NovelToon NovelToon

Takdir Ku Bukan Untukmu

Bab 1. Bersama keluarga ku

pagi itu, aku menyiapkan sarapan nasi goreng dan telor dadar kesukaan mas Pasha. Tadi malam mas Pasha baru pulang dari Kalimantan, tugas kantor. Sementara aku dan Arya putra kami satu-satunya juga baru pulang dari Cirebon. Hari ini aku merayakan kebersamaan dengan sarapan nasi goreng bersama. Rutinisa pekerjaan ku di kantor dan mas Pasha membuat Arya jarang bertemu dengan bapaknya. Selama aku kerja ke luar kota, Arya dan pengasuhnya selalu ikut bersama ku. Semua ini aku lakukan agar, selama beraktivitas aku tetap bisa mengontrol Arya.

"Ma, Arya mau telor dadarnya yang banyak ya." Ucap Arya, sambil menunjuk telor dadar yang ada di depan nya. Arya anak yang aktif, banyak ulah dan gak bisa diam.

"Iya Arya, tapi duduk dong kalo makan!" suara ku menenangkan Arya supaya makan duduk yang baik.

Mas Pasha juga ikut menasehati. Katanya,

"Hayu Arya, duduk yang baik ya!." Ucap mas Pasha

Arya kemudian merapihkan tempat duduk nya lalu menyuap makanan yang sudah disiapkan di piring nya.

"Cit, nanti aku ke kantor sebentar ya, kamu mau ikut nggak? mau ambil dokumen di kantor, supaya besok aku bisa kerja dari rumah aja!", ucap mas Pasha. Mas Pasha terbiasa tetap memanggil nama ku Citra, tidak memanggil mama seperti pasangan tetangga sebelah ku, walau kini kita sudah memiliki anak.

"Nggak ach mas, aku mau istirahat aja!" jawab ku. Kemudian aku melanjutkan kelimatnya,

"Nanti ibu paling ke rumah, tadi malam kan aku belom ketemu ibu mas!." Ucap ku.

Sudah hampir lima hari sejak aku tugas ke Cirebon, ibu yang mengurus bersih-bersih rumah ku. Aku sengaja kontrak rumah yang dekat dengan rumah ibu biar bisa titip menjaga rumah bila aku sedang tugas keluar kota.

"Ya sudah, kamu sama Arya di rumah aja ya istirahat, mas sebentar kok ke kantor nya!."

Setelah sarapan beres, mas Pasha ke garasi. Memanaskan mesin mobil kemudian mengganti pakaian yang rapih untuk bersiap ke kantor.

Mobil dimatikan, mas Pasha bermain sebentar dengan Arya. Kemudian pamit ke kantor.

"Mas pamit ya Cit."

Aku raih tangan mas Pasha, mencium punggung tangan mas Reyhan. Begitu pula Arya mengikuti apa yang aku lakukan. Mas Pasha memeluk ku kemudian mencium keningku. Rasa kangen sudah lima hari tidak ketemu, membuat makin erat mas Pasha memeluk ku.

"Udah sana ke kantor dulu, nanti malam aja dilanjut,"ucap ku, sambil tersenyum memberi kode untuk melepas kangen nanti malam.

Mas Pasha masuk ke mobil kemudian menyalahkan mesin mobil dan memundurkan mobil keluar garasi menuju kantor. Aku melambaikan tangan ke mas Pasha hingga mobil hilang dari pandangan.

Baru saja aku menutup gerbang, dari kejauhan ibu memanggil ku.

"Cit, itu mas Pasha mau kemana?," suara ibu terengah-engah berjalan kelelahan mengandeng adik ku Diah.

"Eh, Diah lagi main ke rumah ya, Bondan sama Seno mana? Kata ku, sambil melihat segela arah mencari anak-anak Diah.

"Ada di rumah, main sama Didik." tegas Diah.

"Masuk bu," ucap ku, sambil merapihkan sofa karena banyak mainan Arya.

