Minta Bantuan

Minta Bantuan

Malam itu, Topan dan Arif memutuskan menyelidiki bangunan besar yang hanya terlihat atapnya saja dari atas bukit tempat mereka bermalam. Di bawah sinar rembulan yang redup, keduanya menyusuri jalan setapak yang menurun. Jalan setapak inilah yang digunakan Bowo dan anak buahnya siang tadi. 

Setelah menghabiskan dua ekor ayam hutan yang dipanggang. Kini keduanya mendapatkan tenaga yang mungkin dibutuhkan setiap saat. Dengan berjalan santai, mereka bercerita ngalor ngidul. Melawan keheningan malam yang mencekam. Sesekali desiran angin membuat pohon - pohon saling bergesekan dan menimbulkan suara yang menakutkan.

     "Aku takut, Pan" ucap Arif pelan. Wajahnya diarahkan ke atas, mencari asal suara yang membuat bulu di tengkuknya berdiri.

     "Tenang Rif. Itu hanya suara pohon yang bergesekan" jawab Topan yang coba menenangkan kawannya. Mau tak mau, wajahnya ikut mencari asal suara.

     Kuakkk..... kuuaakkk.... !!

Sesekali suara burung gagak terdengar di antara suara desiran angin dan suara gesekan pohon. Gelapnya malam semakin membuat Arif dilanda kecemasan.

     "Bagaimana kalau kita tertangkap, Pan ?" ucap Arif lagi. Topan hanya terdiam tidak menjawab.  Dipandangi wajah kawannya dengan ekspresi kesal.  Namun ia coba bersabar. 

Kini keduanya duduk di bawah pohon yang rindang. Tidak ada yang bicara. Tatapan mata keduanya yang  bergerak ke sana ke mari. Hanya kegelapan yang terlihat.

     "Tadi kamu bilang setuju, jika kita pergi menyelidiki bangunan itu" ucap Topan membuka percakapan. Tangannya sesekali meraih kerikil dan kemudian melemparkannya . 

     "Iya Pan. Entah kenapa tiba - tiba timbul rasa khawatir " jawab Arif pelan.

     "Ya sudah. Kita batalkan saja" seru Topan acuh tak acuh.

     "Lain kali saja kita ke sana. Aku yakin ada rahasia besar di dalam bangunan itu" ucapnya lagi. Arif hanya mengangguk pelan. Keduanya kembali berkutat dengan fikiran masing - masing.

Cukup lama mereka terdiam, tak ada yang bicara. Hingga beberapa sorot lampu senter membuyarkan lamunan keduanya. 

     "Ada orang !" seru Topan. Tangannya menunjukan sorot lampu senter yang semakin dekat. 

     "Mereka menuju ke sini, Pan" jawab Arif ketakutan. Raut wajahnya dilanda  kepanikan. Tanpa diduga,  ia berusaha bangkit dan lari. Topan yang  menyadari tindakan Arif bisa membahayakan, segera dicegah olehnya.

     "Jangan lari, mereka pasti melihat kita" ucap Topan. Ditariknya tangan kawannya menuju bagian belakang pohon tersebut untuk bersembunyi.

     "Tetap menunduk dan jangan bersuara" ucap Topan lagi. Gelapnya malam memudahkan mereka untuk bersembunyi di antara rumput alang - alang. sementara itu, beberapa orang yang sedang berjalan semakin mendekat.

     "Sial benar nasibku !" ucap salah  seorang di antara mereka. Tangannya menggenggam lampu senter yang terus di arahkan ke segala arah. Langkahnya melambat seiring obrolan yang semakin seru. 

     "Sial kenapa ?" jawab kawannya. Dipindainya wajah lawan bicaranya menunggu jawaban.

     "Aku sudah diberi ijin cuti oleh Bowo. Eeee... sekarang malah dibatalkan. Bagaimana tidak sial itu namanya ?" 

    "Alasannya apa ?" 

     "Katanya, Bos Jhoni membatalkan semua ijin cuti yang sudah di acc."

     "Cuti itu kan hak kita, kenapa tidak boleh ?" 

     "Aku juga sudah bilang begitu.." 

     "lalu ... ?" 

     "Bowo bilang, sejak dua remaja dari kota itu berkeliaran di pulau ini sudah lima kawan kita yang mati." 

     "Memangnya kedua remaja itu yang membunuh kelima kawan kita ?, Rasa - rasanya mustahil !"

     "Memang, aku juga ragu kedua remaja itu yang melakukannya. Tapi bos Jhoni tidak perduli.  Bowo diultimatum harus menemukan kedua remaja itu."

     "Dan sekarang semua personil dikerahkan untuk mencari mereka sampai dapat. Termasuk kamu, hehehe...." 

     Keduanya terus berjalan di gelapnya malam. Sementara Topan dan Arif terus mengawasi gerak gerik mereka. Untuk berjaga - jaga, Topan bersiap dengan sumpit beracunnya. Sedangkan Arif menggenggam belati, walau tangannya gemetaran.

     "Bagaima ini, Pan ? " tanya Arif berbisik. Matanya melirik ke arah dua orang yang berjalan menjauh. Obrolan mereka makin lama makin menghilang seiring makin jauhnya mereka berjalan.

     "Tenang. Mereka sudah pergi" ucap Topan menenangkan kawannya. Keduanya  kembali sibuk dengan fikiran masing - masing.

     "Aku kangen sama emak, Pan" ucap Arif memecah keheningan.

