Membuntuti
Topan mendarat di tanah dengan cara menggulingkan tubuhnya beberapa kali. Hal itu ia lakukan agar kakinya tidak mengalami cedera saat menginjak tanah yang konturnya tidak rata.
Sesaat setelah kedua kakinya tegak menopang badannya, ia menghampiri lelaki berkaos hitam yang sudah tak bernyawa.
"Mampus kau, bajingan !" Hardiknya dengan tatapan emosi. Beberapa kali kakinya melayang, menendang tubuh yang sudah tidak bisa berbuat apa - apa.
"Ayo bangun... , hadapi aku !" Teriaknya lagi dengan berapi - api. Begitu marahnya Topan, mengingat apa yang sudah dilakukan pria itu terhadap kawannya. Walaupun dari jarak yang cukup jauh, ia dapat menyaksikan apa yang dialami oleh Arif. Rasa sakit yang dirasakan, rasa perih, rasa takut dan air mata yang tertumpah mampu membangkitkan rasa setia kawan yang tak bisa dibayar berapapun.
Penyiksaan semacam itu hanya dilakukan oleh manusia bermental pengecut. Jiwa pecundang yang hanya mampu menghadapi orang - orang lemah. Mahkluk apapun, jika sudah tak berdaya. Tidak ada satu alasanpun yang membenarkan penyiksaan semacam itu.
Topan terus mengutuk, mencaci maki sejadi - jadinya. Emosi yang membuncah membuat panca inderanya tak berfungsi beberapa saat. Remaja ini belum puas. Diambilnya balok kayu yang bersimbah darah di samping mayat pria berkaos hitam.
"Kau harus merasakan penyiksaan yang lebih pedih !" Serunya berapi - api. Balok kayu siap melayang menghantam tubuh yang sudah kaku. Tak ada jawaban, hanya kicau burung yang menjadi saksi munculnya sisi gelap seorang anak manusia.
"Pan.... Topan. Dia sudah mati" sebuah suara menyadarkan remaja ini. Seketika ia tersentak oleh suara kawannya yang hampir tak terdengar. Spontan dia menoleh ke arah suara. Balok kayu dibuang. Segera ia hampiri Arif yang sedang merangkak keluar dari ladang ganja dengan kondisi memprihatinkan.
"Ya Allah, Riifff...!" ucap Topan lirih. Tak tega menyaksikan kondisi kawannya.
"Benar - benar biadab" seru Topan lagi. Diraihnya tubuh kawannya agar berdiri. Kemudian dipapahnya masuk lebih jauh ke dalam lebatnya hutan belantara.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini, Pan" ucap Arif sambil melangkah tertatih. Keningnya masih basah oleh darah. Sesekali ia meringis menahan sakit.
"Iya, Rif. Lukamu harus cepat diobati"
Keduanya berjalan perlahan dengan tenang. Belum sampai beberapa puluh meter, sebuah suara mengagetkan keduanya.
"Hei... berhenti !" Seru pria kurus dengan topi rimba menutupi kepalanya. Dengan menenteng senapan, dia berlari dari ladang ganja sambil bersiap mengumbar tembakan.
"Sembunyi Rif, masuk di antara semak - semak itu !" Seru Topan kaget saat bola matanya menyaksikan seorang pria menenteng senapan, berlari ke arah mereka dengan ekspresi mengerikan. sementara itu, Arif tak kalah paniknya. Topan membantu kawannya berjalan menuju semak - semak di sebelah kanan mereka.
"Hati - hati, Pan !" Ucap Arif pelan saat Topan meninggalkannya. Dijawab anggukan Topan. Kemudian ia kembali keluar meninggalkan kawannya dengan maksud mengecoh pria bertopi yang semakin dekat.
Doorrr...
Sebuah letusan menyalak dan timah panas berhasil merobek kulit pohon Bidara di samping Topan. Sontak saja remaja itu gemeteran dibuatnya. Dihadapannya, pria dengan topi rimba semakin beringas. Dia kembali meletakkan popor senapannya di pundak dengan posisi membidik.
"Aku bilang berheti !" Hardiknya dengan amarah yang berkobar. Kini jarak keduanya hanya dua meter. Topan yang berada pada posisi ditodong senjata, berusaha tenang. Sesekali tangannya meraba sumpit yang ia selipkan di bagian belakang celana yang ia kenakan.
"Apa maumu ?!" Seru Topan tak mau kalah. Tak dihiraukan moncong senapan yang tepat membidiknya.
