Semua orang sudah bersiap dengan bawaannya masing-masing, Zehan terlihat murung tatkala melihat bibi Lynn pergi bersamaan dengan Zia yang katanya mau ke Taiwan menemani Gibran karena urusan bisnis sebagai seorang istri yang baik harus ikut kemanapun suaminya pergi. Zia terlihat merapikan kerah kaos polo Gibran yang terlihat miring sebelah
"Ciih," Zia menoleh menatap tajam pada Zehan.
"Iri? Bilang boss?!"
"Dih ngapain iri sama kebucinan kalian yang kaya anak Abege itu, norak tau nggak" ejek Zehan menyembunyikan perasaannya yang sudah ketahuan.
"Halah.."
"Jangan ngadu kalo nanti si Gibran selingkuh"
"Maaf Tuan Zehan, aku tidak berani. Bisa menikahi nona Zia adalah anugrah dari Tuhan, lagipula aku tidak mau mati konyol di tangan Tuan Zehan kalau aku sampai berselingkuh dari Nona Zia" ucap Gibran cengir kuda dengan canggung seraya menyugar rambutnya.
"Tuh kakak denger kan, suami ku ini emang paling baik sedunia ulu ulu ulu.." ucap Zia sembari menguyel pipi suaminya yang membuat Zehan terperangah dibuatnya lalu memijat pelipis dahinya. Seorang Gibran yang ia kenal dingin dan cuek seperti dirinya namun dihadapan istrinya bisa bertingkah konyol dan sangat manut pada Zia seperti seekor anak kucing.
"Mama pulang dulu ya sayang, kasian papa kamu kalo maa tidak pulang, lagi pula sekarang ada Hasya. Mama percaya ia bisa merawat dan menjaga kamu selama Zia dan Gibran ke Taiwan,"
"Aku heran sama kalian semua kenapa bisa sebegitunya percaya dengan perempuan asing ini" Zehan melirik Hasya sekilas yang berdiri di sampingnya.
"Kenapa? Contoh kecilnya, ia bisa membantu kakak berpakaian serapi ini" ucap Zia sembari menjulurkan kedua tangannya ke arah Zehan seolah mempersembahkan sesuatu. Zehan berkerut kening, kemudian melihat keadaan dirinya yang ternyata sudah berganti pakaian lengkap dengan aksesoris jam tangan dipergelangan tangannya kemudian menoleh pada Hasya yang berusaha menghindari tatapannya.
"Sudah ya kak, kami pergi dulu" pamit Zia mencim tangan kakaknya, di ikuti bibi Lynn yang mencium pipi kanan Zehan, lalu Gibran yang membungkuk hormat padanya, setelah melambai tangan mobilpun melaju meninggalkan area perumahaan. Hasya baru menyadari jika dirinya kini berada di salah satu kawasan hunian elit orang-orang Hongkong, The Peak. Hasya menghela nafasnya dalam-dalam artinya jika ia pulang libur ia harus berjalan cukup jauh dari MTR, karena masuk ke kawasan itu tentu saja jarang diperbolehkan kendaraan umum bisa masuk ke sana.
Zehan nampak terdiam, perlahan kursi rodanya mulai melaju laju sangat pelan. Hasya mengambilkan id cardnya dan meminta id card milik Zehan untuk diberikan lalu di catat oleh petugas di gerbang agar nanti mereka tidak kesulitan saat masuk kembali ke kawasan elit tersebut. Zehan nampak murung dan menghela nafas seolah rongga dad*nya terhimpit beban berat. Mereka menyusuri jalan pejalan kaki yang tidak jauh dari sana, suasana asri karena pohon-pohon rindang tumbuh di sisi kanan kirinya. Hening, mereka terlalu disibukan oleh pemikiran masing-masing.
Sekitar 1 jam mereka terjebak dalam keheningan, Hasya kemudian menarik tuas rem yang menahan kursi roda Zehan lantas berjalan kembali pulang karena sudah waktunya makan siang dan Zehan harus meminum obatnya.
Di dalam kamar setelah selesai makan siang, Zehan memperhatikan wajah Hasya yang ternyata cukup cantik untuk ukuran seorang pembantu. Hasya yang sedang merapikan barang-barangnya ke dalam lemari baju yang baru tiba tepat jam 10 sesuai yang dikatakan oleh Zia padanya, dan ternyata Zia juga membelikannya sebuah meja rias agar Hasya bisa meletakan pernak perniknya di sana.
Hasya yang sebenarnya merasa canggung bahkan meresa risih tidak nyaman namun ia tetap berusaha tidak memperdulikan Zehan yang terus melihatnya dari sudut tempat tidurnya.
"Berapa Zia membayarmu?" Zehan tiba-tiba bersuara memecah kesunyian.
"7000$HK " jawab Hasya singkat, menoleh sebentar pada Zehan.
