Jarot Dan Kubil

Jarot Dan Kubil

     Pria tinggi besar yang bernama kubil itu  turun dari belakang kemudi, lalu mengedarkan pandangan ke sisi kanan dan kiri jalan sempit yang hanya bisa dilewati satu kendaran tersebut.  Matanya tak berkedip sedikitpun mengamati setiap pergerakan pohon dan semak - semak di sekitarnya yang bergoyang ditiup angin.

     Raut wajahnya tegang, menggambarkan kegundahan hatinya. Kalut, sudah pasti. Pupus sudah bayang - bayang bonus besar dan layana plus - plus yang sudah tersaji dalam khayalannya. Kakinya melangkah masuk ke rimbunan alang - alang, namun hatinya bimbang. 

     Keberaniannya seketika sirna saat mengamati tumbuh - tumbuhan semak dan alang - alang setinggi kurang lebih dua meter yang saling menindih. Pohon - pohon besar yang saling merangkul dan salin dorong saat ditiup angin, makin menampakkan sisi gelap pulau misterius tersebut.

     "Tak mungkin aku mencari mereka sampai ke dalam sana. Bisa mati konyol aku" serunya dalam hati. Di tengah rasa galau dan frustasi, diacak - acaknya rambut klimis di kepalanya. Dari sela bibir tebalnya keluar kata - kata makian .

     "Aaahhhhhh....brengsek !!!" hardiknya. Spontan lelaki tinggi besar itu berbalik badan dan seketika kakinya melayang. Ditendangnya ban mobil yang tak bersalah. Namun nahas, dia justru kesakitan dan menjerit sejadi - jadinya.  

     "Bagaimana, di mana bocah - bocah itu ?" tanya Jarot penasaran dan penuh selidik, saat kawannya sudah kembali. Tangan kanannya menjepit lubang hidungnya sendiri agar darah segar berhenti menetes dari sana. Yang ditanya hanya menggeleng dan mendengus kesal.

     "Mereka lolos, masuk ke dalam semak - semak yang tembus ke dalam hutan" jawab Kubil. 

     "Bagaimana nanti menjelaskannya pada bos besar ?" tanya pria botak agak emosi. Nada suaranya meninggi dan sorot matanya tajam menghujam jantung kawannya. 

     "Aku tidak tahu. Kau saja yang mencari alasan. Lagi pula mereka semua kabur karena keteledoranmu !" jawab lelaki tinggi besar tak mau kalah. Bahkan telunjuknya dia arahkan tepat ke muka lawan bicaranya.

     "Jadi kau menyalahkan aku. Apa kau tidak lihat tulang hidungku patah dan berdarah, sementara kamu hanya bengong membiarkan mereka lari !" pria botak bernama Jarot makin emosi. Hampir saja keduanya baku hantam. Namun di saat yang tepat terdengar suara dari saku celana pria botak. Tak mau mengecewakan, segera diangkatnya panggilan tersebut.

     "Di mana kalian, aku sudah menunggu dari tadi. Cepat bawa masuk anak - anak itu !" seru seseorang di seberang sana. Jarot tampak kebingungan. Tak tahu apa yang harus ia ucapkan. Sementara kawannya tak kalah geilsahnya.

     "Tapi bos...."

     "Tapi apa... ! , cepat bawa mereka. Tempatkan mereka bersama yang lain" cecar pria yang dipanggil bos tersebut. 

Sementara dari kejauhan terdengar suara - suara orang merintih, menjerit dan suara - suara lainnya yang menyayat hati. Pria botak sempat tertegun sejenak saat suara -- suara menyeramkan itu memasuki gendang telinganya. 

     "Hei botak, kamu dengar kata - kataku !" bentak sang bos besar. Merasa diabaikan, kemarahannya memuncak saat tak kunjung mendapat jawaban. Sontak saja hal itu membuat ciut nyali lawan bicaranya.

     "Tapi mereka sudah kabur bos."

     "Apa katamu ?, kabur... !"

     "Iya bos. Mereka melarikan diri masuk ke dalam hutan" jawab pria botak. Jarot tak bisa lagi menutupi kejadian sebenarnya. Sesekali ia melangkah ke sana kemari menghilangkan kegelisahan. Sementara lawan bicaranya terdengar emosi. 

     "Pekerjaan begitu saja, kalian tidak becus. Sekarang juga kamu pilih,  cari mereka sampai dapat atau kalian kembali ke darat dan cari anak - anak lainnya !"

