Pulau Eksekusi

Pulau Eksekusi

Penculikan

Penculikan

    Di tengah hutan belantara yang sunyi, hanya terdengar gemuruh angin yang menderu. Sesekali suara beruk hutan dan kicau burung malam ikut meramaikan suasana yang hening. Sebuah mobil box melaju dengan kecepatan sedang. 

     Sementara itu, di tepian pantai yang tak jauh dari hutan belantara. Perlahan suara debur ombak mengiringi kapal berukuran sedang untuk kembali ke dermaga. Kapal berukuran sedang dan bercat putih itulah  yang beberapa waktu lalu membawa mobil box yang berisi dua orang  remaja menyeberangi lautan menuju sebuah pulau yang jauh dari daratan. Sebuah pulau terpencil yang tidak banyak orang tahu, bahkan nelayan sekalipun.

     "Di mana aku... ?!" seru seorang remaja yang sedari tadi tertidur pulas dengan mata ditutup sehelai kain berwarna hitam. Tangannya terikat ke belakang. Dari balik kain hitam yang menutup matanya, ia coba menerawang, mencari kawan sebayanya. Celingukan, ia arahkan pandangan mencari kawannya yang bernama Arif. 

     "Rif.... Arif... kamu di mana .. ?" dengan suara yang sengaja ia pelankan,  anak muda ini terus memastikan keberadaan kawannya itu. 

     "Aku di sini Pan, disampingmu" jawab Arif yang ternyata berada tak jauh dari posisi Topan, nama remaja tersebut.  Kondisi kedua remaja sebaya ini tak jauh berbeda. Mereka berada dalam box mobil yang terus melaju masuk menyusuri hutan belantara. Sesekali keduanya mengaduh saat kendaraan yang mereka tumpangi terguncang karena melintasi lubang atau melindas batu dan batang pohon yang menghalangi jalan.

     Seluruh badan mereka memar dan lebam membiru.  Di sela - sela bibir mereka mengeluarkan cairan berwarna merah.  Semua itu mereka dapatkan saat akan pulang ke rumah mereka setelah seharian mengamen di perempatan jalan yang cukup ramai.

     Topan sedikit lega, setidaknya ia tidak sendirian terkurung di dalam mobil box yang terus melaju entah kemana. Kembali ia mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Kejadian yang tak akan pernah ia lupakan seumur bidupnya. 

     "Mau kemana kalian  ?!" bentak seorang lelaki dewasa dengan perawakan tinggi besar. Topan, Arif dan Riko yang tak menyangka bakal dihadang dan dibentak seperti itu hanya menunjukan ekspresi seperti kebingungan dan ketakutan. Bagaimana tidak, sudah beberapa tahun mereka mengais rejeki sebagai pengamen di lokasi tersebut. Baru kali ini ada orang yang menghadang mereka dengan suara membentak.

     Merekapun tak pernah memiliki perselisihan dengan siapapun. Baik itu sesama pengamen atau pedagang, ataupun dengan warga yang lalu lalang.

     "Heh... kalian ditanya bukannya menjawab, malah melotot. Menantang kalian.... ?!" kali ini lelaki gemuk dengan kepala botak yang bersuara. Matanya mendelik marah ke arah ketiga remaja di hadapan mereka.

     "Maa... maaf pak. Eh bang... kami mau pulang"  jawab Arif spontan. Badannya gemetaran menahan rasa takut yang teramat sangat. Tak jauh berbeda,  kondisi Topan dan Riko. 

      "Kurang ajar... memangnya aku bapakmu... !"

     "Sudah..., hajar saja mereka lalu masukan ke dalam mobil. Jangan sampai kita terlambat  menemui bos besar, bisa habis kita !" seru lelaki gemuk sambil memperhatikan situasi sekitar yang sudah mulai sepi.

     Ketiga remaja pengamen ini semakin ketakutan. Tak mengerti apa yang diucapkan oleh kedua orang di hadapan mereka. Ketiganya terperanjat saat sebuah pukulan menghantam perut Topan. Remaja ini tak siap mendapat serangan mendadak, seketika tubuhnya jatuh terduduk. Dari mulutnya terdengar suara terbatuk batuk.

     Arif panik, dia coba menolong kawannya. Namun tamparan keras justru ia dapatkan. Tak sampai di situ, laki - laki tinggi besar terus memukul dan menendangnya hingga ia tersungkur. Bibirnya berdarah dan badannya lebam - lebam  kena pukulan.

     "Rikoo... lariii.... !" sebuah teriakan keras dari Topan menyadarkan Riko yang kebingungan. Dengan posisi terduduk menahan sakit, Topan mengingatkan kawannya untuk menyelamatkan diri. Namun terlambat. Sebelum Riko melangkah, sebuah cengkraman keras berhasil mencekik leher remaja tersebut. Kini perlahan tubuh Riko terangkat. Kakinya mencari pijakan dengan kondisi tenggorokan yang tercekik. Wajahnya mulai memerah menandakan sulit mendapatkan oksigen untuk bernafas.

     "Hahaha....  kalian harus ikut kami !" seru lelaki gemuk dan berkepala botak yang membuat Riko hampir saja mati kehabisan nafas , kalau saja Topan terlambat menolongnya.

      Topan bangkit, sekuat tenaga diraihnya gitar yang biasa dijadikan senjata untuk mengumpulkan koin demi koin rupiah. Dengan sisa tenaga yang ada, ia hantamkan gitar tersebut ke kepala botak si lelaki gemuk.

Braakkk.... !

     Seketika gitar berwarna hitam itu hancur berantakan. Tak berselang lama tubuh Riko terlepas dan jatuh. Tak menunggu lama ia berlari menjauh sekuat tenaga. Setelah merasa aman ia beranikan diri menyaksikan apa yang dialami kedua kawannya dari jauh.

     "Kurang ajar !" hardik lelaki gemuk sambil meraba kepala botaknya yang sedikit berdarah. Tubuhnya terhuyung dan hampir jatuh. Melihat situasi tersebut,  Topan bersiap berlari menyusul Riko untuk menyelamatkan diri. 

     Lelaki botak tak mau kehilangan buruannya. Secepat kilat diraihnya remaja tersebut dengan kasar, lantas didorong hingga terjatuh menindih tubuh Arif yang sudah babak belur tak berdaya.

     "Kalian ikut kami !"  lelaki botak bersuara lantang, sesekali tangannya meraba bekas hantaman gitar yang tampak membulat seperti bisul.

     "Tapi pak, salah kami apa... ?" Suara Arif lirih mengharap belas kasihan dari kedua manusia yang tak ubahnya monster itu. Berbeda dengan Topan yang tampak tegar, tak ada sedikitpun rasa takut terpancar di wajahnya. Dipandangi terus kedua orang yang berada di hadapannya seolah menantang. Dibuang jauh - jauh rasa sakit yang menimpa sekujur tubuhnya.

     "Kalian tidak salah" jawab  pria tinggi besar.

     "Lantas kenapa kalian memukuli kami ?" Lantang suara Topan seolah menuntut keadilan. Kedua pria tersebut tak menggubris pertanyaan tadi. Tanpa basa basi ditariknya kedua remaja itu masuk ke dalam box sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri. 

     "Cepat masukkan mereka ke dalam, kita tak ada waktu lagi jika ingin mendapatkan bonus yang dijanjikan bos besar"  ucap pria tinggi besar. Tangan kanannya membuka box mobil bagian belakang sementara tangan kirinya mencengkeram tubuh Arif yang terus meronta. Namun tenaganya sudah tak ada artinya.

     "Benar katamu , kita harus segera berangkat. Aku kira dua bocah ini sudah cukup sebagai tebusan bonus yang ia janjikan"  jawab pria botak. Kedua tangannya sibuk mengikat  kedua tangan Topan dan Arif. Tak lupa mata mereka ditutup menggunakan kain hitam yang cukup tebal. Tak lama kemudian, kendaraan itupun berjalan meninggalkan lokasi kejadian penculikan. 

     "Kita  mau dibawa ke mana Pan... ?" tanya Arif membuyarkan ingatan kawannya. Dengan setengah berbisik, Ia khawatir dua orang lelaki yang ada di belakang kemudi mendengar obrolan mereka. Dengan mata masih tertutup ia berusaha menguasai dirinya yang diliputi rasa takut.

     "Aku tak tahu Rif. Sepertinya kita sudah meninggalkan kota. Dari tadi aku tak mendengar suara kendaraan lain, baik itu sepeda motor atau mobil" ucap topan pelan.

     "Aku takut, Pan. Emak  pasti khawatir karena aku belum pulang" 

     "Tenang Rif. Riko selamat, pasti dia mengabarkan keadaan kita. Semoga saja ada yang menolong kita" 

     "Kalau tidak bagaimana Pan ? huhuhu..."

     Arif menangis pilu, membayangkan maut yang sedang mengintainya. Sementara sahabatnya terus menguatkan, berharap Arif tak larut dalam kesedihan dan ketakutan. Bagaimanapun mereka harus bisa berfikir menggunakan logika akal sehat dan tentunya berserah pada Allah. Karena itulah hal penting dalam menghadapi situasi sulit ini.

     "Kita pasrahkan semuanya kepada  Allah, pemilik alam semesta. Zat yang menggenggam nyawa kita" jawab Topan mantap. Arif terdiam dan perlahan dapat menenangkan fikirannya yang kalut.

     "Sekarang kau buka kain hitam yang menutupi mataku"  pinta Topan.

"Bagaimana Pan, tanganku terikat ?"

"Gunakan gigimu, lepaskan ikatannya" 

     Tanpa menunggu lebih lama, Arif segera melakukan apa yang dikatakan sahabatnya itu. Setelah melepaskan ikatan kain yang menutup mata,  ia beralih melepaskan ikatan pada kedua tangan Topan.

     Setelah itu, gantian Topan yang membebaskan Arif dari kedua ikatan di tubuhnya. Bedanya, kali ini ia melepaskan seluruh ikatan tersebut menggunakan kedua tangannya. 

"Alhamdulillah, akhirnya kita bisa melepaskan ikatan ini"

     "Iya Rif, sekarang kita harus memikirkan bagaimana caranya keluar dari mobil box ini" jawab Topan pelan. Sesekali matanya melirik ke  arah dua orang yang berada di belakang kemudi. Dari kaca berukuran dua jengkal persegi itu, ia dapat dengan jelas melihat laki - laki botak dengan benjolan di kepalanya yang masih tertidur pulas. Sementara di sebelahnya pria bertubuh tinggi besar sedang fokus melajukan kendaraan yang membelah gelapnya malam di tengah hutan belantara yang menyeramkan. 

Terpopuler

Comments

Readers setia

Readers setia

Hai dah mampir aku

2023-01-15

1

mocha217

mocha217

Beruk itu apa? Burung hantu kah?

2022-12-03

3

bunda f2

bunda f2

mampir kak, nyicil baca dulu ya

2022-10-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!