"Kau apakan kawanku ?!" Bukannya menjawab. Pria bertopi rimba justru balik membentak dengan pertanyaan. Matanya mendelik seperti hendak keluar. Kedua kakinya melangkah sementara kedua tangannya dalam posisi siap menarik pelatuk senapan.
BUUGGHH...
Tiba - tiba sebuah pukulan menggunakan popor senjata mendarat di wajah Topan. Remaja itu mengaduh dan terhuyung beberapa langkah. Belum sempat ia berdiri tegak, sebuah tendangan kaki kanan menghantam perutnya. Kembali ia mengaduh, badannya membungkuk menahan rasa sakit akibat tendangan tadi.
Belum hilang rasa sakit akibat hantaman popor senapan dan tendangan. Kini sebuah pukulan tangan kanan mampu membuat bibirnya menyemburkan darah segar.
"Hahaha.... ayo kita bermain main, bocah tengil !" seru pria kurus dengan topi rimba. Sorot matanya menyiratkan kebengisan. Sementara itu, Topan jatuh terduduk. Dari mulutnya keluar erangan kesakitan yang menyayat hati.
"Kini saatnya kau mampus, bocah tengil !" Seru pria kurus yang bersiap dengan senapan laras panjangnya. Dengan tersenyum puas, ia letakkan moncong senapannya tepat di kepala Topan yang bersiap menanti maut.
"Bersiaplah. Malaikat maut akan menjemputmu !" Serunya lagi. Pelatuk senapan siap di tekan. Namun tanpa diduga, sebuah serangan menghantam punggung pria kurus. Tiba - tiba Arif bangkit dari persembunyian. Dengan sisa - sisa tenaga yang ada. Sebuah batang kayu dihantamkan sekuat tenaga.
BUUGGHHH...
"AAAUUU ...!"
Pria kurus dengan topi rimba mengaduh kesakitan. Tubuhnya terdorong ke depan akibat pukulan Arif. Sementara itu, Topan yang tertabrak tubuh pria yang menodongnya, secepat kilat merebut dan memutar arah moncong senapan pria itu. Dan tanpa ampun ia muntahkan timah panas berkali - kali.
DOORR...DOOORR...DOORR
Seketika pria yang tadi menodongnya ambruk dengan tiga buah timah panas yang bersarang di tubuhnya. Begitu emosinya Topan, sampai pelatuk senapan terus saja ditekan walaupun pelurunya sudah habis. Tubuhnya bergetar hebat saat amarahnya tak lagi bisa dibendung.
"Sudah, Topan. Sudah... !" Seru Arif. Diraihnya senapan yang terus saja diarahkan ke pria kurus yang kini sudah tergeletak tak bernyawa. Topan hanya terdiam saat kawannya melemparkan senapan itu ke semak - semak. Dia menatap mayat di hadapannya dengan tatapan kosong.
"Ayo kita pergi dari sini, Pan" ucap Arif pelan. Topan yang tersadar segera bangkit. Dengan kondisi yang sama - sama terluka dan kelelahan, keduanya berjalan meninggalkan lokasi itu.
"Sebaiknya kita kembali ke gua, Rif" ucap Topan. Wajahnya menengadah memandang langit yang mulai gelap.
"Benar, Pan. Tempat itu memang cocok untuk kita tinggali. Dan sepertinya belum ada yang mengetahui keberadaan gua itu" jawab Arif. Mereka berjalan berangkulan. Karena kondisi keduanya yang sama - sama kepayahan. Topan hanya mengangguk pelan.
Topan dan Arif kini beristirahat di sebuah mata air. Dengan wajah berseri - seri bagai menemukan intan berlian yang banyak. Sambil membersihkan diri, keduanya melepas lelah sejenak.
"Kita mandi, Rif" ucap Topan dengan senyum bahagia.
"Waahhh.... segar segarr !" jawab Arif kegirangan. Keduanya membersihkan diri di mata air tersebut. Untuk sesaat keduanya melupakan rasa sakit yang mereka dapatkan.
#####
Malam itu, Toni memutuskan untuk mencari keberadaan kedua penculik adiknya. Tidak seperti biasanya, kini ia berinisiatif mencari. Bukan menunggu.
"Riko, aku akan mencari mereka sampai dapat"
"Aku ikut, bang. Bagaimanapun Topan dan Arif adalah kawanku" jawab Riko mantap.