     "Baik bos. Sekarang juga kami kembali ke darat" jawab pria botak. Matanya menoleh ke arah kawannya meminta persetujuan. 

     "Ingat, sekarang permintaan sedang banyak. Jadi kalian cari korban sebanyak - banyaknya !"

     "Baik bos ."

     "Jika kalian sampai gagal lagi. Maka nyawa kalian jadi taruhannya, mengerti ?" ancam bos besar yang cukup membuat ciut nyali pria berkepala botak yang terdiam mematung. Dia tak sempat lagi menjawab, karena sambungan langsung terputus. 

     "Dasar tua bangka, bisanya cuma marah - marah. Kena stroke baru tahu rasa, kau !" Sumpah serapah terlontar dari mulut Jarot. Dengan langkah gontai ia kembali menaiki kendaraannya.

#####

     Kedua remaja itu merebahkan diri di sebuah akar pohon mahoni yang cukup besar. Sesekali tangan mereka memegangi perut yang belum diisi makanan sejak semalam. 

     "Perutku lapar Pan" ucap Arif pelan. Matanya nanar menerawang setiap pepohonan, berharap ada buah - buahan yang bisa mengganjal perutnya. Topan yang merasakan hal yang sama ikut celingukan tak tentu arah.

     "Sebaiknya kita jalan lagi, siapa tahu ada buah - buahan yang bisa kita makan" 

     "Baiklah" jawab Arif singkat. Saat keduanya bangkit dan akan melangkahkan kaki, tiba - tiba saja seekor ular mendesis tepat beberapa jengkal di depan mata mereka. Lidahnya menjulur seolah meraba keadaan di depannya. Sontak saja kedua remaja ini terkesiap, kaget dan panik menjadi satu.

     "Jangan bergerak Rif. Tenang" ucap Topan. Matanya terus mengamati pergerakan binatang melata tersebut. Dia faham, jika salah sedikit saja bisa fatal akibatnya. Kepala ular yang meliuk - liuk siap menelan mangsanya hidup - hidup. Sementara ekornya membelit akar gantung yang menjuntai.

     "Apa yang akan kamu lakukan ?" tanya Arif ketakutan. Tubuhnya gemeteran menahan rasa takut yg teramat sangat. Bagaimana tidak, seumur hidupnya ia habiskan di kota. Melihat ular tentu menjadi hal yang sangat mengerikan baginya.

     "Tenang saja. Jangan banyak bergerak" ucap Topan. Perlahan ia melangkah dengan tenang. Tanpa diduga, ular yang tadi menggantung di akar pohon, kini melesat dengan taring yang siap mematuk korban. Arif memejamkan mata, tak sanggup menyaksikan kejadian luar biasa tersebut. 

     Bibirnya menjerit saat sepersekian detik gigi dan taring yang tajam akan menembus kulit tubuh kawannya. Namun di luar dugaan, Topan berkelit. Gigitan ular mengenai ruang kosong, karena Topan menggeser badannya ke samping. 

     Bersamaan dengan  itu, tangan kanannya menangkap bagian ekor binatang tersebut. Lantas sekuat tenaga ia hantamkan bagian kepalanya ke batang pohon di hadapannya beberapa kali. Keringat dingin mengucur begitu deras, saat ia menyadari telah selamat dari maut. 

     "Alhamdulillah" ucapnya dengan senyum mengembang. Arif membuka matanya dan terperanjat keheranan. Netranya mengamati bangkai ular dengan kepala pecah. Kemudian menelisik tubuh kawannya, seakan tak percaya. 

     "Hebat kamu, Pan." 

     "Sudahlah, Ayo kita lanjutkan perjalanan" ajak Topan sambil melangkahkan kakinya. Arif mengikuti langkah kawannya. Raut wajahnya masih terlihat keheranan dan terkesima dengan apa yang sudah terjadi.

#####

     Di sebuah ruangan  yang tak terlalu luas. Duduk seorang lelaki tua dengan rambut yang sudah memutih. Lelaki enam puluh tahun itu tampak gelisah. Tangannya beberapa kali diketuk - ketukkan ke meja untuk mengusir kegundahan hatinya.

     Tok tok tok... 

     "Masuk !" serunya saat suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Tak lama kemudian, masuklah seorang dengan pakaian serba putih dengan tutup kepala.   

     Jika diamati secara seksama, penampilannya seperti seorang dokter yang sedang praktek. Atau seorang dokter yamg sedang melakukan operasi. Tangannya yang dibalut sarung tangan karet membawa sebuah amplop besar berisi beberapa berkas .