Aku mencium punggung tangan ibu, begitu pula Arya, kemudian bersalaman dengan Diah adik ku. Kemudian kata ku lagi,

"Diah tolong tutupin pintu teras ya, takut Arya main keluar nih. Nanti masuk rumah tetangga gak enak." Ucap ku sambil melihat Arya yang sudah keluar teras rumah.

Diah langsung menutup pintu depan, kemudian menggandeng Arya masuk ke dalam.

"Oh iya Diah tolong ambil kan itu yang di kardus ada di dapur, mba bawa oleh-oleh dari Cirebon," ucap ku.

Ibu dan Diah melangkah ke dapur. Melihat Tuti, pengasuh Arya, sedang mencuci piring. Aku masih duduk di teras bersama Arya.

"Eh ada embah sama mba Diah, apa kabar?," ucap Tuti, yang langsung mengelap tangannya kemudian menunduk sambil mencium punggung tangan ibu dan besalaman dengan Diah. Tuti pengasuh Arya, sama ibu dan keluarga ku, sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Selain itu Tuti juga anak yang sopan dan hormat dengan seluruh keluarga ku. Itu yang membuat keluarga ku menyukai Tuti.

Ibu dan Diah melangkah ke ruang tamu membawa dua dus yang ada di dapur.

"Bu, itu aku sama mas Pasha bawa oleh-oleh, nanti tolong ibu atur aja ya bagi-bagi ke saudara-saudara semuanya. Yang untuk tetangga kemaren sore sudah Tuti bagi-bagiin." Jelas ku ke ibu dan Diah. Kemudian aku melanjutkan bicaranya,

"Diah, ambil juga itu paper bag yang di kamar. Ada tiga, aku beli souvernir, kaos dan dompet dari Cirebon, nanti dibagiin juga ya ke siapa aja yang mau!," pinta ku.

"Iya mba Citra, makasih ya." Diah langsung membongkar isi paper bag.

Ibu dan Diah kemudian mengatur dan membungkus oleh-oleh untuk semua saudara-saudaranya. Aku bersyukur melihat ibu dan Diah senang dengan oleh-oleh yang aku dan mas Pasha bawa.

Aku teringat sebulan yang lalu, ibu tidak menegur aku karena aku terpaksa harus kontrak rumah. Rasa sedih aku tahan, hampir tiga Minggu ibu tidak mau main ke kontrakan ku, dan tidak pernah mau menerima oleh-oleh yang aku kirimkan. Hanya gara-gara aku pindah dan memutuskan kontrak pisah dari rumah ibu. Aku harus mengerti perasaan mas Pasha, karena ada saat-saat urusan rumah tangga ku, biar aku yang urus. Kadang, Ibu selalu ikut campur urusan rumah tangga ku. Hal itu membuat konflik aku dengan mas Pasha.

Aku jadi bingung harus membela siapa. Mas Pasha atau ibu. Sejak konflik itu mas Pasha jadi sering pulang larut malam karena malas ketemu dengan ibu. Hal ini yang membuat aku ambil keputusan untuk pisah rumah dengan orang tua. Menurut aku itu lebih baik, karena bapak juga mendukung dan setuju dengan keputusan ku.

Di luar dugaan, ternyata keputusan ku membuat ibu kecewa. Aku dianggap gak mau serumah dengan ibu dan dianggap pemborosan. Aku berusaha memberi pengertian ke Ibu, tapi ibu tetap gak mau terima.

Tiga Minggu aku didiamkan ibu, sangat sedih rasanya. Suatu hari aku main ke rumah ibu, Arya masuk ke rumah dan langsung berlari memeluk ibu saat ibu baru pulang pengajian.

"Embah...... " Arya berlari sambil berteriak memanggil embah ketika melihat ibu masuk rumah sepulang dari pengajian.

Melihat kelucuan Arya, ibu kangen dan langsung memeluk Arya.

"Arya sehat-sehat kan?" tanya ibu ku.

"Sehat embah”, Arya langsung duduk dipangkuan ibu ku.

Aku dan bapak hanya tersenyum melihat kelucuan Arya yang akhirnya bisa mencairkan kekecewaan ibu ku. Mulai hari itu ibu berdamai dengan aku, kita pergi belanja susu bersama ibu ke supermarket. Aku bahagia banget ibu sudah bicara dan menggandeng tangan ku.

