Menemukan Penculik
Aneka macam perahu nelayan hilir mudik di sebuah dermaga. Agak jauh ke sebelah timur, ada sebuah tempat pelelangan ikan yang cukup ramai. Tempat ini menjadi tujuan para pelaku usaha yang berhubungan dengan binatang laut.
Tempat parkir di komplek pelelangan ikan tersebut sudah penuh oleh kendaraan pengujung. Walaupun hari masih gelap dan pagi hari belum datang. Tempat ini sudah menggeliat memutar roda perekonomian masyarakat.
"Sebaiknya kita mengisi perut dulu" ucap Kubil yang sedang mengemudi sebuah mobil box. Di sebelahnya lelaki berkepala botak dan berbadan gemuk yang bernama Jarot mengangguk setuju. Matanya terlihat belum terbuka sempurna. Namun saat mendengan kata 'mengisi perut', kedua matanya terbuka lebar. Diedarkan pandangannya ke luar. Lantas ia menunjuk satu tempat yang cukup untuk memarkirkan kendaraan mereka. Tak lama kemudian, keduanya turun.
"Kita makan di mana ?" tanya pria kepala botak. Diedarkan pandangannya ke seluruh ruangan kantin.
"Di meja yang sebelah ujung sana" jawab pria berpostur tinggi bernama Kubil.
Mereka adalah anak buah bos besar Jhoni. Tugas mereka adalah mencari dan menculik anak - anak remaja untuk selanjutnya dibawa ke sebuah pulau yang berada jauh di utara Jakarta. Sejauh ini sepak terjang mereka berhasil membuat ketar - ketir warga ibu kota yang takut kehilangan anaknya. Khususnya kaum emak - emak.
Dan yang tak kalah penting bagi mereka adalah bos besar Jhoni puas dengan hasil kerja mereka. Keduanya leluasa melakukan aksinya karena bos besar Jhoni punya pengaruh besar di institusi keamanan.
"Mbak, nasi goreng dua !" ucap Kubil, sambil mendudukkan bokongnya di sebuah bangku panjang.
"Baik mas" sahut seorang ibu yang merupakan pelayan di kantin tersebut.
"Es teh manisnya dua, mbak" kali ini Jarot yang antusias memesan minuman. Tenggorokannya terasa kering sejak kembali dari pulau. Sesekali ia memeriksa hidungnya yang masih terasa sakit.
"Bagaimana aksi kita selanjutnya" tanya Jarot membuka obrolan. Diedarkannya pandangan ke setiap sudut kantin. Netranya mendapati tempat tersebut yang belum begitu ramai. Hanya terlihat beberapa orang yang tertidur pulas di atas bangku panjang.
"Secepatnya kita dapatkan pengganti dua anak yang kemarin " jawab Kubil dengan terbatuk - batuk karena terlalu bersemangat menenggak segelas es teh manis.
"Kita kembali ke tempat kemarin saja. Aku rasa pengamen jalanan yang kemarin kabur memiliki organ tubuh yang sehat" ucap pria botak lagi. Sebuah senyuman tercetak di bibirnya yang tebal. Kawannya hanya mengangguk pelan.
Tak ada sahutan yang terucap karena rongga mulutnya sudah penuh oleh nasi goreng. Sesekali suara piring yang beradu dengan sendok memecah keheningan. Jarot tak ingin ketinggalan. Diapun Segera melahap sesendok demi sesendok nasi goreng yang sudah tersaji di hadapannya.
Kini kedua anak buah Jhoni tengah asyik terlibat obrolan. Sesekali celotehan keduanya, iseng menggoda wanita muda penjual kopi yang kini mereka minum. Sang wanita hanya tersenyum manis, kemudian melanjutkan melayani pembeli yang datang.
Di kursi panjang yang jauh di ujung kantin. Sepasang mata terus saja mengawasi keduanya penculik itu. Seorang lelaki muda dengan potongan rambut cepak dan badan tegap atletis memastikan kedua orang tersebut adalah orang yang dicari oleh kawannya.
"Sepertinya memang mereka" ucapnya dalam hati. Bergegas ia meraih benda pipih dari saku celananya.
"Hallo..."
"Ya... hallo. Ada apa bro ?" jawab orang di seberang sana.
"Aku punya informasi tentang keberadaan penculik adikmu."
"Di mana mereka bro. Apakah kau yakin ?" tanya orang yang di hubungi oleh lelaki berbadan atletis tersebut.