"Memangnya bang Toni mau mencari ke mana ?" Tanya Arif lagi.
"Di sekitar dermaga, Ko. Tempat yang waktu itu Iwan melihat mereka"
"Kalau begitu, ayo kita berangkat bang" seru Riko dengan antusias.
"Baiklah, ayo naik" perintahnya. Setelah berkendara beberapa puluh menit. Kini keduanya sudah memasuki area dermaga yang tak pernah mati oleh aktifitas para nelayan. Kapal datang dan pergi silih berganti. Ada juga yang sedang bersandar dan membongkar muatan.
"Jam segini tempat ini masih ramai, bang" ucap Riko memecah keheningan. Kini keduanya berada di antara orang - orang yang berlalu lalang di jalan masuk ke dermaga. Sesekali aroma khas binatang laut tercium oleh keduanya.
"Tempat ini tidak pernah sepi, karena mereka yang punya kepentingan dengan laut, menyandarkan kapalnya di dermaga ini" ucap Toni sambil melajukan motornya terus masuk hingga ke area pelelangan ikan. Angin laut terasa makin dingin. Hembusannya mampu menusuk hingga tulang dan persendian terasa nyeri.
Keduanya turun dari kendaraan sesaat setelah mereka masuk area parkir tempat pelelangan ikan tersebut. Keduanya melemparkan pandangan, dan memastikan semuanya baik - baik saja.
"Kita masuk ke dalam, Ko. Siapa tahu kedua orang itu datang lagi ke sini."
"Baik bang."
Keduanya masuk ke dalam kantin yang cukup besar. Hanya ada beberapa pedagang makanan yang masih melayani pembeli, karena waktu sudah menunjukan pukul dua belas malam. Keduanya duduk di salah satu bangku panjang yang tak jauh dari pedagang nasi goreng.
"Mba, nasi gorengnya dua !" Seru Toni , kemudian diedarkannya pandangan ke seluruh isi ruangan kantin. Hanya ada beberapa warung makanan yang masih buka dan melayani pembeli. Beberapa orang terlihat tidur beralaskan bangku panjang.
"Kita pindah ke sana, Ko" seru Toni pada Riko. Kemudian mereka berjalan menuju pojok ruangan. Kini mereka dapat melihat keseluruhan area kantin yang cukup lebar itu. Tak lama, nasi goreng dan es teh sudah tersedia di hadapan keduanya.
"Belum ada tanda - tanda kedua orang itu, bang" ucap Riko yang mulai bosan. Sepiring nasi goreng dan segelas es teh, mampu mengalihkan perhatiannya sejenak.
"Kita tunggu saja, Ko. Sepertinya kedua orang itu sering datang ke sini" Dijawab anggukan oleh remaja itu. Tak lama kemudian keduanya asyik dengan makanan mereka masing - masing. Mata keduanya tak lepas dari pintu masuk. Dipindainya setiap sosok yang masuk ke dalam area kantin.
Disaat keduanya tengah asyik menyantap nasi gorengn. Dua orang masuk ke dalam kantin dan duduk di bangku panjang yang tadi diduduki oleh Toni dan Riko. Keduanya tampak lelah. Sorot matanya sayu, menandakan keduanya belum istirahat akibat perjalanan yang jauh
"Itu mereka, bang !" Seru Riko menunjuk ke arah kedua pria yang baru masuk.
"Iya, Ko" Toni bangkit dari duduknya, hendak menemui Kedua pria yang sudah membawa kabur adiknya.
"Sebaiknya kita buntuti saja mereka, bang. Karena jika dipaksapun mereka tak akan menjawab dengan jujur" ucap Riko memberi saran. Toni terdiam sejenak. Dipandangi Riko yang masih asyik dengan suapan terakhirnya.
" Betul juga apa katamu, Ko. Sudah dua kali aku memaksanya bicara, namun bukan jawaban yang kudapat melainkan hanya ocehan tidak jelas" Toni kembali duduk dan menghabiskan beberapa sendok lagi makanannya. Sorot matanya tajam mengamati setiap gerak gerik kedua penculik adiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
✨🥀Dhe carissa RCA🥀✨
Kedua nya kuat melawan penjahat ,dengan perlawanan pakai senjata api ....tetap semangat Topan...arif
2022-10-22
2
leeshuho
semangat thor 🔥
2022-09-09
0
anggita
topan, arif.. joss👏
2022-08-26
1