"Cit, nanti sore ada acara kemana? ibu mau ke supermarket bisa anterin nggak?," suara ibu membuyarkan lamunanku. Langsung ku jawab,

"bisa bu, aku juga mau beli susu Arya, udah mau habis nih!." Ucap ku.

"Ibu juga mau beliin susu Bondan, Seno sama Didik, mumpung lagi disini nanti Diah pulang biar sekalian bawa susu."

"Oh iya bu, nanti Diah sekalian beli aja untuk keperluan di rumah yang sudah habis, biar aku sekalian bayar," ucap ku ke Diah.

“Asyik, di traktir ya, siap mbak Citra.” Ucap Diah senang.

Aku sudah biasa membelikan kebutuhan adik-adik ku, penghasilan suami adik-adik ku yang pas-pasan membuat sulit untuk membeli susu dan kebutuhan sehari-hari.

Ibu kadang membandingkan Arya yang semua serba ada dengan cucu-cucu yang lain. Maka biasanya uang yang aku kirim untuk ibu digunakannya untuk membeli susu cucu-cucu nya. Rasa puas dan senang ibu jika melihat semua cucu-cucunya sehat. Aku ikut senang dan bahagia jika melihat ibu senang.

Bab 2. Waktu bersama keluarga part 1

Kami masih berkumpul di ruang keluarga, sambil cerita ringan, dan membungkus oleh-oleh yang akan dibagikan untuk kakak dan adik ku. Sambil memasukkan bungkusan ke kresek ibu bertanya,

"Cit, nanti jam berapa kita ke supermarket?, Diah takut kesorean pulang ke rumah?."

"Sekarang nggak papa, aku telpon mas Pasha dulu ya?."

Aku mengambil ponsel di atas meja. Langsung aku cari kontak mas Pasha dan ku tekan call. Sebelum memulai pembicaraan aku menekan mode speaker.

"Assalamualaikum mas, ini lagi dimana?."

"Ini mas sudah dekat rumah, minta tolong Tuti bukain gerbang ya?" pinta mas Pasha.

"Oh iya mas, ya sudah ya. Disini ada ibu sama Diah mau ngajak ke supermarket, aku tutup telpon ya mas, mau panggil Tuti nih!"

Klik

Telpon ku tutup dan ku letakkan di atas meja. Kemudian aku setengah berteriak memanggil Tuti yang sedang istirahat di kamarnya.

"Tut, tolong bukain gerbang, bapak datang!" ucap ku setengah berteriak.

Tuti yang sedang dikamarnya, berlari ke luar. Sambil menyahut,

"Iya bu!'

Kulihat Tuti berlari melewati ku dan langsung keluar untuk membuka pintu gerbang.

Ibu dan Diah memasukkan bungkusan oleh-oleh yang sudah dibungkus satu persatu ke dalam kantung besar. Ku lihat Diah mengangkat telpon entah dari siapa.

"Iya, ini baru mau ke supermarket dulu, habis itu langsung pulang!" jawab Diah.

Kemudian Diah melanjutkan bicaranya "Iya, nanti ibu yang ke rumah bude antar oleh-olehnya dari Citra ya, aku langsung pulang!" kemudian Diah menutup telpon nya.

Aku hafal yang dimaksud bude oleh Diah itu pasti bude Sarah kakak ku yang di Lenteng. Mungkin tadi bude Sarah telpon ke rumah dan dijawab ibu lagi di rumah ku bersama Diah.

"Ibu nanti mau langsung ke rumah bude Sarah ya?" tanyaku.

Sebelum ibu menjawab aku langsung berkata "ibu sebaiknya nginep aja di rumah bude Sarah, ini kan udah sore. Nanti sampai rumah malam tuh kalau ibu paksa pulang hari ini, hati-hati ya bu!" suara ku khawatir ibu akan nekat pulang larut malam sendirian.

"Iya, aku nginep Cit, besok pagi baru ke rumah Yani di Bekasi! antar oleh-oleh nya.” Jawab ibu.

