Senyum dokter Tavip, dengan tubuh tinggi muka ganteng, ramah dan sangat perhatian membuat aku nyaman berada di rumah sakit ini. Aku menjadi yakin, kalau aku akan menjadi lebih cepat pulih dan bisa beraktivitas seperti semula.
"Aku harus tetap bekerja sambil mengurus Arya,” batin ku.
Setelah beres memeriksa dan merekam semua data medis ku, dokter Tavip dan kedua suster pamit keluar untuk mengontrol pasien yang lain.
"Cit, tadi kan kamu udah makan, sekarang minum obatnya ya?" pinta mbak Nina.
Mbak Nina, memberikan aku segelas air dan pil yang harus aku minum. Aku langsung minum pil itu satu persatu. Ada 6 pil yang ku minum pagi ini.
Ada satu pil yang harganya mahal dan itu dibeli dengan resep khusus, mas Pasha kemaren yang langsung beli di apotik dan diserahkan ke perawat jaga. Kalau ku baca itu pil pereda nyeri, ada unsur heroin nya, karena jika aku tidak meminumnya rasa sakit yang teramat akan muncul. Setelah aku minum obat itu, aku bisa tertidur pulas dan berhalusinasi melupakan rasa sakit bekas luka potong amputasi ini. Sehari aku minum hanya diperbolehkan sekali.
"Bude, makannya udah, Arya mau sama mama" suara Arya merajuk ke mbak Nina.
"Iya Arya, boleh. Sini duduk disini," ku tunjuk ruang kosong disebelah sisi kanan muka ku.
Mbak Nina, mengangkat Arya dan mendudukkan persis di sisi muka ku.
"Jangan lompat-lompat ya Arya, mama masih sakit kakinya!" suara mbak Nina mempertegas Arya agak mau mendengarkan nasehatnya.
Arya tidak menjawab hanya anggukkan yang diberi, sementara tangan Arya mengusap-usap muka ku.
"Mama, nanti masih bisa berenang kan tiap pagi sama Arya?' tanya nya kawatir aktivitas renang menjadi tidak ada.
"Iya Arya, bisa kok!" jawab ku agak bingung mengatasi aktivitas Arya yang padat itu.
Tiba-tiba aku teringat mas Tono dan mas Felix.
"Mbak, mas Tono dan mas Felix kemana? kok sedari tadi gak keliatan, katanya antar mas Pasha ke ruang parkir?" kataku sambil mencari-cari barang-barang Mas Tono dan mas Felix.
"Oh iya, tadi aku pas keluar cari suster, ketemu mereka berdua, katanya titip pesan untuk kamu Cit, Tono mau ke rumah Felix, mandi disana. Habis gitu nanti kesini lagi. Felix mau ijin ke istrinya sekalian ijin gak kerja sehari ini." Jelas mbak Nina. Kemudian melanjutkan kalimatnya,
"Aku sampai lupa mau menyampaikan pesannya ke kamu Cit!" ucap mbak Nina.
Mbak Nina, kakak ku satu-satunya yang selalu menemani aku kapan pun. Suaminya mas Faisal sabar mengikuti keinginan mbak Nina. Selain itu mbak Nina tidak memiliki anak, jadi Arya sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Arya juga nyaman dengan mbak Nina. Mbak Nina benar-benar sangat membantu aku, terutama untuk saat-saat seperti ini. Tidak terasa aku tertidur pulas, karena efek obat yang aku minum.
Mbak Nina, meminta Tuti untuk mengisi termos di kantin. Kemudian katanya,
"Tut, kamu ke kantin, nanti minta isiin air panas ya. Terus kasih aja dua puluh ribu, kantin nya udah tahu kok, tadi malam aku juga minta di kantin," seru mbak Nina, sambil menyodorkan termos.
"Iya bude," jawab Tuti, sambil mengambil termos dari tangan mbak Nina.
Tuti berjalan keluar kamar, saat itu mas Pasha dan keluarga dari malang masuk ke ruanganan ku. Embah masuk kamar sambil nangis sesenggukan, langsung lari memeluk ku.
"Citra, kok jadi begini, embah kaget kemaren Pasha telpon kasih kabar tentang kamu," suara embah uti gemetaran dan terus menangis.
Kemudian menghampiri Arya dan memeluk sambil menciumi muka Arya yang sedang disuapi mbak Nina.
