Suara sirine ambulance yang melaju cepat membawa ku ke rumah sakit terdekat. Setiap aku menahan rasa sakit, jantung ku berdetak cepat, dan terasa darah deras mengalir ke luar dari kaki ku. Aku melihat petugas ambulan memasang infus ditangan ku memberikan pertolongan pertama.
Masih dalam keadaan sadar, aku ambil ponsel dalam tas ku yang masih terselempang di badan ku. Kebetulan kemana pun aku pergi tidak lupa tas selalu ku Selempang kan di bahu ku. Agar aku tidak lupa dengan tas ku.
Aku cari kontak nomor mas Pasha di ponselku. Setelah terlihat nama mas Pasha langsung ku tekan call. Kemudian terdengar nada dering memanggil.
"Halo Cit, sudah sampai kantor ya? belum sempat aku menjawab, mas Pasha dengan suara kebingungan dan ketakutan melanjutkan bicaranya.
"Ada apa Cit, itu kenapa Arya menangis histeris?" suara mas Pasha bergetar ketakutan.
"Mobil taksi yang aku tumpangi mengalami kecelakaan mas, ini aku ada di ambulan dalam perjalanan ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo," suara ku sambil terisak kesakitan.
"Ya Allah," suara mas Pasha terdengar lemah, tidak tahu harus berkata apa-apa. Lanjutnya,
"Sabar ya Cit, aku langsung ke RSCM"
Klik
Telepon langsung di tutup mas Pasha. Aku menerawang memandangi langit-langit ambulan. Meratapi peristiwa yang baru saja terjadi. Ku pegang tangan Arya yang menangis keras menyebut namaku. Kulihat juga Tuti yang sedang meringis kesakitan memegangi lengan sebelah kirinya. Sepertinya ada luka benturan di lengan kirinya, efek dari menahan tubuh Arya.
Aku teringat sama ibu, kemudian mencari nomor bude Sarah di ponsel ku. Aku tahu, hari ini ibu pasti masih di rumah bude. Setelah kulihat di layar ponsel ku tekan call. Suara nada dering memanggil terdengar. Aku berharap ibu masih ada di rumah bude Sarah untuk mengabari kondisi ku.
"Halo, iya dengan siap ini?" suara di seberang telepon sudah ku kenal jelas. Kakak ku Mbak Nina yang mengangkat telpon ku. Mba Nina, tinggal di Tangerang, hari ini dia ke rumah bude Sarah pasti ingin mengambil okeh-oleh dari aku yang dibawa ibu kemaren.
Kemudian dengan suara pelan sambil menangis kesakitan, aku berkata,
"Mbak Nina, mobil yang ku tumpangi kecelakaan?"
"Hah.... astaghfirullah alajim!" suara mba Nina gemetaran sambil berteriak memanggil ibu.
"Bu, ini Citra yang telpon, dia kecelakaan Bu. Itu ada suara Arya yang menangis," bude Nina terus berteriak memanggil ibu dan mbak Sarah.
Kemudian katanya,
"Terus sekarang ini kamu lagi di dalam ambulance ya? mau dibawa kemana Cit?" dengan suara parau dan sedih Mbak Nina terus bertanya kepadaku.
"Mau ke RSCM mbak," jawab ku singkat.
Jantung ku makin berdetak kencang, darah deras kurasakan mengalir keluar dari kaki ku. Petugas kesehatan yang di dalam ambulance selalu mengecek kondisi ku. Sekali-sekali kurasakan petugas menanyakan apa yang kurasakan. Sambil memeriksa infusan yang dipasang di lengan kanan ku.
"Mbak Nina udah ya" ku tutup telepon karena tubuh ku makin terasa lemah.
"Bu, hayuk cepet kita ke RSCM," pinta mbak Nina.
Ibu dan bude Sarah nangis sejadi-jadinya khawatir aku ada masalah besar dengan musibah itu.
"Ya Allah, lindungilah adik ku dan keluarga nya" suara bude Sarah memohon sambil menangis. Ibu sudah duduk lemas di kursi depan telepon.
"Baru aja kemaren jalan bareng, gak ada apa-apa" batin ibu.
Taksi yang dipesan bude Sarah sudah datang, ibu, mbak Nina dan bude Sarah masuk ke dalam taksi. Mereka terus meratapi sambil memikirkan keadaan ku.
