Masih terdiam, merenungi dan mencerna kalimat demi kalimat yang keluar dari mas Pasha, lalu bapak mulai bersuara,
"Setelah bapak pikir, sebenarnya ini baik untuk masa depan Citra dan Arya, biar kalian tidak terpisah. Selama ini dari sebelum punya anak sampai sudah ada Arya, kalau bapak perhatikan kalian berkumpul sebulan paling cuma seminggu, sisanya kalian hidup di dunia masing-masing. Dengan kalian pindah ke Surabaya, bapak berharap kalian jadi hidup bersama, tidak berpisah lagi." Ucap bapak memberi titik terang permasalah kepindahan tugas ke surabaya.
Yang lain masih tetap mendengarkan kalimat mas Pasha dan kalimat bapak. Tono dan Sri mengangguk-angguk seolah paham apa yang dimaksud dengan pembicaraan bapak. kemudian ibu bicara,
"Iya juga sih, kasihan Arya selama ini ketemu bapak nya cuma seminggu, habis gitu pisah lagi. Citra ke Cirebon, bapaknya ke Surabaya, Bali Mataram. Begitu terus tiap bulan" ucap ibu menjadi lebih teduh.
baru aja selesai bicara, ibu melanjutkan kalimatnya,
"Tapi nanti nak Pasha sama Citra sering pulang ke Jakarta ya!" pinta ibu.
Pasha langsung menjawab,
"pasti ibu Bu, malah kalau perlu semua keluarga Jakarta yang ke Surabaya, biar kita ajak jalan-jalan ke tempat wisata di Jawa timur biar ganti suasana. Nanti untuk transportasi dan akomodasi biar Citra yang transfer ke rekening ibu. Naik kereta api rame-rame ke Surabaya kan jadi seru tuh," sambil tersenyum mas Pasha membayangkannya.
Mendengar cerita seperti itu, ibu, bapak, Tono, mbak Nina dan Sri yang berada di ruang tamu menjadi lega. Lalu mba Nina bertanya,
"Terus kapan tuh mulai ke Surabaya, kaki palsu Citra kan Minggu depan baru jadi?” tanya mbak Nina.
"Ini kantor sudah membuat surat tugas untuk saya dan Citra, saya diminta untuk mencari rumah di Surabaya. Kalau perlu besok sudah cari rumah di Surabaya, sementara suruh kontrak dulu, sambil nanti cari lokasi yang strategis baru dibeli rumahnya, begitu tadi hasil meeting hari ini mbak!" jawab mas Pasha.
“Wah, Citra tiga hari lagi harus kontrol ke RSCM, apa Citra perlu ikut untuk cari rumahnya?" Tanya mbak Nina.
"Justru Citra yang harus putuskan rumah yang mana yang dipilih, karena Citra harus nyaman dengan lingkungan tetangganya," jelas mas Pasha.
"Iya juga sih," Ibu mengiyakan Kalimat mas Pasha.
"Jadi besok ya ke Surabaya?" lanjut ibu.
"Iya, besok harus sudah mulai cari rumah yang akan dijadikan kantor di Surabaya, sebaiknya mbak Nina ikut aja untuk dampingi Citra, nanti Tuti biar fokus sama Arya. Citra kan jalan dengan tongkatnya belum lancar, masih harus dibantu, atau ibu mau ikut!' tanya mas Pasha.
"Iya boleh, aku ikut, biar tahu Citra tinggal dimana? Ucap mbak Nina.
"Tapi nanti pas kita pindahan, semua keluarga di Jakarta. Saya berharap ikut ke Surabaya, sekalian baca doa di rumah yang baru dan kirim besek ke tetangga-tetangga sebelah untuk perkenalan. Sebaiknya berangkat hari Jumat aja naik kereta biar ada waktu luang sampai Minggu. Biar gak ganggu yang kerja, bisa ikut semua." Ucap mas Pasha.
Saat semua sedang berdiskusi memberikan pendapat, aku masih terdiam, berkecamuk perasaan di dada ini, antara senang, sedih, bahagia. Aku belum tahu rencana Allah apalagi untuk ku. Aku hanya selalu berpikiran positif terhadap apa yang aku alami semua ini.
"Jadi gitu ya Cit, udah jelas semua kan? jadi besok kamu bersiap untuk cari rumah ke Surabaya. Ditemenin ibu dan Nina!" kalimat bapak mengulangi kesimpulan dari diskusi yang dibicarakan sedari tadi.
