Ibu, Bude Sarah dan mba Nina sutah tiba di RSCM, bergegas melangkah menuju IGD. Setiba di IGD mbak Nina melihat mas Pasha, setengah berlari menghampiri mas Pasha. Ibu dan bude Sarah juga berlari mengekor dibelakang mbak Nina.
"Arya sini gendong bude." Pinta mbak Nina.
Diambilnya Arya dari gendongan mas Pasha dan digendong mbak Nina. Arya lumayan dekat dengan mbak Nina yang di Tangerang itu. Selain itu mbak Nina kebetulan memang tidak punya anak, jadi mbak Nina sangat sayang dengan Arya.
Arya yang masih sesenggukan, berkata.
"Bude, mama itu berdarah!" Arya menunjuk aku yang masih kesakitan di tempat tidur. Ibu, Mbak Nina dan bude Sarah langsung berlari menghampiri ku. Dipeluk nya aku sama ibu. Sambil berkata,
"Kenapa bisa begini Cit?" tangis ibu tidak percaya dengan keadaan yang aku alami. Setelah melihat kaki ku, ibu terjatuh pingsan.
"Sus... suster tolong ini ibu saya jatuh" ucap bude Sarah bingung.
Suara bude Sarah memanggil suster sambil mengangkat ibu yang pingsan melihat kondisi ku. Melihat embah uti pingsan, Arya jadi tambah keras menangis memanggil nama ibu.
"Embah... embah .. bude embah kenapa? tanya Arya sambil terus menangis.
Suster segera mengangkat ibu ku keatas tempat tidur, disebelah kanan ku. Kemudian dokter yang tadi memeriksa Tuti berlari memeriksa ibu ku. Ibu diperiksa detak jantung dan suster memeriksa tensi ibu.
"Gak papa, hanya shock saja, dikasih minyak kayu putih aja sama dibalurin minyak kayu putih biar cepet pulih," ucap suster.
Bude Sarah membuka tas dan mengambil minyak kayu putih dari dalam tas. Dioleskan di kening dan hidung ibu. Tidak lama ibu sudah siuman dan langsung menangis meratapi nasib ku.
"Sarah, Citra nanti gimana? kakinya kayak gitu?"
Bude Sarah terlihat jadi bingung, kemudian Mbak Nina mengambil botol minum dari dalam tas nya, meminta ibu untuk tenang sambil menyodorkan air putih yang ada di botol minumnya.
“bu minum dulu ya, terus harus tenang ibunya.” Pinta mbak Nina. Kemudian melanjutkan bicaranya,
"Bude Sarah, kayaknya ibu bawa pulang aja ya. Kalau disini jadi tambah repot. Ibu kan gak bisa liat darah!" saran mbak Nina disetujui bude Sarah.
"Iya nih, kepalaku juga pusing disini, mau pulang aja. Nanti kamu kabar-kabari ya Nin!" pinta bude Sarah.
Setelah melihat ibu sudah mulai segar, ibu dan bude Sarah pamit pulang. Dipeluknya erat-erat aku sama ibu sambil menangis, begitu pula bude Sarah memeluk ku. Air mata bude Sarah jatuh ke baju ku. Kata bude Sarah,
“Cit, aku pulang ya, antar ibu. Takut nanti pingsan lagi tambah repot disini.” Ijin bude Sarah.
Aku hanya menganggukkan kepala, pasrah dengan takdir ku. Setelah itu Ibu dan bude Sarah pamit ke mas Pasha. Mas Pasha mencium punggung tangan ibu dan bude Sarah. Sambil berkata,
"Doain Citra ya Bu, supaya segera membaik" suara mas Pasha menahan kesedihannya.
"Iya, yang tabah ya Rey, ibu sama Sarah pulang dulu."
Kemudian ibu dan mba Sarah langsung keluar ruangan IGD sambil menatap tubuh ku yang masih terbaring kesakitan di tempat tidur. Ibu dan bude Sarah tidak sanggup melihat kondisi ku, makanya langsung pulang,
" Maaf ya Cit, aku takut nanti kalo ibu liat kondisi kamu, pingsan lagi. Kepalaku juga sudah pusing banget" batin bude Sarah.
Aku ditemani mbak Nina yang sedang menggendong Arya duduk di sisi kiri ku. Sambil bicara dengan Tuti.