"Kita ke RSCM ya bu," tanya sopir taksi.
"Iya pak, hati-hati ya pak!" jawab bude Sarah mengingatkan sopir taksi karena trauma baru saja mendengar Citra kecelakaan dengan taksinya.
"Baik Bu!" sapa sopir taksi dengan ramah.
Mobil membawa mereka ke RSCM dengan hati yang gak karuan.
Di sisi lain, ambulance yang aku tumpangi sudah masuk RSCM. Perawat dengan sigap menurunkan tempat tidur dari ambulance, dan segera membawa ke ruang IGD dengan cepat.
"Ini korban kecelakaan tunggal di tol," suara petugas ambulance ikut mendorong kasur Roda ku.
Di sebelah kanan ku lihat perawat berlari membawa kursi roda. Tuti diminta untuk duduk di kursi roda. Ku lihat Arya masih di gendongan Tuti, kemudian Arya dipangku Tuti yang sedang duduk di kursi roda. Dua petugas rumah sakit kulihat juga mendorong kursi roda yang diduduki Tuti dengan cepat. Arya tak henti-henti menangis memanggil nama ku.
Setelah masuk IGD, kulihat seorang dokter sudah berdiri dan memeriksa keadaan ku. Di cek semua anggota tubuh ku. Perawat mengukur tensi ku, tidak lama seorang dokter datang lagi ikut memeriksa aku. Mata ku diperiksa, jari-jari kaki ku sampai seluruh anggota tubuh ku dipegang dan diperiksa.
Tidak begitu jauh suara yang sangat ku kenal terdengar.
"Alhamdulillah, mas Pasha sudah datang," batin ku.
Aku merasa lega mendengar suara mas Pasha, seolah-olah kekuatan ku bertambah.
"Sus, ruang IGD sebelah mana ya?" barusan ada yang masuk istri dan anak saya yang korban kecelakaan di Tol!" suara gemetaran mas Pasha terdengar.
"Oh, disana pak," sambil menunjuk arah IGD.
Mas Pasha berlari secepat kilat menuju IGD. Dari balik pintu aku lihat mas Pasha masuk dan mendekati ku.
"Ya Allah Cit, sabar ya!" Mas Pasha memeluk ku sambil terisak sedih.
"Sekarang apa yang kamu rasakan Cit?" kepedihan mas Pasha sudah tidak bisa ditutupi lagi.
"Kaki ku sakit mas, aku gak kuat," sambil menangis menahan sakit.
"Dok, gimana kondisi istri saya?" tanya mas Pasha kepada dua orang dokter yang sedang memeriksa ku.
Bisa kIta bicara sebentar pak," ucap dokter itu, dan berjalan ke ruang kerja yang tidak jauh dari tempat aku diperiksa.
"Baik dok, sebentar saya mau gendong anak saya dok," mas Pasha berlari ke Arya yang terus menangis.
"Bapak, mama berdarah pak!" suara Arya sambil sesenggukan.
Mas Pasha menggendong Arya, sambil bertanya ke dokter yang sedang memeriksa Tuti.
"Dok, keadaan anak saya gimana?
"Alhamdulillah anak bapak gak papa, mungkin suster bapak dan ibu melindungi Arya saat kecelakaan. Jadi Alhamdulillah Arya baik-baik Saja. Tapi nanti harus di cek trauma pasca kecelakaan." Baru saja mas Pasha mau berucap , dokter sudah bicara lagi katanya,
"Tuti, pengasuh Arya juga baik-baik saja, hanya ada luka memar di tangan kiri. Nanti diberi salep memarnya." Setelah berucap, dokter melangkah kemeja kerjanya di sebelah dokter yang menangani aku, kemudian membuatkan resep untuk Tuti.
“Ini ya pak resep yang harus di beli untuk pasien Tuti.” Ucap dokter yang langsung memberikan resep ke mas Pasha.
“Baik dok,” sambil mengambil resep dari tangan dokter.
"Pasha, Arya" hampir bersamaan mbak Nina dan bude Sarah memanggilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 438 Episodes
Comments
范妮·廉姆
done ya kk
semangat berkarya ya
2023-10-06
0
Aryoseto
sabar ya cit
2022-10-07
0