Aku lega ibu berkata seperti itu, karena kalo aku mengantar ibu ke rumah bude Sarah, kasihan mas Pasha kecapean. Belum istirahat, mana besok harus bikin laporan kerjaan di rumah. Aku pun sama harus bikin laporan untuk besok di kantor.

Setelah ku lihat mas Pasha sudah masuk rumah, kataku,

"Ayuk mas antar ibu beli susu dulu ke supermarket, sekalian kita beli susu Arya juga sudah mau habis dan kebutuhan dapur!' Aku bicara sambil melangkah ke garasi menggandeng Arya, kemudian membuka pintu mobil sebelah sopir menaikkan Arya masuk ke mobil dan menyusul aku masuk untuk memangku Arya.

Ku lihat Ibu dan Diah masuk mobil dan duduk di jok belakang aku. Tuti bersiap untuk mengunci pintu gerbang saat mas Pasha memundurkan mobil nya keluar garasi.

Kita belanja di supermarket langganan di mall kalibata. Ibu sedari tadi sudah ijin untuk membeli susu untuk Didik, Nisa anak-anak dari Tono adik laki-laki ku yang memiliki dua anak pas sepasang, Sri, istri Tono sehari-hari di rumah mengurus anak-anaknya. Tono masih tinggal serumah dengan ibu. Sekalian menemani ibu dan bapak di rumah.

Diah juga aku suruh beli sekalian kebutuhan rumah yang mulai habis, di saat aku di supermarket, ponsel ku berdering. Aku buka tas dan ku ambil pondel, dan langsung ku angkat.

"Halo iya..." tanpa melihat siapa yang menelepon.

"Cit, lagi dimana? suara bude Sarah di seberang telpon.

"Ini di supermarket mall kalibata, bentar lagi aku antar ibu sama Diah ke stasiun ya bude!"

"Bude cuma pesen, jangan boros-boros ya Cit, nggak usah semua kamu beliin kan udah pada punya penghasilan masing-masing" suara bude yang terlalu khawatir aku membelanjakan untuk semua kebutuhan keluarga ku.

"Nggak papa bude, aku lagi ada Rizki kok?" sahut ku enteng.

Ibu yang berdiri di sebelahku langsung bertanya.

"Sarah ya Cit, pasti bilang gak boleh membelanjakan adik-adik ya. Biasa deh Sarah terlalu pelit sama adik-adik nya," ibu seperti nya tidak suka dengan bude Sarah yang mengajari ku untuk pelit.

Aku terdiam tidak mau membuat konflik lagi. Aku takut salah bicara. Akhirnya aku katakan.

"Nanti kalo ibu ke rumah bude, gak usah diceritain aja, kalo bude tanya bilang aja gak beli apa-apa cuma Arya tadi jajan!"

kata-kata ku berusaha netral, untuk cari aman. Karena ibu kalo sudah marah diam nya lumayan lama, bikin aku nggak nyaman.

"Iya, beres. Tapi gak suka deh sama Sarah. Udah lagi banyak order jahitan pelit banget. Waktu itu Madina anak nya Yani lagi sakit, aku nengokin bukannya titip kek untuk beli buah ini nggak. Akhirnya uang yang kamu transfer aku ambil untuk beli buah itu pun Sarah tadinya gak mau ambilkan ke atm alasannya lagi sibuk." Ucap ibu setengah jengkel sama bude Sarah. Kemudian melanjutkan bicaranya,

"Padahal aku tahu bukan sibuk, tapi gak boleh aja tuh uang ibu ambil untuk bawain oleh-oleh Yani," suara ibu yang agak kesal karena Sarah yang kurang peduli ke adik-adik nya.

"Ya udah, sabar aja bu, sayang ibu gak punya rekening sendiri sih ya. Biar aku bisa langsung transfer ke rekening ibu, trus kalau ibu butuh bisa langsung ke atm untuk ambil sendiri!" suara ku menenangkan ibu yang lagi jengkel. Kemudian lanjut ku,

"Ibu, belanjanya udah!"