     "Lapor bos. Lima buah jantung,  tiga buah paru - paru dan empat pasang mata siap diberangkatkan" ucap lelaki tersebut, kemudian ia membungkuk, menyerahkan amplop besar yang dipegangnya.

     Lelaki tua dengan rambut memutih itu meraih pemberian tadi. Satu persatu berkas dibuka dan kemudian ia tandatangani. 

     "Kamu pastikan paket ini sampai pada waktunya. Jangan sampai mereka kecewa" ucap lelaki tua dengan pandangan tajam ke depan.

     "Siap bos"  bergegas pria itu keluar, melanjutkan tugas - tugasnya. Saat pintu dibuka tercium aroma tak sedap. Lamat - lamat terdengar suara rintihan, jeritan bahkan caci maki, silih berganti.

     Belum genap lima menit pintu itu tertutup, kini kembali terbuka dan kembali menghadirkan aroma tak sedap. Saat ini berdiri pria gemuk. Badannya tegap dengan rambut panjang sebahu. Tangannya tak lepas dari senjata laras panjang yang ia silangkan di dada.

     "Bos memanggil saya ?" tanya pria yang baru datang. Di hadapannya, sang bos besar sedang memeriksa berkas - berkas yang berserakan di atas meja. 

     "Dua bocah yang baru saja tiba. Kabur masuk ke dalam hutan. Sekarang juga kamu cari mereka sampai dapat" ucap pria yang dipanggil bos tersebut. 

     "Baik bos."

     Sesaat kemudian pria berambut panjang balik badan dan meninggalkan ruangan itu. Segera ia mengumpulkan anak buahnya. Ada sepuluh orang terkumpul.

     "Kamu berdua cari anak itu di sekitar pantai. Kamu berdua masuk ke dalam hutan, susuri sekitar aliran sungai. Kamu cek di sekitar bukit. Dan kalian berdua susuri jalan yang bisa dilalui mobil" 

     "Siap !!!" seru mereka serentak. 

     "Aku bertiga akan menyusuri seluruh area pulau" seru pria berambut panjang lagi. Dia adalah penanggung jawab keamanan di seluruh area pulau misterius tersebut. Tak lama kemudian, merekapun berangkat berbekal senapan laras panjang dan pisau belati di pinggang.

#####

     "Makan ini, pasti kamu lapar sekali"  ucap Topan, tangannya menyerahkan  satu ekor ayam hutan yang sudah berubah menjadi daging bakar.

     "Pasti lezat sekali" seru Arif dengan senyum lebar. Sementara Topan masih memutar - mutar ayam kampung lainnya di atas api yang terus membara. 

     "Ngomong - ngomong kamu belajar dari mana semua ini, Pan ?" Tanya Arif penasaran. Saat gigi - giginya mengoyak daging bakar yang ada di tangannya. Benaknya terus bermunculan pertanyaan tentang kawannya tersebut.  

     Sebab setahunya Topan hanyalah seorang pengamen jalanan yang putus sekolah. Akan tetapi pandangannya berubah saat menyaksikan sahabatnya itu melumpuhkan ular dengan sangat cepat. Dan kepandaiannya berburu ayam hutan, membuat api hingga menghidangkan daging bakar yang sangat lezat. 

     "Maksutmu... ?" 

     "kamu bisa melakukan semua ini, belajar dari mana ?" tanya Arif lagi. Wajahnya menelisik raut muka kawannya yang kini sedang menyantap jatahnya.

     "Ooooo.... aku kira soal apa. Semua ilmu itu aku dapat dari abangku. Dia sering mengajakku mendaki gunung atau menyusuri hutan. Banyak hal yang dia ajarkan padaku"

     "Beruntung kamu Pan. Memiliki abang yang sangat menyayangimu. Berbeda denganku yang hanya tinggal berdua dengan ibuku" 

     "Sabar Rif. Pasti semua ada hikmahnya" ujar topan sambil menepuk pundak kawannya. Topan bangkit dan bergegas menutupi bekas perapian tadi dengan dedaunan. 

     "Selanjutnya bagaimana Pan. Aku takut orang itu masih memburu kita" Ucap Arif dengan wajah khawatir. 

     "Aku juga berfikiran begitu. Mereka pasti tak akan melepaskan kita begitu saja. Kamu tunggu di sini, aku akan naik ke atas pohon untuk melihat situasi" jawab Topan. 

     Tak lama kemudian tubuhnya sudah bertenger di dahan pohon yang paling tinggi. Diedarkan pandangan ke segala penjuru. Tampak jelas hutan belantara yang sangat luas. Sejauh mata memandang hanya pohon - pohon besar yang terlihat. 

     "Ternyata aku berada di sebuah pulau !" serunya dalam hati. Ia kaget saat memandang garis pantai yang diserbu deburan ombak yang datang. Tampak pula olehnya hamparan ilalang yang luas jauh di dataran yang lebih tinggi. Bentuknya lebih mirip seperti bukit. Kemudian dia palingkan pandangannya ke arah yang berlawanan. 

     "Bukankah itu bangunan yang kemarin kulihat, saat dikejar penculik itu. Bangunan apa itu ?" kembali ia membatin. Samar - samar terdengar suara - suara mengerikan  yang terbawa oleh angin. Walaupun tidak jelas di telinga, namun cukup membuat berdiri bulu  di tengkuknya. 

     Sementara di bawah, Arif tampak gelisah. Berulangkali ia edarkan pandangan ke segala arah. Nyalinya ciut ditinggalkan sendirian. Khawatir sewaktu - waktu binatang buas menerkamnya, atau penculik itu kembali lagi. 

     Dari kejauhan terdengar suara burung gagak yang menyeramkan. Detak jantungnya semakin tak karuan, berharap kawannya segera turun menemaninya. Ia menengok ke atas hendak memanggil sahabatnya agar cepat turun. Namun ternyata Topan sudah bertengger di dahan yang paling  bawah. Dengan raut muka tegang, ia mengulurkan tangan. Memberi kode agar sahabatnya itu cepat naik ke atas. 

     "Cepat naik Rif, ada orang yang sedang menuju kemari !" seru Topan sedikit panik. Ditariknya tubuh Arif ke atas, kemudian mereka naik lagi menuju dahan yang paling tinggi. 

     "Siapa mereka Pan ?" tanya Arif saat menyaksikan kedua orang lelaki berjalan dari kejauhan.

     "Aku tidak tahu Rif."

     "Apa jangan - jangan mereka orang suruhan penculik itu" ucap Arif lagi. Sorot mata keduanya tak berpaling dari dua orang yang sedang menerabas rimbunnya ilalang.  Mereka terus berjalan, matanya liar memindai apapun yang dilalui. Di tangan mereka siaga senapan yang siap memuntahkan peluru tajam. 

     "Sepertinya ada hubungannya dengan mereka. Kita tenang saja. Jangan sampai mereka mengetahui keberadaan kita" jawab Topan lagi. Jari telunjuknya diletakkan di depan bibirnya memberi kode agar kawannya berhenti bicara.  

     Kini kedua anak buah bos besar itu semakin mendekati pohon yang di atasnya bertengger dua remaja yang mereka cari. Tanpa curiga sedikitpun, keduanya terus berjalan. 

     "Stop !" seru seorang dari mereka. Kemudian ia berjongkok dan mengamati seonggok daging di hadapannya.

     "Daging apa ini ?" tanya lelaki itu pada kawannya. Diamati daging yang masih hangat tersebut. Sementara Topan dan Arif tampak gelisah, raut mukanya menyiratkan kekhawatiran. Keduanya memusatkan pendengaran mereka untuk mengetahui isi percakapan dua orang  yang di bawah. 

     "Mungkin burung - burung itu yang membawanya ke sini !" sahut kawannya yang masih berdiri. Tangannya menunjuk ke arah gerombolan burung gagak yang  mengeluarkan suara yang menakutkan.

     Suara khasnya melengking bersahut - sahutan. Puluhan burung gagak yang kini terbang berputar - putar di atas bangunan besar yang dilihat oleh Topan beberapa saat yang lalu.

     Mendengar jawaban kawannya, lantas ia bangkit. Kemudian kembali melanjutkan pencarian. Sementara itu, di dahan paling atas. Kedua remaja kembali bisa bernafas lega dan tenang. 

     "Alhamdulillah" ucap mereka bersamaan. Keduanya lantas mengedarkan pandangan ke segala penjuru pulau. Menikmati pemandangan yang jarang mereka saksikan.

    

Terpopuler

Comments

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Ihhh Arif keinget mantan deh, 😆😁

2022-10-07

0

Dewi

Dewi

Arif cekatan banget bisa ngalahin ujar berbisa, kalau salah langkah bisa berakibat fatal tuh

2022-09-20

2

~Ķímhwä~

~Ķímhwä~

baca ini diajak senam jantung kayaknya, deg degan mulu😌

2022-08-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!