Arjuna menyampaikan pamitnya kepada orang-orang di kediaman Punta. Ia harus segera melaporkan perihal penyekapannya dan adiknya hari ini kepada polisi.
Harapannya mengenai terkuaknya kasus ini oleh polisi memiliki setidaknya sedikit titik terang. Ponsel dan barang-barang yang dilucuti para penjahat mungkin bisa dilacak keberadaannya. Sementara keberadaan adiknya, ia masih begitu merasa buta.
"Tapi ini sudah larut malam," cegah Lili.
"Kapan pun waktunya akan saya tempuh. Ini soal hidup dan mati adik kandung saya," jawab Arjuna.
Tekad Arjuna begitu kuat. Ia menggunakan jasa travel yang disewa Celine dan Lili untuk keluar malam ini juga. Setelah mengantar Arjuna, mobil travel tersebut akan kembali ke kediaman Punta.
Sementara mereka akan menetap di kediaman Punta. Pengobatan tradisional ala tabib setempat dirasakan begitu baik, sehingga keberadaan klinik dan paramedis tidak terlalu mendesak saat ini.
Lelaki itu pun pergi. Lelaki yang begitu misterius. Ternyata sosok itulah yang selama ini menenteramkan hati Lili ketika mendengarkan puisi-puisi yang dibacakannya.
Waktu berlalu, saatnya orang-orang beristirahat. Lili tidur di kamar yang sama dengan Celine.
Ketika terlelap, tiba-tiba mata Lili yang tengah terpejam itu berkedut. Seakan kedua bola mata Lili yang tertutup kelopaknya itu tengah bolak-balik melirik ke kiri dan ke kanan dengan cepat.
Lili terbawa ke dalam sebuah tempat berkabut putih pekat. Ia nyaris kuyup oleh rintik-rintik hujan yang lolos di antara kanopi-kanopi pohon.
Ada seseorang yang sedang menggendong Lili di punggungnya, dengan bertelanjang dada. Entah mengapa mereka menjadi dua sosok remaja belia berusia tiga belas tahun.
Napas seseorang yang menggendong Lili terdengar tersengal-sengal. Ia berlari-lari kecil di bawah pepohonan.
"Apakah kamu tidak apa-apa kalau sambil berlari seperti ini?" tanya Lili.
Seseorang itu pun sedikit menolehkan wajahnya ke arah Lili.
"Tidak apa-apa. Kita harus bergegas," jawab seseorang itu.
Tiba-tiba tubuh mereka berdua berubah menjadi seusia sekarang. Apa yang dilakukan seseorang itu pun berulang. Ia sedikit menolehkan wajahnya ke arah Lili.
"Tidak apa-apa. Kita harus bergegas," jawab seseorang itu.
Seseorang yang berubah menjadi dewasa itu adalah Arjuna. Sontak Lili tersentak dalam kedipan matanya yang cepat.
Napas Lili tersengal-sengal. Keningnya berkeringat. Ia pun terbangun di atas tempat tidurnya setelah meneriakkan nama, "ARJUNA".
Ketika tersadar, setelah memandangi langit-langit kamar dan sekitar, Lili pun menjadi tenang kembali.
"Gue baru aja bermimpi," gumam Lili.
Lili melihat di sampingnya, seharusnya Celine tidur di sana tapi kini tidak ada.
"Lin? CELINE?" panggil Lili.
"Ni anak kemana sih?" gumamnya.
"CELINE... LIN..." Lili kembali memanggil-manggilnya.
TOK TOK TOK
NGIK
"Permisi, Nona. Tadi suara Nona terdengar sampai ke luar. Apakah Nona butuh bantuan?" Seorang asisten rumahtangga langsung masuk tanpa menunggu sahutan atas ketukan pintu itu.
"Saya mencari teman saya Celine, Bu," jawab Lili.
"Oh, Nona Celine pergi, Non. Katanya sih sebentar. Nanti juga kembali," jawab asisten rumahtangga itu.
Lili pun meraih ponsel di meja sampingnya.
"Ini jam tiga pagi. Kemana Celine pergi dini hari seperti ini? Ngapain dia?" gumamnya sendiri.
"Sepertinya Nona Celine pergi ke kota, Non. soalnya perginya bersama Pak Mahmud," jawab asisten rumahtangga itu.
"Dia ga bilang mau ngapain, Bu?" tanya Lili.
"Enggak, Non," jawab asisten rumahtangga itu.
"Aneh sekali. Baiklah. Terima kasih ya, Bu," ucap Lili.