Aku tersentak, berusaha setenang mungkin sambil menjawab,
"Iya, pak. In Syaa Allah aku siap. Nanti aku telpon dokter Haris, minta rujukan dokter Surabaya untuk melanjutkan terapi di Surabaya!" ucapku datar.
"Nah itu lebih baik, biar kalo sama dokternya yang sudah kenal kan menjadi lebih baik. Hubungannya sudah dekat" suara bapak menjadi lebih yakin kepergian Citra itu memang yang terbaik.
“Kalau gitu, kita pulang yuk, ibu mau rapih-rapih untuk persiapan besok.” Ucap bi, kemudian ibu melanjutkan bicaranya,
"Oh iya, besok naik kereta yang jam berapa nak Pasha?"
"Bukan naik kereta Bu, kasihan Citra lama diperjalanan, besok naik pesawat!"
"Cit, besok mas ke kantor dulu ya, bikin surat jalan sekalian ke keuangan ambil pengajuan dana operasional untuk besok. Tadi mas sudah bikin pengajuan operasional untuk cari rumah ke keuangan. Tunggu tanda tangan Pak Slamet, makanya mas tinggal aja, besok pagi mas ke kantor dulu sebelum berangkat. Sekalian mas beli tiketnya dari kantor aja besok." Ucap mas Pasha.
"Terus besok mas pulang dulu atau gimana?" tanya ku.
"Gak usah, kamu minta tolong mang Udin aja jemput mas ke kantor, mas ke kantor pake motor. Nanti motor ditinggal di kantor, dari kantor kita langsung ke bandara. Mobil dibawa pulang sama mang Udin ditaruh rumah ibu aja. Nanti kalau sudah dapat rumah, minta tolong mang Udin jemput ke bandara lagi Cit.” Kemudian mas Pasha melanjutkan bicaranya,
“Mudah-mudahan dua hari kita sudah dapat rumahnya ya Cit." Ucap mas Pasha.
Ibu langsung menyahut,
"Iya nak Pasha nanti ibu bilang mang Udin untuk minta tolong anterin ke bandara besok"
"Iya Bu,” Kemudian mas Pasha melanjutkan kelimatnya,
“Pulangnya nanti suruh isi bensin dan dikasih upah nya ya Cit!" ucap mas Pasha.
“Iya mas, nanti biar ibu yang atur untuk mang Udin." Jawab ku.
Mang Udin anak tetangga sebelah rumah ibu, dia kerja serabutan. Kalau aku butuh bantuan untuk sopir, betulin listrik atau urusan rumah, pasti ibu minta tolong mang Udin.
Ibu, bapak, mbak Nina, Tono dan Sri serta anak-anaknya pamit pulang ke rumah untuk mempersiapkan kepergian besok ke Surabaya.
Aku meminta Tuti untuk menyiapkan beberapa pakaian dan kebutuhan Arya untuk dimasukkan ke koper Arya, Sementara aku masih duduk di ruang tamu bersama mas Pasha. Ponsel ku berbunyi.
dreedd... dreedd....
Aku ambil ponsel di atas meja, kulihat Mbak Nina menelpon ku.
"Halo, iya mbak!"
"Cit, ini ibu. Ibu baru aja sampe rumah, langsung ke rumah Udin. Besok dia siap nyopirin kamu ke kantor, terus tadi ibu pas mau pulang ketemu Bu haji. Ibu cerita kalau mau anterin kamu ke Surabaya. Bu haji kaget kalau kamu mau tinggal di Surabaya. Jadi tadi Bu haji langsung telepon ke Teguh, anak Bu Haji yang namanya Teguh itu tinggal di Surabaya. Terus katanya kalau besok kamu mau ke Surabaya kabarin Teguh biar dia jemput di Bandara Jauanda untuk antar kamu cari kontrakan. Dia tahu ada beberapa kontrakan di Surabaya. Nanti kamu tinggal pilih rumah yang seperti apa kamu mau. Nomor ponsel teguh ibu kirim ya Cit, biar malam ini kamu janjian sama Teguh," ucap ibu.
"Alhamdulillah Bu, ya udah kirimin nomor Teguh ya, biar aku langsung telepon Teguh."
"Ini ibu langsung kirim nomor Teguh ya Cit. Sementara gitu dulu ya, ibu mau packing untuk besok."
Mas Pasha tampang senang mendengar saudara-saudaraku mensuport kepindahan tugas aku ke Surabaya. Tiba-tiba mas Pasha teringat,
"Arya kemana Cit?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 438 Episodes
Comments