang tadi datang jam lima itu?" Sabina mengangguk.
"Ya ampun Bina, dia sih bukan teman pak Edo, dia keponakannya. Dikibulin kan kamu sama pak Edo."
"Eh, emang i-ya?" Sabina memastikan lagi yang didengar. Jika semua yang terjadi ulah pak Edo alias pak Edo sengaja mempermainkan dirinya, Sabina tak akan tinggal Diam.
"Iya lah. Namanya Galih, kan?" Sabina mengangguk lirih. Ia sedih pak Edo tega melakukan semua ini padanya. Pak Edo yang dipikirnya tulus membantu justru kini diketahui mengelabuhinya.
"Tapi pak Edo memang begitu orangnya. Suka bercanda," kata si waiters lagi. Sayangnya Sabina sudah marah. Pak Edo nyatanya mengetahui Sabina tak suka berdekatan dengan lawan jenis, tapi ia telah membuat Sabina terkurung dengan seorang lelaki dalam sebuah ruangan pula. Sabina menghela napas berat. Ia merasa tak bisa menunggu lagi ingin menanyakan semua pada pak Edo secara langsung.
Tanpa pikir panjang, entah keberanian itu muncul dari mana, Sabina yang sedang kesal segera menuju ruangan pak Edo.
Tok ... Tok ....
Pintu diketuk. Tak berselang lama terdengar perintah masuk dari arah dalam dan Sabina segera masuk. Pak Edo tersenyum melihat Sabina lah yang datang.
"Kamu, Bin? Ayo masuk! Sudah dua bulan nih, gimana masih betah kan jadi waiters?"
"Saya bukan mau bicara itu, Pak!" lugas Sabina membuat Edo mendadak diam. Ia memijat hidung berpikir.
"Kamu memiliki masalah dengan karyawan lain?" Sabina menggeleng.
"Sedang butuh uang dan mau kasbon?" Asumsi Edo lagi. Sabina kembali menggeleng.
"Saya sedang malas menebak-nebak, katakan saja apa yang membuat kamu menemui saya!" kata Edo meletakkan kaca mata yang sebelumnya bertengger di hidung kini diletakkannya di atas meja.
"Bapak sudah mengelabuhi saya! Tadi yang datang itu bukan teman Bapak tapi keponakan Bapak, kan? Bapak tahu saya menghindari lelaki, tapi Bapak membuat saya berdua dengan keponakan Bapak itu!" Sabina terus saja mengungkapkan apa yang ingin ia sampaikan. Edo menatap Sabina, ia sadar telah berbuat salah.
"Fine kamu benar saya salah, maaf!" kata Edo singkat.
"Lain kali jangan seperti itu, Pak!"
Edo mengangguk sembari menahan diri untuk tak tersenyum. Selama tiga tahun ia membangun Kafe baru kali ini ada karyawan yang berani memperingatkannya seperti itu dan dia bukannya marah justru senang melihat ekspresi marah Sabina.
"Itu saja yang ingin saya katakan, saya permisi, Pak!"
Tanpa melihat respon Edo, Sabina langsung pergi melewati pintu. Di muka pintu Sabina berpapasan dengan Galih, tapi seperti biasa Sabina bersikap cuek dan enggan menatap Galih, Galih menggelengkan kepala lagi-lagi merasa Sabina aneh.
Galih kemudian masuk ke dalam ruangan Edo yang sedikit terbuka karena Sabina tak menutupnya dengan rapat. Galih agak heran melihat aktivitas Edo yang tengah senyam-senyum aneh seorang diri.
"Om Om!"
"Eh kamu sudah kembali rupanya. Sini duduk!" Galih menurut, ia masih memperhatikan wajah semringah Edo. Galih yang teringat belum lama tadi berpapasan dengan Sabina merasa penasaran mengapa Sabina ke ruangan Omnya. Galih pun bersemangat melontar tanya.
"Tadi aku ketemu Sabina di luar, Om. Habis dari sini dia?"
"Iya."
"Ngapain dia? Wajahnya kayak jutek gitu, kayak singa baru ke luar kandang!" Edo tersenyum mendengar penuturan Galih.
"Bisa saja kamu! Habis marah-marah dia. Dia sudah tahu kalau kamu keponakan Om dan bukan temen, Om. Gak cuma itu, dia juga kesel harus temanin kamu di ruangan ini tadi katanya," terang Edo meraih kembali kacamata dan menggunakannya lagi.
"Dia ngomong begitu sama Om? Wah berani juga dia!" Edo lagi-lagi tersenyum.
"Terus Om marahi dia balik, dong?" selidik Galih lagi.
"Nggak. Om mengaku salah dan minta maaf," kata Edo santai sembari membubuhkan tanda tangan ke sebuah kertas.
"Dia kan hanya karyawan, Om gak takut apa kalau dia akan nelunjak kalau Om meminta maaf dan seolah lemah?"
"Biarkan saja! Om males ngeladenin dia. Dia emang begitu, tapi emang Om yang salah. Kamu tahu, Sabina itu waiters yang pilah-pilih tamu. Jika ada tamu lelaki, dia akan alihkan ke teman-temannya, gak mau menghampiri. Beda kalau tamu yang datang perempuan, dia gesit dan ramah banget. Aneh pokoknya dia!"
Galih memperhatikan wajah semringah Edo yang menceritakan Sabina, ia merasa aneh. Ya, nyatanya perilaku Edo lebih aneh dari perilaku Sabina sendiri di mata Galih.
"Ke-napa Sabina be-gitu, Om?" Galih kembali menyelidik.
"Truma masa lalu, kesel kalau lihat lelaki!"
"Mak-sudnya?"
"Sabina itu sebetulnya seorang____
Edo tiba-tiba ingat bahwa perihal status Sabina adalah rahasia antara keduanya saja. Edo pun lantas menghentikan kalimatnya.
"Seorang apa, Om?"
"Duh Om lupa kan belum sholat Maghrib, kamu sudah sholat?" Edo mengarahkan pandangannya pada Galih, bertanya pada Galih.
"Belum juga, Om," kata Galih datar. Galih menangkap Omnya itu menutupi sesuatu tentang Sabina.
Om Edo aneh, kenapa aku merasa ada sesuatu antara om Edo dan Sabina. Om Edo tadi menggantung ucapannya tentang Sabina. Apa yang sebetulnya tadi ingin diucapkan om Edo perihal Sabina? Tunggu, om Edo bilang Sabina menghindari lelaki, tapi kenapa aku menangkap sebaliknya? Sabina terlihat santai saja tadi bertemu dengan om Edo. Mengapa om Edo harus tak jujur padaku?
"Galih! Eh nih anak malah bengong! Sana ambil wudhu kita sholat berjamaah!" pekik Edo mengaburkan angan Galih.
"Eh, iya, Om," kata Galih segera menuju toilet kembali mengambil wudhu.
Sepanjang jalan ke toilet, Galih masih memikirkan kemungkinan hal buruk yang sedang terjadi antara Sabina dan Edo. Hatinya berdesir, ia tak terima jika ada yang masuk dan berusaha menghancurkan hubungan om dan tantenya. Ya, kendati dalam rumah tangga Edo dengan Arumi belum juga dikaruniai anak padahal usia pernikahan keduanya sudah berjalan hampir 8 tahun, Galih tetap tak setuju jika Om yang dibanggakannya itu ada main dengan wanita lain di belakang Tantenya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus berkarya
2022-11-06
1
꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂
Edo seneng bnget namapaknya ngeprank Bina
2022-10-06
0
Ety Nadhif
jangan suka suudzon galih,,,nanti kamu sendiri yg kecantol sama sabina
2022-09-06
2