Ku lihat Diah mendorong troly, berjalan di sebelah ibu. Kata ku,

"Diah, udah semua belum belanjanya, jangan ada yang lupa biar besok kamu bisa masak. Gafur, suami kamu kan nggak pernah kasih uang belanja tuh!" tanya ku ke Diah,

"Udah semua mba Citra" jawab nya, sambil mata Diah masih melihat-lihat semua yang di pajang di supermarket.

Aku segera panggil Tuti, kata ku.

"Tut, udah semua juga?"

"Udah bu," jawab Tuti sambil mendorong troly ke kasir.

Kasir menghitung semua belanjaan.

"Mbak nanti bungkus kreseknya dipisah ya dari dua troli ini," aku beri pengarahan ke kasir sambil menunjuk dua Troly nya.

Petugas kasir segera menjawab

"Baik bu," jawabnya, sambil memasukkan ke kresek belanjaan yang sudah dihitung.

Dengan cekatan petugas kasir memasukkan barang belanjaan troly milik Diah dalam satu kresek. Kresek langsung diambil Diah, Begitu pula yang dari troly Tuti langsung dimasukkan ke kresek tersendiri. Tuti juga langsung mengambil kresek belanjaan. Aku ambil kartu ATM debit ku. Aku bayar semua belanjaan.

Aku menghampiri mas Pasha yang lagi asyik duduk di meja makan food court yang berada di dalam supermarket itu, letaknya persis di seberang kasir bersama Arya sambil makan es krim.

"Ayuk mas, udah beres. Sekarang ke rumah ibu antar oleh-oleh sekalian nengokin bapak, habis itu antar Diah dan ibu ke stasiun. Diah mau pulang, ibu mau kerumahnya bude Sarah," ucap ku, sambil melangkah ke luar mall.

"Ok, aku ke tempat parkir ya, nanti kamu tunggu di loby aja," pinta mas Pasha, langsung ke luar menuju tempat parkir sementara Arya dinaikkan ke dalam troly sama Tuti biar aman. Ku lihat Arya senang duduk di dalam troly yang di dorong sama Tuti, sambil memainkan belanjaan yang ada di Troly. Aku biarkan yang penting Arya anteng.

Bab 3. Waktu bersama keluarga part 2

Aku masih di depan loby kalibata mall, menunggu mas Pasha. Ku lihat mobil mas Pasha melaju ke arah ku. Kita semua masuk ke mobil. Mas Pasha membantu memaukkan belanjaan ke dalam bagasi. Setelah semua beres, mas Pasha kembali masuk ke mobil dan duduk di belakang setir.

“Udah siap ya,” tanya mas Pasha,

“Bismillah, sudah mas.” Kata ku.

Mas Pasha segera melajukan kendaraan meninggalkan mall kalibata ke rumah ibu. Jarak mall kalibata dengan rumah tidak terlalu jauh. Melewati beberapa perumahan sudah sampai. Begitu sampai di rumah, terlihat bapak sudah duduk di teras rumah.

“Kasihan bapak pasti sudah kangen menunggku kedatangan kami” batin ku, melihat bapak sedang bengong di teras duduk di kursi roda sendirian.

"Kok lama banget ya, belanjanya apa aja sih" ucap bapak sambil mencari Arya.

"Arya, sini embah kangen,” ucap bapak, mendorong kursi rodanya, mendekati Arya langsung memeluk dan mencium nya.

"Embah Kong ini Arya beliin es krim" sambil menyodorkan es krim ke mulut Bapak.

Aku tertawa geli melihat kelakuan Arya.

"Embah Kong gak suka es krim, nanti gigi embah sakit lho," sambil berkata-kata bapak mundur menghindar dari es krim yang disodorkan Arya.

Ku lihat mas Pasha masuk langsung mencium punggung tangan bapak.

"Nak Pasha gimana? sehat-sehat kan?" tanya bapak sambil memangku Arya, dan mas Pasha mendorong kursi roda bapak masuk ke dalam.

Sri istri Tono terlihat baru keluar dari dapur, langsung menghampiri ku dan meraih tangan ku untuk bersalaman.

