Mbak Nina membuka lemari baju yang ada disisi ranjang ku, rencana ingin menggantikan baju ku. Tadi pagi setelah dokter kontrol, belum sempat menggantikan baju ku. Setelah dilihat, ternyata persediaan baju bersih sudah kosong, begitu pula baju ganti untuk Tuti, Arya dan mbak Nina. Kemudian katanya,
" Rey, sebaiknya kamu bawa ibu, mas Budi dan Ida istirahat di rumah dulu aja. Nanti sore setelah mandi bisa kesini lagi, sekalian bawain baju ganti ya untuk kita semua. Kemaren mbak kesini buru-buru jadi gak bawa baju ganti!" ucap mbak Nina
Mas Pasha menyetujui saran mbak Nina. Sebelum mas Pasha sempat berucap, mbak Nina melanjutkan ucapannya,
"Nanti ini sekalian dibawa ya Rey ke rumah ibu, pakaian kotor biar dicuci Sri. Aku sudah WA si Sri untuk mencucikan pakaian kotornya" setelah bicara mbak Nina langsung menyodorkan tas kresek berisi pakaian kotor ke mas Pasha.
Mas Pasha mengangguk, mengambil tas kresek berisi pakaian kotor. Kemudian katanya,
"iya mbak, susu dan makanan Arya saya bawa semua aja ya mbak?' suara mas Pasha meminta saran ke mbak Nina.
"Sebaiknya begitu, biar gak bolak balik Rey" ucap mbak Nina sambil mengantarkan Arya ke kamar mandi untuk buang air kecil.
Dengan mata sembab ibu mertua mencium ku, disusul mas Budi dan Ida berpamitan untuk istirahat sebentar di kontrakan ku. Mas Pasha memeluk dan mencium keningku, katanya.
"Aku sama ibu, mas Budi dan Ida untuk istirahat di rumah dulu ya Cit, nanti aku balik lagi kesini" suara mas Pasha bergetar menahan sedih.
"Iya mas, jangan lupa ya pakaian ganti aku dan semuanya tolong diambilin, terus mas Pasha nanti jangan lupa mampir ke rumah ibu, biar ibu malang dan yang lain ketemu sama ibu dan bapak mas" ucap ku pelan.
"Iya Cit, pasti. Sekarang mas pamit dulu ya, telepon mas kalau butuh sesuatu biar sekalian mas bawain!" ucapnya mengingatkan aku.
Mas Pasha menggenggam tangan ku erat-erat, sambil berkata lagi,
"Kita pasti kuat, kita pasti bisa melalui ini semua nya Cit!" suara mas Pasha seolah meminta persetujuan dari ku.
"Iya mas, Aamiin," jawab ku pelan.
Kemudian mas Pasha melepas kan genggamannya dan pergi keluar kamar, Aku pandangi mas Pasha hingga menghilang keluar kamar. Hanya teralis pintu kamar yang terlihat.
Hari ke empat di rumah sakit, pasca amputasi kaki kiri. Kondisi ku makin membaik. Rasa sakit menggerakkan anggota tubuh saat ingin berdiri, sudah ku lewati. Kini aku mulai melakukan rangkaian terapi berjalan. Menggunakan tongkat. Luka jahitan bekas operasi juga sudah mulai membaik dan mengering. Sementara itu, kaki palsu sudah dipesan. Dokter Haris, sebagai dokter terapi memberi resep untuk kaki palsu yang baik aku gunakan. Aku semakin giat berlatih, apalagi setelah kudengar dari dokter Haris kalau kaki palsu akan selesai dalam minggu depan. Semua rangkaian olah raga sebelum menggunakan kaki palsu sudah dijalani. Aku lakukan agar saat menggunakan kaki palsu tidak ada masalah dengan susunan tulang dan otot kaki ku yang diamputasi.
Ibu mertua, mas Budi dan Ida, sudah pulag dari kemaren. Ijin kerja yang diperoleh mas Budi dan Ida, hanya dua hari. Mas Budi yang seorang PNS tidak bisa ijin terlalu lama, Ida juga sama ia seorang guru SD tidak bisa meninggalkan murid-muridnya terlalu lama. Kasihan nanti ketinggalan pelajaran murud-muridnya.