Setelah menanyai apakah Lili butuh bantuan lain atau tidak dan Lili bilang tidak, asisten rumahtangga itu pun pergi. Lili pun menekan-nekan ponselnya. Ia menelepon Celine berulang-ulang, tapi Celine tidak mengangkat panggilan itu.
*
Waktu pun berlalu. Pagi sudah tiba. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Lili, Punta, Celine dan Pak Mahmud, supir travel itu, mereka berkumpul di ruang makan untuk menghabiskan sarapan mereka.
Lili pun menanyai Celine perihal apa yang dilakukan Celine saat dini hari tadi.
"Tadi malam lu mengigau, Lik. Elu meronta-ronta sambil nangis. Gue bangunin tapi lu masih mengigau aja. Karena ga ada tabib tadi malam, jadi gue inisiatif beli obat penenang buat lu," jawab Celine.
"Beli obat? Ke kota? Kenapa kamu ga bangunin saya saja? Keluar saat dini hari begitu rentan perampokan di daerah ini," sambung Punta.
Celine pun menjawabnya dengan kikuk dan sekedar senyum-senyum saja. Ia lalu berhasil mengalihkan pembicaraan.
Apa yang sebenarnya terjadi? Seperti ada yang Celine sembunyikan.
*
Seperti yang dijanjikan sebelumnya. Punta akan mendampingi teman-temannya untuk melakukan refreshing ke alam bebas. Punta adalah praktisi spiritual yang memang sudah terbiasa memandu para wisatawan melakukan meditasi di tempat ini.
Pada sore hari, pukul setengah lima, Lili dengan kursi rodanya, Celine, dan Punta menuju ke sebuah tempat di lembah Gunung Agungra. Sebuah tempat dengan kolam, pepohonan yang rindang, tempat lapang juga sebuah rumah singgah.
Mereka pun duduk di tempat terbuka beralaskan ubin batu. Bersama aroma dupa yang harum, angin lembah yang semilir, tanpa bising perkotaan, semua memejamkan mata.
Punta memandu dengan sedikit suara. Alur napas dari masing-masing mereka pun begitu teratur dan tenang.
Tidak ada hal apapun yang terjadi. Ini adalah proses menuju rileks diri yang paling nikmat bagi mereka. Mereka diajarkan untuk sekedar merasa, tanpa menghakimi segala sesuatu yang diterima indera-indera mereka. Bahkan, apa yang ada di pikiran mereka, ingatan mereka, mereka tidak menghakiminya.
Kegiatan belum berakhir, hampir, tapi tiba-tiba dahi Celine berkerut dalam memejamnya. Bibirnya sedikit mengulum. Ada yang tengah ditahannya dan tiada seorang pun di antara mereka yang mengetahuinya.
Lama-lama napas Celine terdengar tak beraturan. Punta yang peka akan suara sehalus itu pun langsung membuka mata. ia memperhatikan Celine kemudian mendekat. Punta kini duduk tepat di samping Celine.
"Jangan hakimi apapun yang terjadi. Jadikan dirimu seringan aliran sungai. Biarkan semua mengalir begitu saja," bisik Punta.
Mendengar suara Punta di dekatnya, Celine justru membuka matanya. Ia tak meneruskan meditasinya.
"Ada yang mengganggu gue, Punta. Gue ga bisa," ucap Celine lirih.
Punta pun melirik, ia tidak ingin mengganggu orang yang sedang damai dalam meditasinya. Maka itu, Punta mengajak Celine ke pondok yang sedikit berjauhan letaknya.
Punta dan Celine pun duduk di pondok sambil bercakap-cakap.
"Apa yang mengganggumu?" tanya Punta.
"Entahlah, dia makhluk yang aneh. Gue..." Celine menutup mata dan menangkap kedua telinganya dengan tangannya.
"Tenang... tenang... Sebuah penglihatan yang tidak enak rupanya ya?" ucap Punta.
Punta pun menawari Celine air minum. Setelah Celine lebih tenang, ia pun melanjutkan perkataannya.
"Alam gaib itu ada, Punta. Mereka di sekitar sini. Mereka membenci gue," ucap Celine.
"Tenangkan dirimu. Kamu aman di sini. Mereka hanya bisa mengecoh pikiranmu. Kamu yang bisa menguasai pikiranmu sendiri, Celine," ucap Punta.
*
Waktu pun berlalu. Lili sudah selesai melakukan meditasinya. Berbeda dengan Celine, Lili justru merasa begitu segar. Meditasi itu benar-benar memberikan efek positif bagi dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments