Penantian

Penantian

     Di Kediaman orang tua Topan ramai oleh tamu yang berdatangan. Pak Sholeh  dan Ibu Wati terlihat melayani setiap pertanyaan yang dilontarkan para tetangga dan kerabatnya. Terlihat juga ibunda Arif yang duduk lesehan di lantai marmer bersama yang lain.

     Walaupun Raut muka Ibu Wati yang masih tergambar jelas kesedihan. Dan masih terlihat sembab karena menangis. Namun ia tetap meladeni setiap keingin tahuan para tetangga dan kerabatnya yang datang. Dengan begitu ia juga sedikit terhibur karena kepedulian mereka terhadap Topan dan Arif.

     Tak jarang di antara mereka melontarkan guyonan yang membuat seisi ruangan tertawa lepas. Tentu tujuannya untuk  menghibur keluarga yang kehilangan agar tidak terus menerus dirudung kesedihan. 

     "Bagaimana kabar Topan dan Arif, apakah Toni sudah memberi kabar ?" tanya seorang kerabat Pak Sholeh yang jauh - jauh datang untuk memastikan keselamatan keponakannya. Pria yang usianya di bawah Pak Soleh itu berdiri dekat pintu. Ditatapnya wajah sepasang suami istri yang sudah memasuki usia senja itu.

     "Sejak Toni berangkat kemarin. Dia belum memberi kabar" jawab Pak Sholeh pelan. 

     "Riko juga belum pulang sejak dijemput Toni. Dia ijin ingin membantu Toni mencari Topan dan Arif" celetuk seorang ibu berpostur gemuk. Tubuh tambunnya dia senderkan pada tembok, sementara kakinya diselonjorkan ke depan. Wanita ini adalah ibunda Riko.

     "Semoga saja Anakku dan juga nak Arif bisa kembali pulang dengan selamat" ucap Ibu Wati lirih. Sesekali tangannya menyeka bulir - bulir bening yang menetes.

Sang suami merangkul istrinya agar tidak berlarut - larut dalam kesedihan. 

     Kompak bibir mereka mengaminkan do'a tuan rumah. Ada juga yang ikut terbawa  dalam kesedihan. Tanpa sadar air matanya  ikut luruh. 

     Kini keadaan hening. Semua terdiam membisu. Para warga yang rata - rata orang tua itu ikut merasakan kesedihan orang tua Topan Dan Arif. Tak berselang lama, di tengah lamunan masing - masing. Terdengar suara tangis  meraung - raung. 

     "Anakku Ariffff.... , di mana kamu nak huuhuuuhuu..... !"  suara tangis pilu yang menyayat hati serta kata - kata yang  membuat seisi ruangan trenyuh, terlontar begitu saja. 

     "Arifff..., pulanglah nak ... huuhuuhuuu.... !" tangisnya semakin menjadi - jadi, bahkan makin histeris. Tangannya memukul - mukul lantai marmer. Sementara kakinya menendang tak tentu arah. Ibu Wati bergegas turun dari sofa dan segera menenangkan wanita yang umurnya sebaya dengannya itu. 

     "Sumi... tenang Sum..., yang sabar. Do'akan saja semoga anak kita selamat. Kita serahkan semuanya kepada Allah" ucap ibu Wati. Ibu - ibu lain ikut menenangkan wanita bernama Sumi itu. Mereka memberi semangat kepada Sumi agar terus berdo'a demi keselamatan anaknya.

     "Terima kasih ibu - ibu atas dukungan dan do'anya" ucapnya lirih. Air matanya masih terus membasahi pipinya  yang tembem. Sesekali daster yang dikenakan, dipakai untuk menyeka mukanya yang basah oleh air mata.

     "Minum dulu, supaya fikiranmu lebih tenang" ucap Ibu Wati sambil tangannya menyodorkan sebotol air dingin dan sebuah gelas kaca. Ibu Sumi menyambutnya perlahan.

     "Terimaka kasih."

     Seteguk demi seteguk mengalir air putih dingin melewati  kerongkongannya yang kering. Kini raut mukanya terlihat lebih santai. Rasa khawatir tak bisa ia tutupi, namun ia sudah bisa menguasai dirinya.

#####

     Suasana tenang di dalam hutan  belantara tempat di mana Topan dan Arif terasing, tidak membuat hati keduanya nyaman. Mereka justru merasakan hawa aneh. Seperti ada sesuatu yang sangat mengerikan di pulau yang sekarang mereka pijak. 

     Perasaan itu semakin membuat keduanya ketakutan manakala hembusan angin membawa aroma bangkai dan bau anyir yang datang silih berganti. Indera pendengaran mereka juga dipaksa menangkap suara - suara aneh. Suara orang merintih kesakitan, menjerit, menangis,  bahkan suara orang yang sedang meronta - ronta. 

Banyak fikiran berkecamuk di  dalam dada mereka. Suara burung - burung gagak yang memekakkan telinga. Ditambah suara gesekan pohon yang saling beradu karena  diterjang angin membuat detak jantung keduanya semakin cepat.

     "Apa yang kau fikirkan Rif ?" tanya topan. Keduanya bersantai di pinggir sungai kecil yang airnya mengalir dari atas bukit. Wajahnya asyik memandangi ikan beraneka warna yang tengah asyik berenang di hadapan mereka. Sesekali kedua kakinya ia hentak - hentakan ke dalam air.

     "Aku teringat ibuku. Pasti dia sangat sedih karena aku belum juga pulang" jawab Arif. Tangannya sesekali melempar kerikil ke arah ikan - ikan kecil yang berenang tanpa henti.

     "Kita sama Rif. Kita harus segera meninggalkan pulau ini." 

     "Iya Pan, pulau ini seperti menyimpan banyak rahasia. Penuh misteri dan menyeramkan" ucap Arif lagi. Pandangannya menerawang ke atas langit yang tampak mendung. Sesekali matanya menangkap sekawanan burung gagak yang melintas. 

     "Tapi aku penasaran dengan bangunan besar yang pernah kita lihat dari atas pohon."

     "Memangnya kenapa Pan ?"

     "Kamu tidak melihat, puluhan bahkan ratusan burung gagak selalu berputar - putar di atas bangunan itu, Rif !?" 

     "Iya, aku juga heran. Sebenarnya bangunan apa itu, Pan ?"  tanya Arif semakin penasaran. 

     "Bukankah burung gagak adalah burung pemakan bangkai ? " Ucap Arif lagi.

     "Betul Rif. Entahlah, mungkin di sekitar bangunan itu banyak bangkai  yang mengundang mereka"  jawab Topan  mengakhiri  obrolan mereka. Karena kini ia sudah menyeburkan dirinya ke dalam aliran sungai yang tak seberapa dalam itu. 

Arif terpaku sejenak sebelum akhirnya ikut melompat dengan santai.

     Keduanya meliuk  - liuk di dalam air,  menghilangkan kegelisahan di dada. Cukup lama keduanya bermain - main di dalam dinginnya air sungai, sebelum akhirnya sebuah suara mengagetkan mereka.

     "Hei.... kalian cepat naik  !"  teriak seorang lelaki kurus tinggi berdiri di bibir sungai. Telunjuknya mengarah tepat pada Topan dan Arif. Di sebelahnya lelaki dengan tato menghiasi lengannya tampak tersenyum. 

     "Mereka sedang berlibur di pulau ini. Uahahaha....  !" tawa lepas dari lelaki dengan tato di lengan membuat kedua remaja itu tersadar. 

     "Cepat kalian naik, atau  pistol ini yang akan menarik kalian ke alam lain. Uahaha.... !" sekali lagi lelaki itu tertawa dengan suara menggema.

     Topan dan Arif saling berpandangan. Bergegas keduanya naik ke darat. Dengan rasa takut menyelimuti seluruh tubuh. Topan memberanikan diri bertanya. Sementara kawannya hanya tertunduk. Nyalinya lebih dulu ciut saat mendengar bentakan tadi. Semakin hilang keberaniannya saat matanya memindai senapan laras panjang yang siap memuntahkan timah panas.

     "Siapa kalian ?!" tanya Topan dengan nada meninggi. Diamatinya  kedua orang tersebut. Dari ujung kaki hingga ujung rambut tak luput dari sorot kedua matanya yang menyipit.  

     "Hahaha..... !!" kompak keduanya mengumbar tawa. 

     "Hei bocah ingusan, Kami penunggu pulau ini. Ayo cepat ikut kami !" seru lelaki tinggi kurus. Tangannnya segera meraih pundak Arif  yang sedari tadi menahan rasa takut. Namun Topan bereaksi lebih cepat. Ditepisnya tangan lelaki berwajah sangar tersebut. Arif segera beringsut, merapat ke samping sahabatnya.

     "kawanku tak sudi ikut dengan setan seperti kalian !" seru Topan. Keduanya siap berlari menyelamatkan diri, namun langkahnya terhalang kedua anak buah Jhoni. Lelaki berumur enam puluh tahun dan rambut yang sudah memutih.

     "Kurang ajar. Mau lari ke mana kalian ?" ucap lelaki  tinggi kurus. Bibirnya menyunggingkan senyuman meremehkan. 

     "Percuma saja kalian lari. Di pulau ini masih banyak binatang buasnya. Daripada kalian mati diterkam Harimau, sebaiknya kalian ikut kami !" seru lelaki bertato. Dengan sigap ia menutup pergerakan buruannya agar tidak bisa kabur.

     Topan dan Arif saling pandang. Keduanya  tak ada pilihan selain kembali menceburkan diri. Tanpa dikomando,  keduanya membalikkan badan dan sejurus kemudian melompat  ke dalam sungai. 

     Kedua anak buah bos besar Jhoni hanya melongo, tak menyangka buruan mereka akan kembali masuk ke dalam sungai. Pria tinggi kurus bersiap membidik buruannya yang tak kunjung muncul ke permukaan. 

     "Jangan. Bos menginginkan mereka hidup - hidup !" Seru lelaki dengan tato di lengan. Tangannya mengarahkan ujung senapan kawannya yang siap memuntahkan timah panas ke bawah. Maksutnya agar niat lelaki tinggi kurus  itu di batalkan.

     "Terus bagaimana ?" tanya lelaki tinggi kurus keheranan. Memang komandan memerintahkan untuk menangkap kedua anak itu. Lantas bagaimana menangkapnya,  jika tidak dilumpuhkan dengan *****. Pergolakan batin terjadi pada dirinya. 

     "Kita ikuti saja mereka. Lagi pula  mereka tak akan bisa meninggalkan pulau ini" ucap lelaki bertato. Matanya terus mengamati pergerakan kedua buruannya di dalam air. Langkahnya dipercepat mengikuti Topan dan Arif  yang belum juga muncul ke permukaan. 

     Langkah keduanya berhenti saat  bayang  - bayang kedua remaja di dalam air  berhenti bergerak. Arif dan Topan agak lama tidak melanjutkan pelariannya. Mereka hanya terdiam di dasar sungai tanpa bergerak. 

     Di sela - sela bibir keduanya terselip sebatang tanaman berbentuk bambu berukuran mini yang mereka raih dari pinggir sungai saat menceburkan diri. Batang tanaman berongga inilah yang membantu keduanya bernafas di dalam air.

     "Mereka berhenti !" seru lelaki bertato. Tangannya menunjuk ke arah bayang - bayang kedua remaja itu di dalam air. 

     "Cepat kau seret mereka ke atas. Setelah itu kita serahkan pada bos Jhoni" seru lelaki tinggi kurus.

     "Baiklah." 

     Lelaki yang lengannya dipenuhi tato bersiap menceburkan diri. Dilepasnya senapan laras panjang dan ia letakkan di tanah. Tak ketinggalan, sepatu kulit berwarna coklat turut ia tanggalkan. Kini ia membungkukan badannya, bersiap untuk melompat.

     Namun tanpa diduga, hal mengerikan terjadi. Tiba - tiba saja, Topan dan Arif secara bersamaan melompat lurus ke atas permukaan air. Tangan kanan keduanya menggenggam batu yang diambil dari dasar sungai dan melemparkannya ke arah kedua pria yang berdiri di bibir sungai. Dengan kecepatan tinggi batu sebesar bola tenis tersebut melesat dan kemudian menghantam kedua target yang berbeda.

     Seketika kedua anak buah Jhoni ambruk ke tanah dengan kepala pecah dihantam batu dari dasar sungai. Lelaki bertato seketika mati dengan tengkorak kepala pecah di bagian ubun - ubun. Sementara lelaki tinggi kurus kehilangan nyawanya beberapa saat setelah tengkorak kepalanya pecah pada bagian keningnya.