"Gimana mba Citra kabarnya? ini nanti Arya gede di jalan aja deh" ucap Sri, kemudian melanjutkan kalimatnya.

"Makasih ya mba oleh-oleh nya. Banyak banget deh, ada susunya juga, wah Didik sama Nisa kesenangan nih" suara Sri sambil senyum bahagia melihat isi kresek yang sudah disiapkan ibu dan Diah tadi.

"Iya Sri sama-sama," ucap ku.

Kulihat Tono, mas Pasha dan bapak asyik ngobrol di ruang tamu. Arya masih duduk di pangkuan bapak, sambil memainkan kaca mata yang digunakan bapak ku.

Yuk mba Cit, nanti keburu sore, aku pulang ya?" ucap Diah.

"Ayuk, aku antar ke stasiun ya,” ucap ku, langsung melangkah ke arah mas Pasha kemudian berkata

"Mas yuk antar ibu sama Diah ke stasiun!" pinta ku.

"Pak, habis dari stasiun aku pulang ya, mau istirahat nih. Mas Pasha juga tadi dari kantor belum istirahat'!" kata ku.

Aku pamit ke bapak, dan ku cium punggung tangan bapak. Bapak mengusap kepala ku. Katanya,

"Ati-ati ya Cit, jaga kesehatan," suara bapak yang selalu membuat aku teduh.

"Pak, aku nanti nginep di rumah Sarah ya, besok pagi langsung ke Bekasi rumah Yani baru aku pulang!" ibu berkata-kata sambil melangkah ke tempat parkir mobil.

Semua oleh-oleh untuk Mba Sarah dan Yani sengaja tidak diturunkan dari mobil biar gak repot.

Tuti menggendong Arya naik ke mobil dan duduk di pangkuan nya. Ibu langsung masuk mobil lewat sisi pintu yang satunya dan duduk di jok penumpang di sebelah Tuti. Sementara Diah, Bondan dan Seno duduk di jok paling belakang.

Arya yang memegang mainannya bermain bersama Seno dan Bondan, katanya,

"Seno, ini bagus lihat deh mobil-mobilan ku!"

Arya memperlihatkan mobil-mobilan yang ada di tangan nya. Seno mendekati Arya kemudian bermain bersama. Bondan masih duduk anteng disebelah Diah. Bondan agak pendiam.

"Hore udah sampe stasiun, kita naik kereta juga kan ma?" tanya Arya.

"Nggak Arya, kita antar embah uti, Tante Diah sama Bondan dan Seno aja ya, kita naik keretanya besok-besok aja" sambil merayu Arya supaya tidak ngambek.

Aku mencium punggung tangan ibu sambil berkata,

"Ati-ati ya bu, nanti sampai stasiun langsung naik ojek aja gak usah naik angkot, biar gak kelamaan di jalan" suara ku pelan sambil membantu membawakan kresek oleh-oleh nya. Kemudia aku melanjutkan bicaranya,

"Diah salam ya untuk suami mu Gafur, terus jangan lupa titip oleh-oleh untuk bude Tati udah dibawa gak Di?" tanya ku sambil melihat kresek yang dibawa Diah.

"Itu, dibawa Bondan yang punya bude" jawab Diah sambil menunjuk kresek yang di bawa Bondan.

Bude Tati adalah kakak ipar ku dari almarhum Rahman yang sudah meninggal karena kelainan jantung satu tahun yang lalu.

Rumah Diah bersebelahan dengan bude Tati. Sejak kakak ku Rahman meninggal hingga kini Bude Tati tidak menikah lagi. Dia membesarkan dua anaknya dari gaji PNS nya.

"Itu keretanya udah datang Cit, ibu pergi dulu ya!" ibu memeluk ku dan aku langsung mencium punggung tangan ibu. Mas Pasha juga ikut mencium punggung tangan ibu. Kemudian Mas Pasha mengantar ibu masuk ke dalam kereta. Setelah ibu duduk mas Pasha pamit keluar kereta. Aku memperhatikan ibu, Diah, Bondan dan Seno yang mencari tempat duduk dari jendela kereta. Kulihat mas Pasha keluar kereta. Tuti tetap menggendong Arya menjaga supaya Arya aman digendongannya.

