Mengerikan

Mengerikan

Di sebuah hotel kelas melati, seorang pria berkepala botak dengan badan gemuk tengah asyik bersantai. Di sekujur tubuhnya tampak bekas luka lebam akibat pukulan. Sesekali ia meringis menahan sakit pada telapak tangannya yang diperban. Jarot, pria penculik itu tengah menyaksikan sebuah acara di televisi.

     "Sampai kapan kita mengurung diri di sini ?" ucapnya. Sesekali dia alihkan pandangan menghadap kawannya menanti jawaban. 

     "Kita tunggu arahan dari bos Jhoni saja" jawab kawannya yang tak lain adalah Kubil. Pria dengan postur tubuh tinggi besar yang menjadi partner pria botak dalam setiap aksinya. Kubil rebahan tak jauh dari Jarot. Kondisinya  tak jauh berbeda, tubuhnya dihiasi berbagai bekas luka lebam dan lecet. Ada beberapa bekas jahitan yang mulai mengering.

     "Tapi aku sudah bosan di sini" ucapnya lagi. Dilemparkannya pandangan ke luar jendela, untuk mengusir kantuk. Tiba - tiba ia teringat seorang pemuda yang membuat telapak tangannya harus dijahit.

     "Malam itu, di antara puluhan massa yang marah. Ada seorang pemuda yang menanyakan adiknya" ucap Jarot lagi.

     "Pemuda yang mana ? Saat itu sangat banyak orang yang memukuli kita" tanya kawannya penasaran. 

     "Badannya tegap, rambutnya pendek rapih. Kurang lebih seumuran dengan pemuda yang mengejarku tempo hari !" seru Jarot dengan mimik wajah serius. Suaranya mulai meninggi.

     "Lantas, kamu jawab apa ?" 

     "Aku jawab, adikmu di neraka !" 

     "Hahahaha.....!!" keduanya tertawa puas. Mereka saling pandang, membuang kekhawatiran yang mulai timbul.

     "Jika dia menanyakan adiknya, berarti dia sudah mengenali kita !" seru Kubil sambil merubah posisnya menjadi duduk menghadap kawannya.

     "Aku rasa begitu" jawab Jarot. Tak bisa ditutupi rasa cemas yang kembali terpancar di wajahnya. 

     "Aku paham sekarang. Kemungkinan pemuda yang mengejarmu tempo hari adalah kawan dari pemuda yang melukai tanganmu. Sepertinya kita sudah dimata - matai."

Ucap Kubil panjang Lebar.  Sementara Jarot manggut - manggut tanda mengerti. Raut wajah keduanya menyiratkan kekhawatiran.

     "Tapi, siapa adiknya yang ia maksud ?" tanya pria botak menerka - nerka.

     "Siapa lagi kalau bukan salah satu di antara dua pengamen itu" jawab Kubil yakin. Kawannya termenung, coba mengingat dua remaja yang sudah membuat berdarah hidungnya.

     "Lantas apa rencana kita ?"

     "Kita lapor bos besar. Kita minta jaminan agar setiap aksi kita berjalan lancar."

     "Aku setuju itu. Lantas bagaimana caranya ?"

     "Masalah itu biar jadi urusan bos Jhoni. Aku rasa tidak sulit, karena kaki tangannya ada di mana - mana" ucap Kubil sambil bangkit berdiri. Percakapan keduanya terhenti saat sebuah suara ketukan terdengar di pintu kamar.

     Toktoktok....

     "Siapa... ?"

    "Saya mau mengantarkan pesanan, bos" jawab seorang lelaki dari luar.

     "Buka saja,  pintunya tidak dikunci !" seru Jarot. Tak lama berselang, seorang pemuda masuk. Di belakangnya mengekor dua orang gadis remaja berparas cantik. Tubuhnya proporsional dengan kulit yang putih bersih. 

     "Ini bos, pesanannya" ucap sang pemuda dengan senyum mengembang. Kedua gadis remaja itu ikut tersenyum. Sontak saja jantung Jarot dan Kubil berdetak kencang tak karuan. Ditelisiknya kedua gadis dari telapak kaki hingga ujung kepala. Mata keduanya tak berkedip sedikitpun.

     "Ckckckck...." keduanya geleng - geleng kepala. Tak menyangka, ternyata apa yang ada di hadapan mereka  sangat luar biasa. Hilang sudah kecemasan yang tadi menghiasi wajah keduanya.

     "Kamu memang bisa diandalkan ucap Jarot dengan senyum mengembang. Diberikan beberapa lembaran uang berwarna merah. Kemudian pemuda itu meninggalkan keempat manusia berlainan jenis dengan ambisi masing  - masing. 

#####

Seorang pria berbadan tegap berlari tergopoh - gopoh. Tangannya melambai - lambai memanggil beberapa orang yang sedang menuju ke arahnya. 

     "Lapor komandan !" seru pria tegap tersebut di sela - sela tarikan nafasnya yang memburu. Bagai orang yang habis melihat hantu, berulang kali ia menunjuk ke atas. Ekspresi wajahnya sangat ketakutan.

     "Ada apa ?" tanya Bowo singkat. Sebagai orang yang bertanggung jawab, ia putuskan untuk memimpin langsung pencarian ketiga anak buahnya yang tidak kembali. Bowo ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi. 

     "Bud...budii, sama Ja.. ja sudah mati bos" ucap lelaki tegap dengan terbata -  bata. Roni namanya. Tak kuat menyaksikan tubuh kedua kawannya, membuatnya gugup.

     "Di mana mereka ?" 

     "Di sana !" jawab Roni sambil membalikan badannya. Tangannya menunjuk ke satu tempat yang tak jauh dari posisi mereka. Setelah Bowo dan beberapa anak buahnya tiba di tempat tersebut. 

Alangkah kagetnya mereka, saat menyaksikan mayat Budi dan Jaja. Kondisi keduanya sangat mengenaskan. Tubuh mereka tercabik - cabik mejadi beberapa bagian. Tubuh keduanya bahkan ada yang hanya tinggal tulang. Pakaian mereka sudah tidak utuh lagi. Warnanya berubah karena darah yang sudah mengering.

     "Mereka diterkam binatang buas !" seru Bowo dengan pasti. Tangannya digunakan untuk menutup indera penciumannya yang menghirup aroma tak sedap. Begitu pula beberapa orang yang bersamanya. 

     "Kita apakan mayat mereka, ndan ?" tanya seorang anak buahnya.

     "Biarkan saja. Lagi pula mereka sudah tenang di alam sana" jawab Bowo santai. Diedarkan pandangan ke sekitarnya. Beberapa kali ia sibakkan tanaman semak dan ilalang. 

     "Kalian cari si Maman. Jika dia juga mati, di mana mayatnya ?" seru Bowo kepada anak buahnya. Sontak saja mereka berpencar,  mencari keberadaan Maman. Sesekali mereka berkomunimasi walaupun dengan cara berteriak.

     "Coba kamu periksa ke atas. Sepertinya ada jejak mengarah ke sana" ucap Bowo kepada Roni. Tangannya menepuk pundak pemuda yang sedang mengamati kedua kawannya yang sudah jadi mayat.

     "Siap ndan !" seru Roni. Bergegas ia tinggalkan sang komandan. Sambil berlari menanjak, ia amati tiap sudut jalan setapak yang ia lalui. Berharap netranya menemukan kawannya dalam keadaan hidup atau mati..

     "Kami tidak menemukannya, komandan !" lapor seorang anak buahnya yang sudah menyisir area tersebut.

     "Betul komandan, di sana juga tidak ada" seru yang.lainnya. Beberapa orang yang tadi berpencar, kini sudah berkumpul kembali. Kesemuanya mendapatkan hasil yang sama. Nihil.

     "Kalau begitu, kita lanjutkan pencarian ke atas" ucap Bowo. Telunjuknya mengarah ke bagian atas bukit tersebut. 