"Kamu gimana Tut, yang sakit apa?" tanya Mbak Nina.
"Alhamdulillah aku cuma lengan kiri yang memar bude, tadi aku jatuh menimpa Arya, makanya aku tahan lengan kiri biar beban ku gak ke Arya" Suara Tuti sambil mempraktekkan kejadian yang terjadi begitu cepat itu.
Arya sudah asyik makan kue yang dibawa mbak Nina, dia paling bisa menenangkan Arya supaya tenang. Mas Pasha masih serius bicara dengan dokter. Kulihat Mas Pasha sibuk menelpon seseorang dengan ponselnya. Surat yang akan ditandatangan untuk melakukan tindakan aku masih ditahan mas Pasha. Entah apa yang ditunggu aku tidak tahu. Kemudian aku meminta mbak Nina, untuk memanggil mas Pasha. Aku ingin bicara karena sudah gak kuat dengan kaki ku.
“Mbak Nina, tolong panggilin mas Pasha dong,” suara ku gemetaran menahan sakit.
Tanpa menjawab, Mbak Nina langsung berjalan menghampiri mas Pasha, sambil menggendong Arya, dan mengatakan kalau Citra ingin bicara.
"Iya Cit, ada apa?” jawab mas Pasha, sambil melangkah mendekati ku.
"Kata dokter apa mas? aku sudah gak kuat? kalau kaki ku harus dipotong aku siap kok!"
Mas Pasha melongo mendengar ucapan ku. Serasa tidak tahan untuk menahan air mata yang akan jatuh menetes.
"Apa yang ditunggu mas, aku rela kok gak papa, aku udah gak kuat mas?" pinta ku.
Mendengar permohonan ku, mas Pasha balik kembali ke meja kerja dokter. Kemudian katanya,
"Dok, saya siap tandatangan, mana dok tandatangan nya?" ucap mas Pasya meminta kertas formulir yang harus ditanda tangani.
Dokter menyodorkan formulir yang harus ditandatangani mas Pasha. Baru saja tandatangan selesai Datang pak Selamet dan Bu Hera beserta semua staf kantor masuk ruang IGD, dan langsung menghampiri Citra.
Siti langsung memeluk ku, katanya,
"Mbak Citra, kok bisa begini, tadi kan mbak wa an sama aku!" tanya Siti, sekretaris Bu Hera.
"Kayaknya mobil taksinya ada masalah Sit, sopir taksinya gak mau cerita aja" jawab ku meringis menahan sakit.
Kulihat ada Haris, Deni, Riki, Pak Bambang, Pak Slamet dan Bu Hera. Semua yang melihat aku menampakkan ketegangan di raut wajah nya. Apa yang mereka pikirkan aku tidak tahu. Kemudian Bu Hera mendekati ku. Sambil berkata,
"Cit, ini ada bacaan semoga bisa menenangkan kamu!" Suara Bu Hera mekuatkan aku agar tidak terlihat sedih.
Ku ambil buku agak tebal ku baca judul cover nya.
"La Tahzan" gumam ku.
Dengan suara pelan ku ucapkan,
"Terimakasih Bu!"
Ku lirik lagi disekeliling ku, terlihat banyak teman-teman kuliah da teman SMA ku banyak menjenguk.
"Ini mesti mas Pasha yang memberitahukan semua teman-teman di ponselku mengenai kecelakaan yang aku alami. Mas Pasha sibuk berdiskusi dengan pak Slamet mengenai penanganan yang terbaik untuk aku. Seperti nya pilihan untuk memindahkan aku melakukan operasi di Singapura batal dilakukan. Begitu saran dari dokter langganan Pak Slamet di SIngapura, setelah Pak slamet bertelepon panjang lebar mengenai riwayat kecelakaan ku, di jalan. Keputusan akhirnya sudah diambil, istri pak Bambang, bu Leni yang tugas dokter di RSCM juga ikut mengambil suara memberi pendapat terbaik yang harus aku harus jalani. Bu Leni istri pak Bambang menghampiri ku lalu berkata,
"Mba Citra sabar ya, sore ini kita segera ambil tindakan!" raut wajah Bu Leni, terlihat sedih. Hingga tidak sanggup menatap wajah ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 438 Episodes
Comments
Aryoseto
pasti kamu kuat cit
2022-10-07
0