Hari ini, aku ditemani mbak Nina dan Tuti di rumah sakit. Mas Pasha harus sudah masuk kantor. Sebenarnya aku agak kesal dan sedih saat mas Pasha pamit kerja, aku masih ingin didampingi tapi sepertinya mas Pasha kurang peduli. Mbak Nina yang menasehati ku, katanya
"Cit, tadi malam kudengar Pasha terima telepon dari Pak Bambang manager nya, katanya ada tugas ke Cilegon. Mbak denger sendiri, kalau Pasha sudah menolak, maunya Pasha untuk seminggu ini menemani kamu. Tapi tidak diijinkan, dari raut wajah Pasha dia sebenarnya sedih Cit, tapi Pak Bambang marah-marah aja,"
Baru ku sadari, kasihan juga mas Pasha, sebenarnya dia masih ingin bersama ku. Aku jadi kesal dengan Pak Bambang sahabatku, kenapa malah dia yang tidak pengertian, coba kalau keluarga dia yang tertimpa musibah, apa dia bisa cuek.
Tapi sudahlah, mungkin ini saatnya aku harus belajar mandiri untuk kondisi ku saat ini, kemudian kata ku,
"Mbak, tapi mbak bisa kan menemani aku terus disini?" pintaku.
"Tenang Cit, mbak akan terus temani sampai kapan pun kamu butuh mbak. Mbak juga sudah bilang ke mas Yusrizal kok. Selama mbak di rumah sakit mas Yusrizal tidur di rumah aja, mbak sudah pesankan makan katering dari rumah tetangga." Kemudian melanjutkan bicaranya,
"Tapi nanti kalo kamu sudah pulang ke rumah. Mas Yus ikut nginep di rumah kamu ya Cit. Biar aku bisa urus makan mas Yus juga."
Aku mengangguk gembira. Mbak Nina memang kakakku yang paling pengertian, tanpa aku minta dia selalu sudah paham apa yang aku butuhkan.
Saat aku berbincang-bincang dengan mbak Nina, pintu ruangan terbuka, terlihat dua suster masuk setelah itu dibelakangnya dokter yang sudah familiar wajahnya.
"Selamat pagi Bu Citra, bagaimana keadaan pagi ini?"
"Pagi dok, Alhamdulillah baik dok."
Dokter Tavip, begitu sangat teliti menangani aku Padahal belum pernah bertemu sebelumnya. Tapi rasa sayang dokter ke aku membuat dokter ingin aku bisa pulih dan dapat melakukan aktifitas seperti biasanya. kemudian dokter Tavip bertanya ke salah satu suster,
"Suster Ira, gimana bekas jahitannya apa ada masalah?"
Suster Ira yang sedang mengecek luka jahitan ku. Membukakan perban dan mengganti yang baru., menjawab,
"Sudah bagus dok, tidak ada pembengkakan, sudah mulai mengering." jawabnya.
Sementara suster yang satunya sambil membawa tensimeter, kemudian mengukur tensi ku. Setelah itu mencatat di buku medis.
Sebelum berkata dokter Tavip mendengarkan denyut nadi ku dengan stetoskop nya. kemudian katanya,
"Bu Citra, semuanya keadaan sudah membaik, tensi juga normal, denyut nadi juga, sekarang apa yang dirasakan? apa masih sakit kalau mau menggerakkan anggota badan yang lain?" tanya pak dokter Tavip sambil membaca rekam medis yang ditulis salah satu suster itu.
"Gak ada Dok, sekarang saya lagi terapi jalan, tadi nya di sepanjang jahitan agak nyeri kalo saya gerakkan, tapi waktu itu sudah diajarin untuk terapi menghilangkan nyeri sama suster. Sekarang sudah gak lagi dok." Ucap ku, sambil tersenyum.
Menceritakan semua informasi yang aku alami, berharap supaya cepat pulih dan segera ada solusi jika aku memiliki keluhan. Dokter Tavip, mendengakan semua cerita ku, kemudian membimbing dan memberikan arahan yang terbaik untuk pemulihan kesembuhan ku.
"Baik Bu Citra, dari catatan medis saya, Bu Citra sudah boleh pulang, tinggal nanti berobat jalan, untuk terapi bisa dilakukan saat berobat jalan. Tapi nanti biar dokter Haris yang bicara langsung ke bu Citra ya, sekalian nanti saya bertemu dengan dokter Haris," Suara tenang dokter Tavip yang mengenakan jas putih dengan postur tubuh tinggi, tak melepas pandangannya dari wajah ku.
“Kenapa dok, mandangi saya begitu?” tanya ku, sambil tersenyum.
“Hmm, nggak papa bu Citra.” Ucap nya, sambil tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 438 Episodes
Comments
Santi Dewi
jangan2 dokter tavif punya rasa ama citra
2022-11-26
0
Aryoseto
semangat cit
2022-10-15
0