Hamidah berlari menuju Hasya yang sepertinya sedang mencarinya. Ia tentu saja tidak sendiri ada beberapa orang lainnya yang mengikutinya di belakang.
"Sya !! Hasya !!" teriak perempuan itu. Hasya menoleh ke kanan dan ke kiri kemudian melambai setelah melihat salah seorang temannya berlari kecil menuju ke arahnya.
"Ya ampun Sya, tambah cantik aja. " sapa Hamidah sembari memberi pelukan sekaligus cipika cipiki pada Hasya. Di susul teman-teman lainnya.
"Udah kaya Dhai-dhai (nyonya,kantonis) aja kamu Nya sekarang" kata seorang temannya yang nama Aniq ikut memuji penampilan Hasya.
"Iya lho Sya, mana tambah langsing, hah coba lihat kami malah makin melar" timpal Desi.
"Ah kalian bisa aja, eh kenalin ini Bi Ani, ini Pak Edy, dan ini tuan aku, Tuan Zehan" semuanya saling bersalaman kecuali pada Zehan, mereka hanya mengangguk dan memberi salam dari kejauhan. Dan Zehan pun menerimanya dengab baik.
"Sya, boss kamu mantan artis ya, ganteng banget" bisik Desi, Hasya hanya tersenyum sembari menggeleng.
"Jantung aman Sya?" bisik Hamidah.
"Aman lah,"jawab Hasya.
"Wiih kalo aku punya boss gantengnya kaya boss kamu, ngga akan aku sia-siain Sya" ucap Aniq
"Faktanya saya sudah disia-siakan karena saya lumpuh" sahut Zehan ingin mengjahili teman-teman Hasya. Dan semuanya terdiam heran kaget dan merasa tidak enak hati begitu tahu Zehan bisa berbahasa Indonesia.
"Hah??? Tuan bisa bahasa Indonesia??" tanya Aniq polos.
"Bisalah kan saya memang orang Indonesia" Bi Ani dan Pak Edy mengulum tawa mereka melihat tuannya sedang mempermainkan teman-teman Hasya.
"Sya???" Hamidah menatap Hasya lekat-lekat dengan perasaan bersalah,semua kosa kata dalam otaknya seolah menguap entah kemana.
"Aah !! aku lupa cerita. Jadi boss ku ini memang orang Indonesia, dia di sini sedang menjalani pengobatan" jelas Hasya.
"euh anu tuan, tolong Maafkan kami Tuan, kami tidak bermaksud mengolok tuan kami hanya... ingin bercanda dengan Hasya" ucap Hamidah seraya membungkuk meminta maaf karena sudah bersikap kuran sopan.
"Udah-udah nggak apa-apa, Tuan Zehan cuma mau iseng sama kalian" cicit Hasya sembari menegakan tubuh Hamidah kembali.
"Tapi...Sya?" ucap Hamidah tetap merasa tidak enak hati pad Zehan, Hasya hanya mengulum bibir melihat teman-temannya yang salah tingkah. Zehan akhirnya mengulas senyum dibibirnya saat melihat ekspresi polos merasa bersalah dari teman-teman Hasya.
"Tenanglah, yang dikatakan Hasya memang benar saya hanya ingin iseng dengan kalian" ungkap Zehan, ke tiga teman Hasya akhirnya bisa bernafas lega saat bibir di bibir Zehan terkembang dengan tulus dan manis.
"Jadi kita mau kemana? Jadinya?" tanya Hasya.
"Sesuai rencana saja Sya, tadinya kami mau ajak kamu ke Shek O, tapi Dania udah nunggu di Tamar." kata Aniq.
"Owh ya udah, mau jalan sekarang?"
"Kita tunggu dulu temen ku ya, kemarin aku pesen makanan sama dia paling 15 menit lagi sampe sini" sahut Desi.
"Kalo begitu sambil nunggu temannya Non Hasya datang saya ambil dulu mobil Non di gedung itu, nanti non Hasya sama teman-teman tunggu di halte di depan sana" kata Pak edy.
"Ah iya pak, terima kasih ya, maaf kami jadi ngerepotin" ungkap Hasya.
"Ngga lah Non, kami juga senang kok apalagi istri saya, jadi bisa jalan-jalan" jawab Pak Edy kemudian pamit undur pada Zehan yang kemudian mengangguk padanya.
"Bi, kita fotoin ngga?" seru Aniq mencoba akrab dengan Bi Ani yang sejak tadi hanya tersenyum saja menyimak keriuhan mereka.
"Udah sana bi, main-main dulu, jarang-jarang bibi keluar rumah." titah Hasya, Bi Ani yang sungkanpun pamit mengikuti teman-teman Hasya. Meski awalnya Bi Ani nampak canggung, kaku dan malu-malu namun ternyata tidak butuh waktu lama mereka untuk berbaur satu sama lain. Hasya tersenyum melihat Bi Ani bisa menikmati jalan-jalan hari ini.