"Jika melihat ciri - ciri yang kau sampaikan tempo hari, aku yakin mereka orangnya. Mereka sedang beristirahat di sebuah kantin di pelelangan ikan."
"Baikah. Aku segera berangkat ke sana !" jawab lelaki di sambungan telepon yang ternyata adalah Toni. Bergegas ia bangunkan Riko yang tertidur tak jauh darinya. Tak lama berselang keduanya menjauh, berboncengan menggunakan sepeda motor tua milik Toni.
#####
Hari sudah menjelang pagi saat Toni dan Riko tiba di area dermaga. Para nelayan yang menambatkan perahunya dan sebagian lagi mereka yang akan melaut, menjadikan kawasan tersebut ramai. Belum lagi kapal - kapal besar yang sedang bersandar dan bongkar muat semakin menambah semrawut kawasan itu.
Setelah melewati hiruk pikuknya dermaga, Toni terus memacu motornya ke arah pelelanga ikan. Dengan susah payah ia menembus kerumunan manusia yang tumpah ruah di area pelelangan ikan.
"Di mana penculik itu bang ?" tanya Riko.
" Mereka sedang bersantai di kantin" jawab Toni singkat. Motornya dipacu lebih cepat.
#####
Lelaki muda berambut cepak tampak gelisah, sesekali asap berbentuk lingkaran menyembul keluar dari sela - sela bibirnya. Matanya berulang kali memindai setiap orang yang masuk ke dalam area kantin.
Dari gerak tubuhnya, terlihat jelas jika ia sedang gelisah.
Lelaki itu bangkit dari duduknya saat di kejauhan kedua orang penculik Topan dan Arif bergegas keluar ruangan. Tak ingin kedua orang itu pergi begitu saja, ia segera mendekat.
"Jangan sampai mereka pergi sebelum Toni datang" gumannya dalam hati. Diarahkan pandangan ke seluruh ruangan. Mencari keberadaan Toni yang belum juga muncul.
"Aaahhh.... !, bagaimana ini" ucapnya sambil berlari kecil. Setelah berada tepat di belakang kedua penculik tersebut, ditepuknya pundak lelaki botak. Tak lain ia ingin keduanya tidak meninggalkan tempat itu sebelum Toni datang. Jarot kaget dan reflek membalikkan badan.
"Apa kabar pak, masih ingat saya !" tegur lelaki cepak mendahului. Dipeluknya Jarot seakan kawan lama yang baru bertemu. Dengan mengumbar senyum ia terus bersandiwara di tengah keheranan kedua orang di hadapannya.
"Kamu siapa ?" tegur pria Botak dengan raut muka yang masih kebingungan. Setelah dipeluk hangat, kini pemuda berbadan atletis itu menjabat tangan pria botak berulang kali. Dengan terus mengumbar senyuman, matanya menerawang ke sekitarnya. Namun Toni belum juga datang.
"Bapak lupa ?" saya orang yang pernah bapak tolong tempo hari" jawab pemuda itu sekenanya.
"Ahhhh... ngawur kamu. Kamu salah orang" ucap Jarot kesal. Ditepisnya tangan pemuda di hadapannya. Bergegas ia melangkah ke luar, diikuti Kubil yang mengekor di belakangnya.
"Tapi pak.... tunggu... !"
"Sudahlah, aku banyak urusan !" seru Jarot. Entah apa maksutnya tiba - tiba saja Kubil mengangkat tangannya. Bergegas keduanya mempercepat langkahnya menuju kendaraan mereka.
"Gagal sudah...." ucap lelaki berpostur atletis itu. Namun ia tak menyerah. Segera ia berlari mengejar keduanya yang sudah berada di dalam kendaraan. Namun tiba - tiba saja sebuah gerobak kosong meluncur ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Menyadari bahaya mengancam dia melompat ke sebelah kanan, menyelamatkan diri.
GEDUBRAK.... !
Gerobak menghantam bagian belakang sebuah mobil barang yang sedang terparkir. Sementara sang pemuda selamat dari maut dengan wajah pucat pasi. Dia memindai setiap kendaraan yang terparkir, mencari kedua penculik tadi. Namun terlambat, karena mereka sudah meninggalkan tempat tersebut.
"Hampir saja nyawaku melayang" ia membatin. Segera ia tinggalkan tempat tersebut. Namun sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Hei.... tunggu !" dua orang bergegas menghampirinya. Membuat langkahnya terhenti. Dengan sorot mata tajam, di pindainya kedua orang yang kini sudah berada tepat di hadapannya.
