Takdir Ku Bukan Untukmu
pagi itu, aku menyiapkan sarapan nasi goreng dan telor dadar kesukaan mas Pasha. Tadi malam mas Pasha baru pulang dari Kalimantan, tugas kantor. Sementara aku dan Arya putra kami satu-satunya juga baru pulang dari Cirebon. Hari ini aku merayakan kebersamaan dengan sarapan nasi goreng bersama. Rutinisa pekerjaan ku di kantor dan mas Pasha membuat Arya jarang bertemu dengan bapaknya. Selama aku kerja ke luar kota, Arya dan pengasuhnya selalu ikut bersama ku. Semua ini aku lakukan agar, selama beraktivitas aku tetap bisa mengontrol Arya.
"Ma, Arya mau telor dadarnya yang banyak ya." Ucap Arya, sambil menunjuk telor dadar yang ada di depan nya. Arya anak yang aktif, banyak ulah dan gak bisa diam.
"Iya Arya, tapi duduk dong kalo makan!" suara ku menenangkan Arya supaya makan duduk yang baik.
Mas Pasha juga ikut menasehati. Katanya,
"Hayu Arya, duduk yang baik ya!." Ucap mas Pasha
Arya kemudian merapihkan tempat duduk nya lalu menyuap makanan yang sudah disiapkan di piring nya.
"Cit, nanti aku ke kantor sebentar ya, kamu mau ikut nggak? mau ambil dokumen di kantor, supaya besok aku bisa kerja dari rumah aja!", ucap mas Pasha. Mas Pasha terbiasa tetap memanggil nama ku Citra, tidak memanggil mama seperti pasangan tetangga sebelah ku, walau kini kita sudah memiliki anak.
"Nggak ach mas, aku mau istirahat aja!" jawab ku. Kemudian aku melanjutkan kelimatnya,
"Nanti ibu paling ke rumah, tadi malam kan aku belom ketemu ibu mas!." Ucap ku.
Sudah hampir lima hari sejak aku tugas ke Cirebon, ibu yang mengurus bersih-bersih rumah ku. Aku sengaja kontrak rumah yang dekat dengan rumah ibu biar bisa titip menjaga rumah bila aku sedang tugas keluar kota.
"Ya sudah, kamu sama Arya di rumah aja ya istirahat, mas sebentar kok ke kantor nya!."
Setelah sarapan beres, mas Pasha ke garasi. Memanaskan mesin mobil kemudian mengganti pakaian yang rapih untuk bersiap ke kantor.
Mobil dimatikan, mas Pasha bermain sebentar dengan Arya. Kemudian pamit ke kantor.
"Mas pamit ya Cit."
Aku raih tangan mas Pasha, mencium punggung tangan mas Reyhan. Begitu pula Arya mengikuti apa yang aku lakukan. Mas Pasha memeluk ku kemudian mencium keningku. Rasa kangen sudah lima hari tidak ketemu, membuat makin erat mas Pasha memeluk ku.
"Udah sana ke kantor dulu, nanti malam aja dilanjut,"ucap ku, sambil tersenyum memberi kode untuk melepas kangen nanti malam.
Mas Pasha masuk ke mobil kemudian menyalahkan mesin mobil dan memundurkan mobil keluar garasi menuju kantor. Aku melambaikan tangan ke mas Pasha hingga mobil hilang dari pandangan.
Baru saja aku menutup gerbang, dari kejauhan ibu memanggil ku.
"Cit, itu mas Pasha mau kemana?," suara ibu terengah-engah berjalan kelelahan mengandeng adik ku Diah.
"Eh, Diah lagi main ke rumah ya, Bondan sama Seno mana? Kata ku, sambil melihat segela arah mencari anak-anak Diah.
"Ada di rumah, main sama Didik." tegas Diah.
"Masuk bu," ucap ku, sambil merapihkan sofa karena banyak mainan Arya.
Aku mencium punggung tangan ibu, begitu pula Arya, kemudian bersalaman dengan Diah adik ku. Kemudian kata ku lagi,
"Diah tolong tutupin pintu teras ya, takut Arya main keluar nih. Nanti masuk rumah tetangga gak enak." Ucap ku sambil melihat Arya yang sudah keluar teras rumah.
Diah langsung menutup pintu depan, kemudian menggandeng Arya masuk ke dalam.
"Oh iya Diah tolong ambil kan itu yang di kardus ada di dapur, mba bawa oleh-oleh dari Cirebon," ucap ku.
Ibu dan Diah melangkah ke dapur. Melihat Tuti, pengasuh Arya, sedang mencuci piring. Aku masih duduk di teras bersama Arya.
"Eh ada embah sama mba Diah, apa kabar?," ucap Tuti, yang langsung mengelap tangannya kemudian menunduk sambil mencium punggung tangan ibu dan besalaman dengan Diah. Tuti pengasuh Arya, sama ibu dan keluarga ku, sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Selain itu Tuti juga anak yang sopan dan hormat dengan seluruh keluarga ku. Itu yang membuat keluarga ku menyukai Tuti.