"Sya aku haus, tapi aku ngga mau minum air putih" kata Zehan, seraya mendongak pada Hasya yang tengah memperhatikan Bi Ani dan teman-temannya.
"Ah, tuan mau minum apa? sebentar ya" lantas Hasya mengambil ponselnya lalu menelepon Zia, menunggu beberapa saat kemudian sambungan teleponnya terhubung.
"Hallo Non, maaf ganggu," Hasya membuka percakapan
"Hallo Sya, kenapa??" jawab Zia terdengar serak
"Ini saya kan lagi jalan-jalan sama tuan Zehan. tuan Zehan ada alergi makanan atau minuman barangkali" tanya Hasya.
"Kamu memang di mana?"
"Di Causewaybay Non,"
"Ngga, kakak ku ngga ada alergi, dia hanya pilih-pilih saja yang kira-kira dia suka"
"Jadi Tuan boleh makan apapun?"
"Boleh tapi jangan berlebihan, kok kamu baru tanya sekarang Kak Zehan punya alergi atau tidak?"
"Ya kalo di rumah kan kita makan yang disediakan Bi Ani"
"Ooh, ya udah. Kakak bebas makan apapun, tapi jangan berlebihan aja."
"Baik non, maaf sudah ganggu" tutup Hasya. Sejak satu bulan Hasya bekerja di mantion Zia dan Gibran setiap dua minggu sekali pasti pergi dengan alasan urusan bisnis tapi yang sebenarnya yang terjadi mereka hanya ingin menikmati moment berdua saja.
Hasya segera menghampiri Zehan yang terlihat sedang tersenyum melihat tingkah Bi Ani dan teman-teman Hasya. Mereka benar-benar menikmati waktu libur mereka. Hasya diam-diam mengambil foto Zehan saat ia tengah fokus melihat keseruan Bi Ani yang nampak bahagia hari itu.
"Ciptaan tuhan memang selalu sempurna" gumamnya.
...----------------...
Di sebuah kamar hotel, Zia merangksek mendusel pada pelukan suaminya, hingga membuat suaminya terhenyak dari tidurnya.
"Kenapa Sayang?" tanya Gibran, terdengar suaranya agak serak khas orang baru bangun tidur.
"Ngga apa-apa sayang,"cicit Zia.
"Lalu?"
"Entahlah tapi setiap kali aku membaca segala sesuatu tentang wanita ular itu benar-benar membuatku meradang" ucap Zia kini meletakan pipinya di dad* bidang suaminya.
"Sayang, dengarkan aku. Ketika seseorang menyakiti orang lain dan dia malah makin bersinar, yakini satu hal Tuhan dan semesta sedang menyiapkan kahancuran yang paling mengerikan untuknya"
"Aku ingin kak Zehan cepat bisa berjalan normal lagi, walau kata dokter kini ia sudah bisa perlahan berdiri dengan memakai alat bantu"
"Aku juga menginginkan hal yang sama, biar bagaimana perusahaan memerlukan kehadiran Tuan Zehan"
"Kak, kenapa sih masih manggil kak Zehan dengan sebutan Tuan?" pekik Zia, ia heran pada mereka menikah sudah hampir 1 tahun tapi Gibran masih menyebut kakaknya dengan panggilan "tuan" yang terkadang membuatnya tidak nyaman untuk mendengarnya. Gibran tersenyum, lalu ia meraih dengan lembut pipi istrinya dengan tangan kirinya.
"Sayang, maaf,, aku tau kamu ingin aku mulai memanggil Tuan dengan sebutan "kakak" sama seperti dirimu memanggil beliau. Tapi tolong mengerti satu hal, aku sampai sekarang belum bisa memanggilnya "kakak" atau mungkin tidak akan pernah bisa. Karena tuanlah yang menolongku saat itu. Jika bukan karena tuan meminta Tuan besar mengambilku dari jalan waktu itu aku mungkin tidak akan ada di sini bersamamu sekarang. Aku mohon, kamu bisa memahami hal itu. Bukan aku tidak menghargai diriku apalagi tidak menghormati dirimu, anggap saja itu panggilan khusus atau panggilan sayang ku untuk mereka, hmm???" tutur Gibran dengan bijak.
"Baiklah, aku tidak akan mempermasalahkannya lagi. Aku hanya tidak ingin suami ku jadi diremehkan orang lain, hanya karena masih memanggil kak Zehan atau Papa dengan panggilan " Tuan" itu saja. "imbuh Zia sembari melingkarkan lengannya ke atas perut Gibran.
"Hahh! Siapa peduli. Aku sama sekali tidak akan terganggu. Apalagi aku sekarang memiliki dirimu. Mereka semua bukan apa-apa yang akan mengacaukanku"
"Dasar mulut manis" cicit Zia. Gibran mengekeh kecil tanpa bersuara. Perlahan ia meraih dagu istrinya dan mulai mencium bibir istrinya dengan lembut, kemudian mengulang kembali hal indah yang semalam mereka lakukan tanpa merasa lelah.
*******************
hmmm... maaf author masih polos 🙇🏻♀🙇🏻♀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments