Citra duduk menunggu di meja makan, untuk makan bareng dengan mas Pasha. Nasi sudah disiapkan di piring mas Pasha, tidak lama mas Pasha sudah keluar dari kamar melangkah ke arah ku.
"Aku sedikit aja ya Cit, masih kenyang makan tadi malam!" pinta mas Pasha.
Aku kurangi porsi nasi yang sudah aku siapkan. Kata ku,
"Mas, pake rendang atau gudeg dan krecek nya?" tanya ku.
"Jangan pake rendang, itu gudeg sama tahu dan tempe bacem aja, krecek juga gak usah ya. Mas lagi kurangi santan nih!" ucap nya.
Aku ambil menu sesuai yang mas Pasha minta. Semua masakan ibu cocok di lidah mas Pasha, apalagi aku. Semua yang ibu masak, mesti enak.
Setelah sarapan, mas Pasha mandi. Aku menyiapkan pakaian yang akan digunakan mas Pasha. Ku ambil dari lemari, kemudian ku letakkan di atas kasur. Mas Pasha keluar kamar mandi hanya dengan celana pendek, masuk ke kamar. Dengan tubuh yang sudah wangi, aroma bau sabun yang segar. Langsung mengenakan pakaian dan celana panjang yang sudah ku siapkan.
"Suamiku ganteng ya!" aku bicara sendiri sambil membetulkan kerah baju mas Pasha. Mas Pasha memandangi ku sambil tersenyum, katanya,
"Lha baru tahu ya kalau suami mu tuh ganteng Cit!" ucapnya sambil tersenyum.
"Iya," jawab ku polos.
Mas Pasha memegangi kedua pipi ku, laku mencium kening ku.
"Mas, harus berangkat pagi-pagi ya Cit, supaya gak macet. Ada beberapa surat yang mas harus buat, untuk ditandatangani pak Slamet dan keuangan, nanti tiket untuk keluarga sementara pake uang pribadi dulu ya. Biar gak kecampur sama uang perusahaan!" Ucap mas Pasha menjelaskan kepadaku, agak gak bingung penggunaan operasional kantor.
"Iya mas, ini uang kiriman Bu Siti dan Bu Lisa orang keuangan mas Pasha juga masih ada kok, kemaren untuk pelunasan rumah sakit pake ATM gaji aku." Ucap ku.
"Ya, udah, nanti jangan lupa ya semua yang dibawa, jangan ada yang ketinggalan biar gak bolak balik. Sampai kantor nanti mas akan kabarkan pesawat yang jam berapanya, kemaren mas sudah pesan ke bagian administrasi Bu Vita, minta pesawat yang siang, untuk belikan tiket 4 orang hanya untuk atas nama keluarga kita. Tapi tadi malam mas sudah minta tambah 2 kursi untuk ibu sama mbak Nina. KTP mereka juga sudah mas kirim ke Bu Vita. Nanti sampe kantor mas langsung temui Bu Vita untuk minta booking tiketnya ya!" Jelas mas Pasha.
Iya mas, Mas Pasha hati-hati ya bawa motornya, jangan ngebut. Aku sekarang dijalan masih trauma mas." Ucap ku menahan sedih kalau ingat kejadian kecelakaannya.
Mas Pasha mengangguk, sambil menggunakan sepatu kerja. Kemudian tas diselempangkan di bahu,
"Tut, bukain pintu ya, bapak mau keluar!" pinta mas Pasha.
Tuti berlari keluar, disusul Arya mengekor dibelakang Tuti.
"Bapak, Arya belum Salim" ucap Arya.
Suara Arya mengingatkan kita semua. Dari kemaren banyak hal yang dipikirkan, sampai-sampai Arya terlupakan.
"Iya, sini anak bapak ganteng"
Arya mendekati mas Pasha yang sedang duduk di teras, mas Pasha sudah menggunakan sepatu kemudian memeluk Arya sambil menciumi kedua pipi yang imut-imut itu. Sambil bepesan,
"Nanti Arya mandi ya, terus ke kantor bapak, sekarang bapak ke kantor duluan ya!"
Arya menganggukkan kepalanya. Setelah memeluk Arya, mas Pasha mendekati ku, mencium keningku. Aku raih tangan mas Pasha, dan mencium punggung tangannya. Mas Pasha menggendong Arya sampai garasi, kemudian menaikkan Arya ke atas sepeda motor.
"Ya udah, sampai sini aja ya Arya bapak harus buru-buru, sekarang Arya mandi ya sama mbak Tuti!"
Tuti langsung mengangkat Arya dari sepeda motor dan menggendong menjauh dari sepeda motor. Aku masih berdiri di depan pintu ruang tamu memandangi Mas Pasha yang melajukan motor keluar garasi. Aku da Arya melambaikan satu tangan hingga pandangan mas Pasha menghilang.
Aku bersiap untuk mandi, kuambil handuk dan segera ke kamar mandi. Setelah aku beres mandi, aku minta Tuti untuk memandikan Arya. Aku sudah beres berganti baju, kudengar suara seseorang membuka pintu gerbang rumah.
"Assalamualaikum," suara ibu memberi salam sambil membuka pintu ruang tamu diikuti mba Nina mengekor di belakang ibu.
"Cit, kamu sudah rapih juga ya?" tanya ibu.
"Iya Bu, itu sekarang Arya lagi mandi!" jawab ku.
"Sini Cit, duduk aja, jangan jalan-jalan aja, masih repot banget liatnya." Mbak Nina takut aku terjatuh melihat jalan ku yang menggunakan tongkat belum lancar.
Aku istirahat duduk di sofa ruang tamu. Ku ambil ponsel di saku baju ku. Aku teringat ingin mengabari dokter Reno, asisten dokter Haris yang membuatkan kaki palsu ku. Kucari nomor kontak dokter Reno, terlihat di ponsel. Aku pijit call. Terdengar suara dari balik ponsel
"Halo, iya Bu Citra, apa kabar?”
"Alhamdulillah baik Pak Reno, Saya mau kasih kabar Pak, dua hari ini saya ada acara ke Surabaya, dan setelah itu, saya akan pindah tugas ke Surabaya, kira-kira kaki saya kapan selesainya ya Pak?" tanya ku.
"Oh gitu, kalau gitu, nanti begitu ibu pulang dari Surabaya, kabari saya ya. Saja akan ke rumah ibu untuk mencetak kaki ibu, baru nanti sekalian saya rakit di rumah ibu, untuk meluruskan posisi kakinya. Setelah itu paling dua hari udah jadi Bu, bisa ibu pakai" sebelum aku menjawab dokter Reno melanjutkan bicaranya.
"Jadi nanti untuk latihan selanjutnya, ibu bisa latihan dengan dokter di Surabaya, saya ada sahabat dokter yang bisa melatih ibu disana, dokter angkatan laut, namanya dokter Hidayat. Nanti saya kirim ya kontaknya ke ibu. Ibu Citra bisa bicara langsung dengan dokter Hidayat. Mudah-mudahan ibu Citra bisa segera jalan dengan normal ya Bu?" Ucap dokter Reno.
Alhamdulillah, banyak Orang-orang sekeliling ku yang membantu mempercepat proses penyembuhan dan kelancaran agar aku bisa berjalan dan bisa beraktivitas dengan normal.
"Terimakasih ya Allah" gumam ku sendirian.
Aku teringat masih ada dokter Reno di seberang telepon nya, kemudian kataku.
“Baik pak, terima kasih banyak ya pak untuk bantuannya, nomor kontak teleponnya nanti jangan lupa ya pak kirimkan ke saya,” pinta ku mengingatkan.
“Baik bu, segera saya kirimkan. Sementara begitu dulu ya bu, semoga ibu segera bisa beraktivitas kembali, sehat-sehat selalu ya untuk bu Citra.” Ucap dokter Reno kemudian mengakhiri pembicaraannya.
Ibu dan mbak Nina yang ikut mendengar obrolan aku dan dokter Reno ikut senang.
"Cit, semoga walau kamu jauh, ibu doain kamu banyak teman-teman yang baik di Surabaya."
"Aamiin," aku mengamiin kan doa ibu.
Semua sudah siap, mang Udin juga sudah siap, duduk di teras sambil minum kopi buatan Tuti. Tinggal tunggu kabar dari mas Pasha. Baru aja aku membatin wajah mas Pasha, orangnya menelpon, langsung kuangkat.
"Assalamualaikum mas, gimana mas?" tanya ku.
"Waalaikumsalam, iya Cit, tadi sudah saya WA ya, tiketnya, jam 2 pesawat berangkat, jam 1 siang kita sudah harus di bandara, sekarang kamu sudah siap apa belum?" tanya mas Pasha.
"Sudah mas, ini mang Udin juga udah siap dari tadi di rumah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 438 Episodes
Comments