Ibu dan Diah melangkah ke ruang tamu membawa dua dus yang ada di dapur.
"Bu, itu aku sama mas Pasha bawa oleh-oleh, nanti tolong ibu atur aja ya bagi-bagi ke saudara-saudara semuanya. Yang untuk tetangga kemaren sore sudah Tuti bagi-bagiin." Jelas ku ke ibu dan Diah. Kemudian aku melanjutkan bicaranya,
"Diah, ambil juga itu paper bag yang di kamar. Ada tiga, aku beli souvernir, kaos dan dompet dari Cirebon, nanti dibagiin juga ya ke siapa aja yang mau!," pinta ku.
"Iya mba Citra, makasih ya." Diah langsung membongkar isi paper bag.
Ibu dan Diah kemudian mengatur dan membungkus oleh-oleh untuk semua saudara-saudaranya. Aku bersyukur melihat ibu dan Diah senang dengan oleh-oleh yang aku dan mas Pasha bawa.
Aku teringat sebulan yang lalu, ibu tidak menegur aku karena aku terpaksa harus kontrak rumah. Rasa sedih aku tahan, hampir tiga Minggu ibu tidak mau main ke kontrakan ku, dan tidak pernah mau menerima oleh-oleh yang aku kirimkan. Hanya gara-gara aku pindah dan memutuskan kontrak pisah dari rumah ibu. Aku harus mengerti perasaan mas Pasha, karena ada saat-saat urusan rumah tangga ku, biar aku yang urus. Kadang, Ibu selalu ikut campur urusan rumah tangga ku. Hal itu membuat konflik aku dengan mas Pasha.
Aku jadi bingung harus membela siapa. Mas Pasha atau ibu. Sejak konflik itu mas Pasha jadi sering pulang larut malam karena malas ketemu dengan ibu. Hal ini yang membuat aku ambil keputusan untuk pisah rumah dengan orang tua. Menurut aku itu lebih baik, karena bapak juga mendukung dan setuju dengan keputusan ku.
Di luar dugaan, ternyata keputusan ku membuat ibu kecewa. Aku dianggap gak mau serumah dengan ibu dan dianggap pemborosan. Aku berusaha memberi pengertian ke Ibu, tapi ibu tetap gak mau terima.
Tiga Minggu aku didiamkan ibu, sangat sedih rasanya. Suatu hari aku main ke rumah ibu, Arya masuk ke rumah dan langsung berlari memeluk ibu saat ibu baru pulang pengajian.
"Embah...... " Arya berlari sambil berteriak memanggil embah ketika melihat ibu masuk rumah sepulang dari pengajian.
Melihat kelucuan Arya, ibu kangen dan langsung memeluk Arya.
"Arya sehat-sehat kan?" tanya ibu ku.
"Sehat embah”, Arya langsung duduk dipangkuan ibu ku.
Aku dan bapak hanya tersenyum melihat kelucuan Arya yang akhirnya bisa mencairkan kekecewaan ibu ku. Mulai hari itu ibu berdamai dengan aku, kita pergi belanja susu bersama ibu ke supermarket. Aku bahagia banget ibu sudah bicara dan menggandeng tangan ku.
"Cit, nanti sore ada acara kemana? ibu mau ke supermarket bisa anterin nggak?," suara ibu membuyarkan lamunanku. Langsung ku jawab,
"bisa bu, aku juga mau beli susu Arya, udah mau habis nih!." Ucap ku.
"Ibu juga mau beliin susu Bondan, Seno sama Didik, mumpung lagi disini nanti Diah pulang biar sekalian bawa susu."
"Oh iya bu, nanti Diah sekalian beli aja untuk keperluan di rumah yang sudah habis, biar aku sekalian bayar," ucap ku ke Diah.
“Asyik, di traktir ya, siap mbak Citra.” Ucap Diah senang.
Aku sudah biasa membelikan kebutuhan adik-adik ku, penghasilan suami adik-adik ku yang pas-pasan membuat sulit untuk membeli susu dan kebutuhan sehari-hari.
Ibu kadang membandingkan Arya yang semua serba ada dengan cucu-cucu yang lain. Maka biasanya uang yang aku kirim untuk ibu digunakannya untuk membeli susu cucu-cucu nya. Rasa puas dan senang ibu jika melihat semua cucu-cucunya sehat. Aku ikut senang dan bahagia jika melihat ibu senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 438 Episodes
Comments
manisnya kamu 😘❤️
Good semangat yaa
Btw aku udah mampir ya
2023-10-05
0
范妮·廉姆
done ya..
semangat 45 semua...
2023-10-01
1
canyouseeme^^
mampir thor
2023-09-16
1