"Pantas saja kamu mau bekerja di sini"
"Kenapa memang toh saya tidak menjual diri, saya hanya menjual jasa untuk merawat Tuan."kalimat Zehan tercekat ditenggorokan saat meminta izinnya untuk mengangkat ponselnya yang berdering. Zehan yang bersedekap sambil bersandar pada headboardnya hanya mengangguk saja mengizinkan Hasya untuk nerima telpon.
"Ya Hallo"
"...."
"Hmm lagi beres-beres aja" ucap Hasya seraya memasang bluetooth agar ia tetap bisa sambil membereskan barang-barangnya.
"Kapan?"
"......"
"Hmm bisa sih tapi aku dateng ngga sendiri ya, di rumah ngga ada orang, jadi harus bawa kakak si boss juga"
"......"
"Ketemu di the peak and Avenue aja"
"...."
"Ok, see you " Hasya mengakhiri sambungan telponenya. Kemudian ia meletakan kembali aerphonenya kembali ke tempatnya. Kemudian dia bergegas keluar beberapa saat kemudian ia datang kembali dengan membawa vacum dan ember berisi pelan yang sudah diberi baycle*n dan pewangi lantai. Kemudian ia menggeser sedikit meja riasnya hingga kw tempat ia inginkan. Zehan melihatnya dengan terheran karena Hasya mendorong meja itu enteng saja. juga dengan tempat tidurnya. Setelah selesai dengan kegiatan tukangnya dia kini memvacum seluruh ruangan kemudian mengepelnya. Tercium wangi aroma terapi apel menyeruak memenuhi kamar tersebut.
Zehan menggelengkan kepalanya seraya mengulas senyum, dia kini faham kenapa perempuan itu dipaksakan oleh Zia untuk merawatnya. Sepertinya Zia memiliki feeling jika Zehan untuk saat ini ia tidak akan bisa melawan Hasya yang terlihat memiliki tenaga cukup kuat terbukti dengan gadis itu mampu menggeser-geser furniture yang pasti lumayan berat demi mendapatkan kenyamanan yang gadis itu inginkan, tentu sebelumnya Hasya sudah izin dulu pada Zehan meski pria itu menanggapinya dengan dingin.
Dekorasi kamar itu berubah total, Zehan mengerti dengan sofa yang Hasya sengaja letakan di tengah-tengah ruangan yang di maksudkan untuk membatasi wilayah mereka. Hasya sengaja meletaka tempat tidurnya di dekat pintu keluar di sampingnya kanannya nakas kecil dan di samping kirinya meja riasnya, sedang lemari ia letakan menutupi lekukan kosong dekat dekat jendela. Dan ternyata sedikit perubahan itu tata letak itu, seolah mereka berada di dunia yang berbeda. Di bagian Hasya terkesan hangat minimalis, sedang di bagian Zehan dingin dan suram seperti penghuninya. Beruntung toilet dan kamar mandi lain berada tidak jauh dari kamar itu, jadinya Hasya tidak terlalu repot untuk urusan pertoiletan.
Hasya keluar dari kamar karena merasa bosan saat Zehan sedang terlelap setelah Zehan meminum obatnya. Ia menuju dapur tempat asisten rumah tangga lainnya berkumpul. Hasya mendekati seorang wanita mungkin beberapa tahun lebih tua usianya darinya.
"Bi sibuk ya"
"Ayam jatoh ketiban tangga, Ya allah kamu bikin kaget aja ih!!" latah wanita itu.
"Duh maaf Bi,, kirain bibi ngga lagi konsen" Hasya cengir sembari menyatukan telapak tangannya karena merasa tidak enak karena sudah membuat kaget wanita itu.
Kemudian setalah itu mereka saling mengenalkan diri. Namanya bi Ani berusia hampir 50an, beliau istri dari Pak Edy supir di rumah itu. Bi Ani menjelaskan mereka sudah bekerja di Keluarga Zehan selama 13 tahun. Mbak Ani kemudian menceritakan semua yang ia tahu mengenai Zehan, karena sebagai seseorang yang akan merawat Zehan hingga beberapa waktu, Hasya memerlukan banyak informasi agar ia bisa meminimalisir kesalahan atau hal-hal yang mungkin tidak terduga.
Menurut penuturan Mbak Ani, sebetulnya Zehan sosok yang penyayang terhadap keluarganya namun memang sedikit pendiam, kaku, dan seolah acuh. Dari situ Hasya bisa menyimpulkan bahwa Zehan memiliki pembawaan selayaknya CEO dalam drama, komik, novelto*n atau wattp*d yang sering ia baca. "Ternyata karakter mereka itu memang seperti tercipta dalam satu cetakan" gumam Hasya.
Ketika tengah asyik bergibah mereka dikejutkan dengan suara hantaman keras benda pecah belah dari kamar Zehan. Hasya segera bergegas menuju ruangan itu, dan betapa terkejutnya Hasya saat melihat Zehan akan menyayat nadinya dengan pecahan beling yang sudah ia tempelkan di pergelangan tangannya.
*****
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments