PERBINCANGAN RINGAN

Apa kamu mau meninggalkan saya di sini sendiri, Sa-bi-na?"

"Hah?"

Lelaki muda di hadapan Sabina menarik alisnya ke atas beberapa kali. Ia bingung melihat Sabina mematung setelah mendengar kalimatnya.

Sabina kaget. Sesaat ia heran bagaimana lelaki di hadapannya bisa tahu namanya. Ia masih mematung hingga petikan jemari menyadarkan kesadarannya.

"Apa ada masalah?"

"Eh, ti-dak, Pak!"

"Mari duduk!"

"Hah?" Sabina kembali kaget. Ia menggeleng kuat sembari membuang wajah ke sembarang arah.

"Kenapa begitu kaget? Jangan-jangan kamu berpikiran macam-macam tentang saya!" Sabina menggeleng cepat.

"Eh, bu-kan, Pak!"

"Lalu?"

"I-tu sa-ya banyak pekerjaan di luar, Pak!" kata Sabina lagi. Untuk kali ini Sabina memilih banyak menunduk menangkap si lelaki beberapa kali memperhatikan wajahnya.

"Sungguh banyak pekerjaan? Tapi kata Edo kamu akan menemani saya selama ia belum datang?"

Ahh, pak Edo! Padahal dia sangat tahu hal yang sangat aku hindari, tapi mengapa dia justru____

"Hei Sabina, ayo duduk! Kamu tidak ada alasan menolak saya karena atasan kamu sendiri yang memberi titah!" Sabina tersenyum getir. Ia terjebak dalam situasi yang sulit, tapi ia pun sadar tak bisa berkelit.

"Sa-ya berdiri saja, Pak," kata Sabina setelahnya mencari jalan aman. Menjaga jarak. Ya, kendati lelaki di hadapannya masih sangat muda tapi tetap saja dia lelaki. Sabina trauma dengan lelaki.

"Nanti kamu lelah, duduk saja! Saya janji tidak akan macam-macam." Sabina menggeleng. Ia tak peduli apa yang akan dipikirkan tamu itu. Yang jelas Sabina telah menjalankan titah Edo untuk menemani temannya. Untuk bagaimana sikapnya pada sang tamu adalah urusannya.

Sabina memperhatikan si lelaki membuka notebook dan terus menggulirkan jemarinya. Ia begitu serius membaca berita yang sedang viral di media masa.

Dia masih muda, mungkin usianya sekitar dua puluh empat atau dua puluh lima tahun. Entah bagaimana ia bisa kenal dengan pak Edo yang usianya jauh di atasnya. Tapi kalau dilihat-lihat ia memiliki kemiripan dengan pak Edo. Hidung mereka sama-sama bangir.

Sabina tak sadar terus memperhatikan si lelaki hingga tiba-tiba si lelaki menoleh dan Sabina kaget. Sabina lantas segera membuang wajah dan tak enak hati telah tertangkap memerhatikan sang lelaki.

"Kamu sepertinya karyawan baru di Kafe ini!" Sabina menjawab dengan anggukan.

"Pasti baru pertama kerja di Kafe, ya?"

Bagaimana dia tahu aku baru bekerja di Kafe?

Hiks, ternyata benar kata om Edo, dia aneh. Setiap kaget ia akan melamun sambil terus menatapku.

"Hei Sabina!"

"Eh, ma-af, Pak! Bapak tadi tanya apa ya?" tanya Sabina mengerutkan dahi, karena melamun ia lupa pertanyaan si lelaki.

Dia lelaki tertawa. "Bukan pertanyaan penting! Jangan dipikirkan! Oh ya kita belum kenalan. Perkenalkan saya Galih." Sabina tetap menunduk tanpa memperkenalkan balik dirinya. Galih menggelengkan kepala sambil tersenyum merasa tak direspon.

"Kamu tidak perlu memperkenalkan diri, saya sudah tahu nama kamu Sabina."

"Ba-pak tahu nama saya dari-mana?" tanya Sabina spontan. Galih tersenyum.

"Ada name tag bertulis Sabina di seragam kamu!"

"Oh."

Sesaat Sabina merasa bodoh. Terang saja Galih tahu namanya, Sabina lupa ia memiliki name tag yang terpasang bertulis namanya.

"Oh ya, bagaimana, apa kamu betah bekerja di sini?" Galih menghangatkan suasana. Ia merasa aneh ada dua orang dalam satu ruangan tapi tak saling bicara.

"Alhamdulillah be-tah, Pak."

"Tunggu! Apa saya terlihat begitu tua sampai kamu terus memanggil saya Bapak?" Kalimat tanya itu spontan saja ke luar dari bibir Galih. Ia yang sejak awal sungkan dan aneh dengan panggilan Bapak yang disematkan Sabina akhirnya melontar tanya, dan seperti biasa Sabina hanya tersenyum saja menanggapi tanya Galih.

Lagi-lagi gak dijawab.

Galih menggeleng-gelengkan kepala. Ia kembali fokus pada note book dan memainkan jemari mengetik sesuatu pada notebook itu. Barusan memang Galih mendapat email dari atasannya mengenai beberapa tindak kriminal yang harus ia datangi dan cari tahu esok. Ia mendalami setiap peristiwa kriminal yang terjadi dan tampak fokus mencatat tanya apa yang akan ia tanyakan pada keluarga korban yang akan ia datangi esok.

Dua puluh menit berlalu. Galih bahkan lupa ada wanita yang sejak tadi berdiri berada satu tempat dengannya. Ia melirik Sabina berkali melihat jam tangan. Galih tahu Sabina mulai bosan. Galih yang nyatanya juga sedang fokus dengan aktivitasnya akhirnya menyuruh Sabina meninggalkannya.

Wajah datar Sabina mendadak merona. Sabina spontan tersenyum semringah menampilkan deretan gigi putihnya. Galih yang melihat aktivitas Sabina mendadak tersenyum.

Cantik, batin Galih.

"Makasih ya Pak Galih! Saya permisi!"

Sabina tak sadar. Galih yang mendengar belum lama tadi Sabina menyebut namanya merasakan hal aneh dalam hatinya.

...........

"Haaa ... jadi kamu juga menganggap dia beda, kan?"

"Iya, Om. Kebayang gak sih Om ada waiters yang sedari awal ketemu gak sedikit pun senyum sama tamunya. Nyebelin, kan!"

Edo tertawa. "Sabina memang begitu. Kamu tahu, biasanya dia hanya mau melayani tamu wanita. Makanya tadi Om iseng aja ngerjain dia suruh nemenin kamu," terang Edo sontak membuat Galih menggeleng-gelengkan kepala.

"Eh gimana kabar mbak Rahayu? Ibumu itu baik-baik saja, kan?"

"Baik, Om. Alhamdulillah. Semenjak nikah lagi ibu juga jarang telepon aku," kata Galih datar.

"Kenapa wajah kamu begitu? Cemburu kamu sama bapak barumu?" Edo berkata hal yang ada di otaknya saja. Berasumsi mengenai hal yang dipikirkan Galih keponakannya.

Edo memang adik dari Rahayu ibunda Galih. Karena hanya Edo saja salah satu kerabat Galih yang tinggal di Jakarta dan terbilang sukses, Galih pun sering bertandang ke tempat Omnya itu. Sekedar berbagi kabar, bercerita keseharian dan berbagi lelucon. Galih memang sudah dianggap anak sendiri oleh Edo. Galih juga sering menginap di rumah Edo, Arumi istri Edo juga sudah menganggap Galih anaknya. Hubungan mereka harmonis.

"Cemburu? Nggak lah, Om! Justru Galih seneng kalau ibu lupa nelfon Galih sangking bahagia hidupnya sekarang. Ya, Galih harap begitu."

"Terus kenapa wajahmu masam?" Galih tersenyum.

"Semoga lelaki itu beneran tulus cinta sama ibu dan nggak nyakitin ibu, Om. Galih cuma takut aja dia sama aja kayak bapak dulu yang ninggalin ibu setelah kenal wanita yang lebih cantik dari ibu," terang Galih menuturkan gundahnya.

Sebagai anak yang tahu perjuangan ibunya membesarkan dirinya dan dua adiknya seorang diri, membangun bisnis dari bawah hingga sukses saat ini Galih sangat berharap inilah saatnya sang ibu mendapat kebahagiaan. Tak melulu memikirkan dirinya dan adik-adiknya tapi juga mulai memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri.

"Om tahu keresahan kamu, tapi ya jangan shudzon juga! Percayakan semua pada ibumu. Ibumu itu memilih pendamping juga dengan pertimbangan matang tentunya."

"Iya, Om. Oh iya Om, Galih izin ke toilet dulu."

"Ya, sana! Letak toilet masih sama jangan sampai nyasar ke loker karyawan!"

"Eh, Om ini bisa saja!"

Bersambung ....

💞GALIH AHSAN

Terpopuler

Comments

🌹 Mommy caeeeem 😍

🌹 Mommy caeeeem 😍

yoloo...yoloo..keren banget kmu nak..cakep abizzzx...ank sapa sih kmu...😍

2023-01-10

0

fifid dwi ariani

fifid dwi ariani

trus semangat

2022-11-06

1

꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂

꧁☬𝕸𝖔𝖔𝖓𝖑𝖎𝖌𝖍𝖙☬꧂

😁😁😁😁..kaget yaa ketahuan mengamati tamu

2022-10-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!