     "Bagaimana ini Pan. Kita sudah membunuh mereka !" seru Arif. Wajahnya terlihat panik menyaksikan dua orang yang tadi segar bugar, kini sudah terbaring tak bernyawa.

     "Jika kita tidak membunuh mereka, bisa jadi mereka yang akan membunuh kita, Rif" jawab Topan santai. Arif terdiam. Dia tak percaya atas apa yang sudah ia lakukan tadi. Sejatinya ia hanya mengikuti aba - aba dan kode yang diberikan Topan saat di dalam air. Kini ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri mayat orang yang sudah dibunuhnya.

     Dengan sigap Topan menarik tubuh kedua lelaki yang sudah menjadi mayat itu dan membuangnya ke sungai agar terbawa arus hingga ke laut lepas. Setelah itu ia melemparkan dua buah senapan laras panjang ke semak - semak yang agak tersembunyi. 

     "Sudahlah. Kau harus kuat" ucap Topan sambil menyerahkan pisau belati yang diambil dari dua mayat tadi. 

     "Mungkin setelah kejadian tadi, kita akan mengalami hal yang lebih mengerikan. Jadi kamu harus kuat" ucap Topan lagi. Ditepuknya pundak sahabatnya itu beberapa kali. Ia tak ingin Arif lemah karena mereka akan menghadapi ganasnya alam liar di pulau itu. Dan keduanya juga harus siap dengan kejadian - kejadian yang di luar dugaan. 

     "Baiklah, aku akan berusaha, Pan" jawab Arif. Segurat senyuman terlihat di wajahnya setelah beberapa saat yang lalu terlihat tegang.

     "Aku yakin mereka akan semakin bernafsu untuk menangkap kita karena dua orang temannya sudah mati sia - sia"  ucap Topan sambil berjalan meninggalkan aliran sungai. 

     "Lantas apa yang harus kita lakukan Pan ?" tanya Arif menelisik raut muka kawannya. 

     "Sebaiknya kita cari tahu dulu kenapa kita diculik. Dan apa hubungannya dengan bangunan besar di sebelah sana" 

     "Aku setuju, Pan. Tapi bagaimana kita mengetahuinya. Bangunan itu dijaga sangat ketat" 

     "Satu - satunya cara, kita harus kesana pada malam hari. Untuk saat ini sebaiknya kita sembunyi di bukit sana" ucap Topan sambil menunjuk sebuah dataran tinggi yang cukup jauh dari tempat mereka saat ini.

     "Baiklah, aku ingin segera merebahkan diri" jawab Arif  santai. Keduanya lantas melangkahkan kaki menuju bukit yang berada di sebelah barat pulau tersebut. Sesekali keduanya bergurau mengenang kejadian - kejadian lucu yang pernah mereka alami saat mengais rezeki sebagai pengamen jalanan. 

     Langkah keduanya berhenti saat Topan tiba - tiba memetik buah ciplukan yang sudah menguning. Cukup banyak buah yang besarnya  seukuran kelereng itu mereka dapatkan. Tak menunggu lama merekapun menyantapnya, mengisi perut yang sedari tadi sudah merintih minta diisi.

     "Apa ini tidak berbahaya Pan ?" tanya Arif khawatir. Diamatinya satu persatu buah tersebut dengan seksama.

     "Tidak berbahaya Rif. Buah ini bisa dimakan" jawab Topan. Terlintas penyesalan dalam dirinya. Seharusnya saat mereka berada di sungai tadi, ia mencari ikan, siput atau apapun yang bisa diolah menjadi santapan lezat. 

     "Kenapa Pan. Kok malah melamun ?" tegur Arif saat netranya menangkap raut muka sahabatnya  yang termenung. 

     "Tidak apa  - apa Rif. Sudahlah" jawab Topan sambil mengunyah buah ciplukan yang terasa lezat.

     

Terpopuler

Comments

Author15🦋

Author15🦋

topan, kenapa kamu sangat dewasa😍

2023-06-24

1

Author15🦋

Author15🦋

bagus

2023-06-24

1

Author15🦋

Author15🦋

kok gak di ambil sih pann, kan lumayan buat nembak penculik sma binatang buas

2023-06-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!