     "Siap komandan !" seru anak buahnya kompak. Bergegas mereka bergerak naik. Mengikuti jejak yang ditinggalkan oleh Roni. Tak berselang lama setelah mereka menjauh. Sekumpulan burung gagak berputar - putar dan kemudian terbang menukik. Mayat Budi dan Jaja menjadi bulan - bulanan mereka. Walaupun hanya tersisa ceceran daging yang tak seberapa.

     Paruh yang runcing dan kuku - kuku tajam, sanggup menjadikan mayat keduanya hanya tinggal tulang dan tengkorak. Begitu laparnya mereka, hingga tak menyisakan sedikitpun daging. Setelah puas, merekapun pergi meninggalkan tulang belulang yang berserakan.

Sementara itu,  di pinggir jurang yang menghadap ke lautan lepas. Roni tampak tertegun menyaksikan seonggok mayat yang tak kalah mengerikan. Dibandingkan mayat Budi dan Jaja, mayat Maman relatif masih utuh. Namun ada satu keanehan yang membuat Roni bergidik ketakutan. Sekujur tubuh Maman membiru. Sepasang matanya mendelik hampir lepas dari tempatnya. Sementara lidahnya menjulur keluar di antara buih berbusa yang sudah mengering.

     "Maman... !" seru Roni terperanjat kaget.  Saat matanya menyaksikan apa yang belum pernah terbayang dalam benaknya. Segera ia memanggil yang lain agar segera datang.

     "Woooiii.... cepat sini !"" seru Roni dengan suara yang jelas. Tidak seperti saat menemukan mayat Budi dan Jaja. 

     "Maman di sini, cepat !" serunya lagi. Sementara Bowo dan pasukannya semakin mempercepat langkah mereka. Sesekali langkah kaki  terhalang batu atau akar pohon yang menyembul. Saat mendapati mayat Maman yang tak biasa. Berbagai komentarpun terucap begitu saja.

     "Haahhh... !"

     "Apa yang terjadi dengan Maman ?" 

     "Mengerikan !" 

Seru mereka silih berganti. Ada juga yang menutup matanya karena tak sanggup menyaksikan pemandangan tak sedap yang ada di hadapan mereka.

     "Apa yang sebenarnya yang terjadi ?!" seru Bowo keheranan. Dipindainya situasi di sekitar, mencari petunjuk yang mungkin bisa didapat. 

     "Kenapa mayatnya masih utuh, ndan ?" tanya Roni keheranan.

     "Yang pasti dia bukan mati karena binatang buas" ucap Bowo. Sementara anak buahnya mengangguk pelan. Sesekali mereka menutup hidung dan mengibas - ngibaskan tangannya mengusir aroma tak sedap.

     "Kenapa badannya membiru begitu ?" tanya yang lainnya. Bowo hanya geleng - geleng kepala. Tak sanggup menjawab pertanyaan tersebut. Fikirannya benar - benar kalut. Belum juga ia bisa menemukan dua remaja yang melarikan diri. Kini harus kehilangan lima orang anak buahnya hanya dalam waktu beberapa hari.

     "Apakah pulau ini sudah menjadi pulau yang mengerikan ?" serunya lirih. Sementata anak buahnya hanya terdiam membisu.  Terbayang kondisi kelima kawannya yang mati mengenaskan.

Sementara itu, dari atas dahan tertinggi sebuah pohon beringin. Dua pasang mata sedang mengawasi setiap pergerakan Bowo dan pasukannya. Dari jarak yang cukup jauh keduanya mampu melihat dengan jelas target mereka. Begitupun saat rombongan itu meninggalkan tempat tersebut.

Terpopuler

Comments

Author15🦋

Author15🦋

hm yg nanya lupa ingatan

2023-07-07

1

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Sat set dah lapor bos besar

2022-12-22

0

leeshuho

leeshuho

Semangat thor 🔥

2022-08-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!