"Ada urusan apa kau dengan dua orang tadi ?! " seru salah satu dari mereka. Wajahnya tampak garang. Menelisik setiap inci tubuh pemuda cepak di hadapannya. Sementara kawannya tampak tenang, namun tidak bisa menutupi kegarangan wajahnya yang dihiasi bekas goresan senjata tajam di pipinya. Rambutnya ikal bergelombang sebahu.
"Ooo... yang tadi itu. Dia kawan lama saya" jawab sang pemuda sedikit grogi.
"Pemuda ini perlu dikasih pelajaran."
"Sudah. Tunggu apa lagi" jawab lelaki berambut ikal. Memberi kode agar kawannya lebih dulu bergerak. Tanpa basa basi lagi sebuah kepalan tinju melayang siap menghantam wajah pemuda berambut cepak. Namun pukulan tersebut meleset.
Pemuda berambut cepak menghindar. Dia menundukan kepala. Disaat bersamaan tangan kanannya menangkap tangan lawannya. Menguncinya, kemudian melancarkan serangan balasan dengan sikut.
"Aaauuu.... !" jerit kesakitan terlontar saat sikut pemuda berambut cepak tepat menghantam mata lawannya. Tak sampai di situ, sebuah gerakan memutar membuat tubuh lawannya terangkat dan jatuh menghantam tanah.
"Kurang ajar !" maki lelaki berambut ikal. Perangainya yang tenang langsung berubah drastis saat menyaksikan kawannya dipecundangi dengan mudah. Dicabutnya sebilah golok yang terselip di pinggangnya. Sementara itu jerit histeris terdengar dari warga yang menyaksikan perkelahian tersebut.
"Mampus kau !" serunya lagi, sambil melancarkan serangan berupa tebasan - tebasan golok yang mematikan. Cukup lama pemuda atletis itu terkurung dalam serbuan jurus - jurus golok yang berbahaya. Salah langkah sedikit saja, maka nyawa sebagai taruhannya.
Sreeettt.... sreeett....
"Aaauuu... !" pemuda berambut cepak menjerit kesakitan, saat dua kali lawannya berhasil melukainya. Celana jeans yang digunakan robek terkena tebasan golok yang tajam. Dia meringis meraba luka yang meneteskan darah di tubuhnya.
Namun lelaki berambut ikal belum puas. Dengan nafas yang memburu ia terus merangsek maju ingin menghabisi lawannya. Nyawa pemuda tersebut tersisa beberapa detik saja, saat sebuah tebasan mematikan mengarah ke bagian lehernya. Tak sempat lagi menghindar karena gerakannya yang melambat akibat terluka. Ia pasrah, menanti malaikat maut yang datang.
Tanpa diduga sebelumnya, secara tiba - tiba sebuah tendangan keras mendarat di tubuh laki - laki berambut ikal Membuatnya terpental menerjang warga yang menyaksikan kejadian tersebut.
"Cepat naik !" seru Toni memanggil kawannya yang sudah terluka. Riko bergerak cepat membantu pemuda itu duduk di bagian tengah. Kemudian secepat kilat Toni menggeber sepeda motornya menembus kerumunan massa yang semakin membludak.
"Heiiii.... jangan lari !" seru lelaki berambut ikal. Dia coba mengejar sambil mengacungkan golok, namun sia - sia. Lawannya sudah hilang di antara kerumunan massa yang belum juga membubarkan diri. Dengan rasa jengkel yang menguasai diri, dihampiri kawannya dan membantunya untuk bangkit.
Sementara itu, Toni terus memacu kendaraannya. Tujuannya adalah klinik terdekat. Dia ingin kawannya segera mendapatkan pengobatan.
"Kita cari klinik untuk mengobati lukamu" ujar Toni sambil terus memacu sepeda motornya.
"Terima kasih Ton. Kamu datang tepat pada waktunya."
"Aku yang harusnya berterima kasih, Wan..."
Iwan, nama pemuda cepak tersebut hanya terdiam di atas sepeda motor yang terus berjalan. Sesekali ia merintih menahan rasa perih di kulitnya yang terluka.
"Kita sampai" seru Toni saat sepeda motornya memasuki sebuah klinik. Riko bergegas membantu Iwan memasuki ruangan pengobatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Author15🦋
Semoga penculiknya kena karma
2023-06-28
0
💞Amie🍂🍃
lanjut lagi thor bacanya
2022-12-08
0
Dewi
Aku sih mala penasaran sama latar belakang Bosnya penculik anak
2022-09-30
2