"Alhamdulillah, Arya kamu baik-baik saja. Cucu embah sayang!" terus saja embah menciumi Arya sambil menangis.
Mbak Nina langsung menyodorkan tangannya dan mencium punggung tangan ibu mertua. Setelah itu mbak Nina menghampiri mas Budi untuk mencium punggung tangan nya dan memeluk Ida erat-erat. Pagi itu tumpah riuh suara tangisan kesedihan atas kejadian yang aku alami. Rasanya embah malang, mas Budi dan Ida, belum percaya atas semua kejadian yang aku alami. Apalagi dengan melihat kondisi ku yang saat ini memiliki satu kaki. Tak terasa mas Pasha ikut menangis. Mbak Nina, kakak ku yang paling dekat dengan ku, menunduk. Menahan cairan di kedua matanya, yang akan menetes. Dan akhirnya tak kuasa mbak Nina juga ikut menangis sesunggukan, melihat keluarga malang meratapi keadaannku. Aku hanya terdiam menerawang hanya kata ikhlas yang aku punya. Ida adik mas Pasha juga langsung memeluk ku sambil menangis.
"Mbak Citra, gimana ceritanya ya kok bisa mobilnya terbalik gitu " tanya Ida dalam keheningan.
"Mbak juga gak tahu Da, itu mobilnya rem nya blong kayaknya," ku berusaha tidak menangis untuk menjawabnya.
Begitu pula pakde Budi, kakak mas Pasha. Lemas duduk disebelah ku, tak henti terus menatapi wajahku, dengan suara lemah berkata,
"Cit, yang sabar ya, kamu pasti kuat. Pakde tahu kamu orang yang kuat." Ucap nya, sambil menahan kesedihannya.
suara pakde menyemangati supaya aku tidak terpuruk. Aku menahan agar air mata tidak menetes. Tapi aku juga tidak tahu, apa yang akan terjadi kedepannya, dengan kaki satu ini, akhirnya tak terasa air mataku menetes. Pakde usap air mataku, kemudian katanya lagi,
"Lama-lama kamu pasti terbiasa kok berjalan dengan menggunakan kaki palsu nya nanti Cit, pakde yakin itu, kamu orang yang kuat!," ucapnya memberi motivasi.
Aku tidak kuasa menjawab, hanya anggukan yang bisa kuberi. Ibu mertua, setelah mendengar kabar mengenai kecelakaan mobil yang aku, Tuti dan Arya tumpangi dari mas Pasha, meminta mas Budi untuk segera membeli tiket kereta api. Ibu mertua menerima kabar tentang kecelakaan itu.
Mas Budi yang berada di sisi ibu mertua mendengar kabar dari mas Pasha. langsung bertanya,
"Emang Citra mau kemana Bu?" tanya mas Budi dengan suara gemetar.
"Katanya mau ke kantor Bud, bawa Arya dan Tuti. Sopirnya ngantuk atau mobilnya yang rem nya blong, aku juga blom jelas, stres aku dengarnya," suara sedih bercampur bingung ibu mertua bercerita ke mas Budi.
Setelah mas Budi membeli tiga tiket kereta api, ibu mertua langsung memberi kabar ke mas Pasha melalui chat WA, mengabarkan kalau sore itu langsung berangkat ke Jakarta. Ibu mertua berangkat bersama mas Budi dan Ida, berangkat dari stasiun malang pukul 4 sore menuju stasiun senen. Aku dengarkan ibu mertua bercerita tentang kabar yang diterima dari mas Pasha. Kini ibu mertua ku, sudah ada di rumah sakit, duduk berdua dengan mas Pasha. Menanyakan bagaimana rencana selanjutnya mengenai kondisi ku saat ini. Mas Pasha juga masih bingung, melihat keadaan ku yang belum normal, belum bisa membayangkan bagaimana kedepannya.
Mbak Nina juga tampak serius bicara dengan mas Budi dan Ida. Mbak Nina cerita kondisi ku dari awal hingga kini setelah amputasi. Menurut mbak Nina untuk saat ini kondisi ku sudah lebih baik dan perkembangan nya juga cukup bagus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 438 Episodes
Comments
Santi Dewi
semangat citraa
2022-11-26
0
Aryoseto
keluarga mas Reyhan tiba di RS memberikan semangat untuk citra
2022-10-15
0