Semua anggota keluarga sudah berkumpul di kamar kak Zehan, ada Bibi Lynn yang sejak datang atau mungkin sejak menerima kabar dari ku terus saja mengisak, paman juga terlihat serius dan gusar. Nathan dan Nathalie jugga terlihat sama cemasnya sepertiku. Hanya suamiku yang terlihat paling tegar di ruangan ini meski beberapa kali aku pernah memergoki dirinya tengah menyeka air mata yang menggenang di sudut matanya.
Kami pun berdebat kecil mengenai kondisi kakak serta keinginan ku untuk mengajak kakak ke Hongkong saja bersamaku bulan depan. Paman dan Bibi dengan tegas menolak gagasanku mengingat kami di sana untuk bekerja, mereka mengkhawatirkan siapa yang akan menjaga kakak jika kami tengah bekerja nantinya.
Mereka memang bukan orang tua kandung kami, tapi kasih sayang mereka terhadap kami berdua tidak pernah sekalipun aku meragukannya. Meski ada Nathan dan Nathalie yang jelas-jelas adalah anak kandung mereka tapi Paman dan Bibi tetap memperlakukan kami sama dengan mereka, salah ya di hukum juga diceramahi, berprestasi kami diapresiasi, dimanja saat kami lelah, dikuatkan ketika kami mulai lelah. Itulah sebabnya Nathan dan Nathalie tak pernah bersaing dengan kami yang notabennya adalah hanya anak dari kakaknya Bibi Lynn yang terpaksa harus mereka rawat setelah orangtuaku dinyatakan meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat. Entahlah aku tidak terlalu ingat peristiwa itu, karena memang aku masih kecil. Dan karena wajah bibi Lynn sama persis seperti itu kami, kami tidak terlalu merasakan perbedaan di antara dua wanita itu, karena dari sebelum-sebelumnya orangtua kami memang sudah sering menitipkan kami pada beliau berdua.
Kakak mulai tersadar, berusaha keras memiringkan tubuhnya mungkin ia berusaha menghindari ribuan pertanyaan yang akan kami cecar mengenai peritiwa kemarin malam.
"Kakak.." seruku sembari menghampirinya.
"Tenanglah Zia, kakak mu ini belum mati" ucapnya ketus.
"kakak.." seruku sembari menatap tajam padanya.
"Jangan bicara sembarangan Zehan" hardik paman Yohan memotong kalimatku.
Lantas paman dan bibi mendekati kak Zehan dengan wajah kesedihan mereka. Aku tahu kakak bukan orang yang suka dikasihani, terlebih dengan kondisinya sekarang. Lalu paman mulai membicarakan usulanku mengenai yang ingin memboyong kak Zehan ke Hongkong bersamaku. Awalnya kakak bersikeras menolak, kemudian suamiku mendekatinya lantas membisikan sesuatu. Dan raut wajah kakak aku bisa memastikan bahwa yang mereka bicarakan berkaitan dengan kejadian yang menimpa kakak belakangan ini.
"Tuan, jika tuan tidak berusaha bangkit dan sembuh maka sampai kapan tuan tidak akan bisa membalas semua perbuatan culas mereka pada tuan" tambahnya lagi sedikit bergeser dari tempatnya semula. Wajah kakak nampak makin gusar terlihat dari rahangnya yang makin tegas, seakan menahan gejolak emosinya tidak meledak. Kak Zehan menatap tajam lurus ke depan, dari sorot matanya berkilatan kemarahan dan kebencian di sana.
"Zi, kapan kita berangkat?"
flashbac off
*****************
Di sebuah building house di daerah Mongkok, Hasya sedang bermalasan-malasan di atas ranjang, hari ini ia libur dari tugas negara. Cuaca yang sangat panas membuatnya ia malas berada di luar ruangan terlalu lama. Lagi pula ia sedang tidak ada janji bertemu dengan siapapun paling nanti sore sekitar jam tiga baru ia akan ke Tsing Yi bertemu Niken. Di meja makan Alin yang memang bekerja menjadi asisten di Agensy nampak sibuk dengan beberapa berkasnya.
"Sya, kamu ngga kemana -mana kan hari ini?" tanya Alin seraya memasukan dan merapikan beberapa berkas yang sudah selesai ia kerjakan.
"Nanti paling jam 3 aku baru keluar kak, kenapa?" tanya Hasya agak curiga.
"Hmmm... jam 3 ya.. Ya udah deh ngga jadi"
"Napa ?? Kok ngga jadi?" tanya Hasya sembari duduk di tepi bibir ranjang.
"Ngga apa-apa, tadinya aku mau keluar, tapi kalo kamu jam 3 keluar ya udah besok aja"
"Hooh aku udah ada janji jam segitu, kakak tau sendiri aku ini pantang ingkar kalo udah janjian sama orang"
"Ya makanya itu,"
"Kak, tumben sih di sini sepi, biasanya tumplek-tumplek?"
"Ya bukannya bagus, kamu jadi bisa leha-leha begitu dengan bebas" sindir Alin.
"Iya sih, tumben aja sepi"
"Mereka lagi kerja bakti bantuin si Mamih pindahan anaknya"
"Lah kakak napa kok ngga bantuin?" balik Hasya yang menyindir Alin.
"Males ah, cape. Lagian kerjaan ku ini masih banyak, panas juga cuacanya" sahut Alin sembari memakan melon yang sudah di potong dadu. Hasya terkekeh kecil mendengae jawaban Alin, ia lantas kembali berbaring di ranjang sembari melanjutkan drakor yamh tadi sempat tertunda.
"Eh Sya, majikan kamu gimana? Mau lanjut apa ngga kontrak mu? Dua bulan lagi habis lho?" tanya Alin mengingatkan.