     "Sama Rif. Akupun kangen sama orang tuaku."

Kedua remaja ini mengahabiskan malam di tempat tersebut. Melawan dinginnya malam dan gigitan serangga hutan menjadi hal biasa.

#####

Di ruangan kerja yang tak terlalu besar. Jhoni, lelaki tua dengan rambut yang sudah memutih terlihat lelah. Kepalanya disandarkan  pada bagian belakang kursi. Sementara tubuhnya masih setia dengan posisi duduk. Sesekali matanya dipejamkan, setelah cukup lama digunakan untuk memeriksa laporan - laporan yang berserakan di meja.

     Toktoktok... ! 

     "Masuk. !" seru Jhoni dengan senyum mengembang. Tak ditanya lagi siapa yang ada di luar sana. 

     "Bos memanggil saya ?" tanya Sulis. Wanita muda yang bekerja sebagai tukang masak di tempat tersebut. Wajahnya menunduk, sedikit grogi. 

     "Iya Sulis. Ada yang ingin ku katakan padamu" jawab lelaki tua di hadapannya. 

     "Tentang apa bos ?" jawab Sulis penasaran. Fikirannya menerawang jauh. Memikirkan sikap bos besar Jhoni yang begitu bengis dan kejam terhadap siapapun. Namun jika berhadapan dengan dirinya, Sulis seperti menemukan sosok seorang ayah.

     "Kamu kerasan bekerja di sini, Sulis ?" tanya Jhoni. Netranya lekat memandang wajah wanita muda di hadapannya. 

     "Kerasan bos " jawab Sulis dengan senyum sedikit dipaksakan.

     "Syukurlah kalau begitu. Tidak sia - sia  kau kubawa ke tempat ini."

     "Tapi aku selalu teringat ibu, bos."

     "Baiklah. Nanti akan kuatur agar kamu bisa menemuinya" jawab Jhoni datar. Seketika ingatannya berputar ke belakang. Saat hari - harinya terasa sangat bahagia. Namun kebahagiaan itu tidak didapatnya dari sang istri.

     "Benar bos.... ?" tanya Sulis dengan antusias. Kini terlihat jelas aura keceriaan terpancar dari wajahnya yang cantik. Senyum indah terukir di bibir tipisnya.

     "Iii....iya. Aku janji ! " seru bos Jhoni saat tersadar dari lamunannya. Seketika ia terkesima oleh senyuman wanita muda di hadapannya.

     "Senyummu sangat mirip dengannya" ucap bos Jhoni lagi dengan suara  pelan. Namun Sulis masih sempat mendengar ucapan pria di depannya, walau tak yakin.

     "Maksud bos.... ?"  

     "Apaa ?, sudahlah. Tidak penting " jawab Jhoni kaget.

     "Kalau begitu aku kembali ke dapur. Sudah waktunya mengantarkan jatah makan anak - anak."

     "Baiklah. Hati - hati dengan mereka. Karena orang yang kehilangan harapan hidup bisa melakukan apa saja !" seru bos Jhoni mengingatkan. Dijawab dengan anggukan  dan seutas senyuman. Walau dalam hatinya, ia tak sependapat. Bergegas ia keluar dan menuju dapur. Didapatinya Ratna yang sedang sibuk mempersiapkan segalanya.

Bos Jhoni kembali melanjutkan lamunannya. Memori kepalanya teringat  seorang wanita yang pernah mengisi hatinya. Namun lamunannya terhenti saat handphonenya berbunyi. Tak lama kemudian dia sudah terlibat percakapan dengan seseorang.

     "Hallo, bos... "

     "Ya. Ada apa ?. Kamu mengganggu saja !" 

     "Begini bos. Sepertinya kami sudah dimata - matai."

     "Kamu yakin ?"

     "Yakin bos. Malam itu ada seorang pemuda yang menanyakan adiknya" 

     "Siapa pemuda itu ?" 

     "Aku tidak mengenalnya, bos."

     "Lantas maumu bagaimana ?"

     "Kami butuh bantuan bos, agar semua operasi kami berjalan lancar"  ucap seseorang di seberang sana yang tak lain adalah Jarot. Lama ia tak mendengar jawaban dari lawan bicaranya, selain helaan nafas.

     "Baiklah. Tapi ingat ... !" 

     "Apa bos ?" 

     "Sekali lagi kalian gagal, nyawa kalian taruhannya !" 

     "Siap bos !" 

     "Dan satu lagi !" 

     "Apa lagi bos  ?"

     "Secepatnya kalian beraksi. Stok sudah mulai menipis." 

     "Siap. Jangan khawatir bos !" jawab Jarot. 

     "Bagus !" seru bos Jhoni. Setelah handpbone dimatikan, kembali ia melanjutkan lamunan yang terputus. Lamunan tentang kisah cintanya yang tak terduga. Perlahan tapi pasti netranya mulai terpejam. 

Dengan tubuh terbaring di sebuah ranjang tua. Di mana ia selalu mengalami mimpi buruk. Mimpi tentang  masa - masa kecilnya kembali menghantui lewat potongan - potongan kisah sedih dan menyakitkan.

Terpopuler

Comments

Author15🦋

Author15🦋

hmm, maybe bos itu juga pernah di culik

2023-07-16

1

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Ngeri banget sih, Suasana gak ada happynya menurutku

2022-12-30

1

Dewi

Dewi

Kondisinya kadang tenang kadang mencekam, serasa keduanya hanya diberi nafas seperkian detik saja

2022-11-14

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!