"Udah dapat duduk semua mas?" tanya ku ke mas Pasha yang melangkah mendekati ku.

"Iya, udah aman, semua sudah duduk. Bawaannya tadi di pegang semua." jawab mas Pasha masih mengamati kereta yang akan segera berangkat.

Ku lihat kereta mulai bergerak. Diah, Bondan dan Seno melambaikan tangan nya, kita semua ikut melambaikan satu tangan hingga kereta melaju cepat meninggalkan stasiun.

"Yuk, sekarang kita pulang ya" mas Pasha berkata sambil menggandeng tangan ku.

Tuti berjalan di depan ku sambil menggendong Arya.

"Yuk mas, aku mau istirahat juga nih, dari tadi sudah ngantuk." Suara berat ku, menahan lelah ingin segera istirahat.

“Arya mau ikut mama atau mbak," tanya ku ke Arya, saat aku menaiki mobil.

"Ama mbak Tutik aja, mau main mobil-mobilan disini ma," suara Arya yang masih sibuk dengan mainannya.

Mobil bergerak menuju rumah kontrakan ku. Dengan cepat sudah tiba di depan rumah. Tuti turun untuk membuka gerbang. Arya aku gendong khawatir mendadak membuka pintu mobil. Mas Pasha memasukkan mobil ke garasi. Aku menurunkan Arya dari mobil kemudian aku juga langsung turun.

"Mas, mau kopi nggak biar aku buatin?" tanyaku.

"Iya Cit, mas dari tadi udah pengen ngopi nih, capek banget rasanya badan ini."

"Tut, gerbang langsung di kunci ya, itu belanjaan turunin!" perintah ku ke Tuti.

"Baik bu," Tuti menjawab sambil berlari ke arah mobil dan membuka pintu bagasi mobil untuk mengambil belanjaan yang ada di mobil.

Aku melangkah cepat ke dapur membuatkan kopi hitam panas kesukaan mas Pasha.

"Ini mas kopinya!" sambil menyodorkan kopi ke depan meja mas Pasha.

Mas Pasha langsung menyeruput kopi panas ku sedikit.

"Hmmm nikmat, seger nih badan rasanya,"

Aku menyandarkan kepalaku di bahu mas Pasha dengan manja. Rasa rindu dan kangen terpisah karena pekerjaan.

"Eh Arya mana? tanya mas Pasha karena gak terdengar suara Arya sedari tadi.

Sebelum menjawab aku menunjuk peti mainan, kataku "tuh masuk ke peti mainan, mainannya ditumpahkan semua!"

"hahaha, mas Pasha tertawa ngakak melihat kelakuan Arya.

Kata ku lagi "udah biarin aja nanti dia capek kan ngantuk, habis gitu tinggal di beresin Tuti semua mainannya." Jelasku.

"Iya, itu Tuti capek mungkin biar dia istirahat dulu" jawab mas Pasha.

Sedari tadi setelah Tuti menyimpan belanjaan yang diambil dari mobil dibawa ke dapur, Tuti tidak keluar dari kamar nya.

"Tuh kan bener mas, tidur tuh anak di peti!"

Mas Pasha mengangkat dan menggendong Arya menidurkan di kamar tempat tidur Arya. Aku segera memangil Tuti.

"Tut, ini diberesin ya mainan Arya, ibu sama bapak mau istirahat,” pinta ku. Sebelum Tuti menjawab aku langsung berkata

"Makanan semua dimasukin kulkas aja ya?"

Sambil berlari ke ruang tamu Tuti menjawab,

"Baik bu."

Aku masuk ke kamar dibelakang ku mas Pasha memeluk ku dari belakang. Sudah tidak sabar menahan rasa rindu untuk melepas kangen.

"Sabar mas!" kata ku, kemudian tangan ku meraba mencari saklar lampu untuk mematikan lampu kamar. Kemudian kita berdua melepas kangen, hingga terlelap tidur pulas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!