"Entahlah kak, aku segen nanya, di rumah masih masa berkabung begitu" ujar Hasya tanpa menoleh.
"Ya udah tapi minimal 1 bulan sebelumnya kamu udah harus ada kepastian lho"
"Iya kak, aku ngerti"
Namanya Jung Hasya Ophelia, berusia 26tahun. Ya dia adalah keturunan bangsa korea, karena itu ia memilik marga Jung dari Ayahnya. Sedang Hasya Ophelia itu nama pilihan ibunya. Hasya bisa berarti keceriaan atau juga kesempurnaan, sedang Ophelia memiliki arti anak perempuan, dan sesuai harapan dan doa orangtua terutama ibunya. Hasya tumbuh menjadi sosok yang cuek, ceria, yang memiliki motto hidup "nikmati saja semua jalan rencana Tuhan".
Dan jika dilihat dari spek sudut pandang manapun rasanya akan sulit untuk percaya jika Hasya seorang BMI di Hongkong. Wajahnya cantik, kulit putih, tinggi semampai, dengan wajah dan mata khas orang Korea. Hasya memang memiliki hampir keseluruhan wajah ayahnya yang memang asli orang sana. Bagaimana akhirnya ia bisa bekerja di negara beton ini, alasannya karena ekonomi. Ayahnya dulu memiliki usaha di bidang garment, namun harus bangkrut setelah tertipu investasi bodong. Seluruh aset, properti serta perusahaannya terpaksa harus disita oleh pihak bank. Mereka pun terpaksa pindah ke kampung halaman ibunya Hasya, karena memang hanya tinggal rumah itu saja yang masih tersisa. Hasya terpaksa putus kuliah, adiknya pindah sekolah negeri di sana. Selang beberapa minggu tinggal di sana ayahnya terkena struk.
Demi keluarga akhirnya ia nekat pergi menjadi TKW, dan tidak terasa sudah 4tahun ia tinggal dan bekerja di sana.
Sekarang ia tengah dilema dengan pekerjaannya, ia sedang mengalami masa bosan dan juga malas jika harus berganti majikan lagi. Ini majikan yang ke tiga dalam 4tahun ini. Dua diantaranya finish lebih cepat karena lansia yang ia rawat meninggal. Hanya di majikan pertama saja Hasya bisa menyelesaikan kontraknya hingga 2tahun. Sebenarnya Hasya ada rencana pensiun tahun ini, tapi adiknya tahun ini sudah mulai masuk kuliah, ayahnya juga masih sangat memerlukan banyak biaya untuk terapi struknya. Sedang ibunya sengaja Hasya larang bekerja lagi, makanya saat cuti kemarin ia membuatkan warung sembako ibunya, lumayan lah bisa untuk sehari-hari mereka.
Sekitar jam tiga kurang sedikit Hasya sudah berada dalam MTR menuju Tsing Yi untuk menemui Niken seuai janjinya tempo hari. Sesekali ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dalam gerbong kereta cepat itu seraya melihat sudah sampai mana kereta ini melaju, entahlah namun hari ini perasaannya benar-benar merasa sangat bosan.
"Hasya, Jung Hasya kan?"sapa seseorang padanya, ia pun mendongak dan mendapati seorang pria sedang berdiri di depannya sembari memegangi hand strap kereta, alisnya saling bertautan mencoba mengingat-ingat dimana ia pernah bertemu dengannya.
"Kevin?"
"Benar, aku Kevin kakak kelasmu waktu SMA, syukurlah aku tidak salah orang,"
"Ah kak Kevin maksudku, sorry.. sorry sebenarnya tadi hampir lupa, maklum udah lama ngga ketemu kan kak?" Hasya tersenyum pada Kevin.
"Halah santai aja, baguslah akhirnya kamu tetap ingat sama aku" balas Kevin tersenyum lebar pada Hasya.
"Oiya gimana kabarmu, dan sedang apa di sini?"
"Al hamduillah baik Sya, aku lagi off, kebetulan aku kerja di bank BN*. Eh ngomong-ngomong kabar kamu sendiri sama keluarga kamu gimana di sini juga?"
"Aku juga baik, dan ya aku juga kerja di sini, cuma beda lev aja, aku jadi BMI udah 4tahun. Keluarga al hamdulillah baik juga"
"Oiya, hebat nona manja bisa jadi BMI, di Hongkong lagi yang terkenal keras" canda Kevin
"Pck, aku udah ngga jadi nona lho kak" sahut Hasya tanpa tersinggung.
"Eh tapi aku ngga lho nyangka kita bisa ketemu kamu di sini, ternyata dunia itu emang sempit ya"
"Kakak masih keep in touch sama temen-temen sewaktu SMA nggak"tanya Hasya.
"Jarang-jarang Sya, paling pas aku balik ke Indonesia ya kadang masih suka ngumpul-ngumpul tapi ya paling sama Rangga, Daniel, sama Valent" Hasya tersenyum kecut saat mendengar nama Valent di sebut. Sebuah nama yang pernah mengisi hari-harinya di masa SMA dengan cinta monyet yang manis sekaligus menyakitkan.
"Kamu sendiri, masih Sya?"
"Sama aku juga paling masih komunikasi Rhea, Davina, terus Fitri, selebihnya aku ngga tau hehehe"cicit Hasya. Tak lama kemudian mereka pun terlibat dalam obrolan seru mengenai masa -masa mereka sewaktu di ama SMA dulu.
____________________
*********
bantu author lebih semangat untuk menulis yuk!
caranya gampang tulis komentar kalian yang membangun, dan jangan lupa tekan tanda lovenya ya.😉
************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments