Suatu malam, Lili tengah dalam perjalanan dari luar kota seusai melakukan perjalanan dinas seorang diri. Ia tengah duduk di kereta yang akan sampai di tempat tujuan pada pukul 21.10.
Lili duduk dengan ponsel di tangan. Ia memandangi layarnya, menunggu pesan chatnya dibalas tapi tak kunjung berbalas. Matanya memperhatikan status nama di pojok kiri atas layar dengan tulisan 'online'. Ia memandangnya lama sekali.
Biasanya kesabarannya tak sepanjang itu. Biasanya tombol memanggil atau panggilan video pun sudah ditekannya, tapi tidak kali ini.
Tidak sepantasnya mengganggu orang yang lagi kasmaran, begitu pikirnya. Ingatan Lili pun mengembara ke masa lalu.
*
"Gue benci sama lu, tahu ga!" ucap Celine yang keluar dari apartemen Lili dan hendak menutup pintunya dari luar.
Lili pun merasa heran. Wajah yang sedang senyum-senyum sendiri selepas mobil kekasihnya pergi tiba-tiba berubah menjadi wajah keheranan.
Celine berjalan meninggalkan Lili dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Lili memanggil-manggilnya, tapi Celine tetap tidak menggubris dan terus saja berlalu.
Lili membelalakkan mata ketika tersadar setelah memandangi rok yang dipakai Celine. Itu adalah rok yang sama dengan miliknya. Mereka berjanji akan sama-sama menggunakannya di hari ulang tahun Celine. Dulu Celine yang membelikannya di hari ulang tahun Lili.
"Mamp*s gue! Gue lupa ulang tahun Celine!" batin Lili.
Dilihatnya jam di pergelangan tangan, rupanya ini sudah larut malam. Celine pasti sudah menunggu Lili pulang sejak lama, dan ia tidak menghubungi Lili sama sekali ketika menunggu.
Lili pun mengejar Celine sambil memanggil-manggilnya. Celine yang langkahnya tertahan oleh Lili pun mengungkapkan kekecewaannya.
"Lu lupa sama persahabatan kita! Bucinan lu itu lebih penting kan sekarang?" ucap Celine.
"Gue minta maaf, Lin. Serius, gue menyesal. Bagi gue, elu adalah bestie yang penting banget buat hidup gue," balas Lili.
Pertengkaran kedua sahabat itu terjadi di luar halaman apartemen. Hingga pada akhirnya security pun datang menenangkan mereka, dan akhirnya Celine tidak jadi pergi. Malam sudah larut ketika itu, ia pun bersama Lili masuk ke apartemen Lili.
*
Kenangan yang membuat Lili tersenyum tipis. Baginya, sahabatnya itu adalah seseorang yang pencemburu. Ia kini memposisikan diri seperti apa yang Celine alami dulu, diabaikan ketika sahabatnya sedang kasmaran.
Senyum Lili disertai gelengan kecil. Tidak, Lili tidak akan marah kepada Celine. Ia pikir, kebahagiaan bagi sahabatnya itu juga adalah kebahagiaan bagi dirinya. Ia membiarkan dirinya dalam kesendirian, walau pun kesepian melanda.
Kantuk menyerang Lili. Perjalanan kereta masih akan berlangsung setengah jam lagi. Suasana di gerbong yang ia tempati begitu hening, selain hanya suara laju kereta. Tidak ada sesama penumpang yang mengobrol. Suasana seperti itu sudah berlangsung sejak satu jam yang lalu.
Kereta pun berhenti. Penumpang ada yang turun dari kereta dan ada pula yang baru naik. Sementara, Lili sedang tertunduk, ia tertidur sambil duduk.
Seorang pemuda yang baru masuk ke gerbong yang sama pun tersenyum ketika pandangannya tak sengaja tertuju pada Lili. Ia pun berjalan mendekat, lalu sedikit jongkok untuk mengintip wajah yang sedang tertunduk itu. Kereta pun kembali melaju.
"Hemh... Benar tebakan gue. Dari jauh pun gue bisa mengenali ni cewek," batin Kiki, pemuda yang baru saja mendekati Lili tersebut.
Kebetulan kursi di samping Lili kosong, maka Kiki pun duduk tepat di sebelah Lili. Laju kereta semakin kencang. Tubuh Lili oleng ke sisi lain kursi yang tak ditempati. Mengetahui tubuh Lili akan jatuh, Kiki pun menarik lengan Lili dan menyandarkannya ke sisi bahunya.
Kini Lili tertidur bersandar di bahu Kiki. Kiki duduk dengan tegak, lurus ke depan, tidak menghadap ke Lili. Ia senyum-senyum sendiri.
Waktu berlalu. Kereta belum tiba di pemberhentian yang menjadi tujuan Lili, tapi Lili terbangun perlahan. Mengetahui ia tadi bersandar di bahu Kiki, Lili pun terkejut dan langsung bergeser menjauhi Kiki. Wajah sumringah Kiki pun berubah dingin.
"Elu lagi... " ucap Lili kikuk.
"Ga tahu, nih. Mbak lagi-mbak lagi. Dari awal sudah terlihat kalau Mbak adalah cewek yang agresif," ucap Kiki pelan, seperti menggerutu.
"Heh! Apa lu bilang?" Lili nyaris membentak, tapi ia ingat bahwa Kiki sudah menolongnya saat di restoran waktu itu.
"Cewek agresif," ulang Kiki.
"Gue ga kaya gitu orangnya," ucap Lili kikuk karena mengingat tadi ia bersandar pada Kiki.
"Tapi, lu juga doyan. Soalnya lu diam-diam aja gue sandarin tadi," ucap Lili sambil membuang muka, menahan rasa malu kepada Kiki.
Kiki tersenyum melihat Lili yang salah tingkah terhadapnya. Lalu, selama beberapa waktu mereka pun tak saling bicara. Lili tetap menyimpan rasa kikuknya, dan Kiki tetap memberi ruang kepada Lili untuk tidak berkomunikasi.
Kiki pun memakai headsetnya, ia seolah mengabaikan keberadaan Lili. Kiki pun bernyanyi dalam duduknya, mengikuti lagu yang sedang ia dengarkan melalui headset di telinganya.
"Pergi saja, engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka
Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah"
Lili pun menolehkan wajahnya. Ia memandang Kiki yang sedang tak menatapnya.
"Suara itu, suara... Sepertinya gue kenal dengan suara itu. Saat bertemu dia sebelum ini pun gue rasa suara itu memang familiar, tapi dimana gue pernah mendengarnya?" batin Lili.
Lili memandangi Kiki dengan sorot mata melamun. Kiki akhirnya menoleh dan mendapati Lili sedang bengong.
"Oh, iya... Gue kan memang sebelumnya udah pernah ketemu dia waktu kecelakaan motor itu. Mungkin itu penyebab gue ngerasa kaya ga asing dengan suara ni cowok," batin Lili.
Kiki tersenyum.
"Tapi, kok suaranya kaya sering gue dengar, ya?" batin Lili.
Lili tersadar begitu saja dari lamunannya. Ia melihat Kiki sedang tersenyum kepadanya. Lili merasa begitu bod*h, memalukan, ia begitu kikuk. Untuk apa ia memandangi cowok yang tak ia tahu namanya itu?
"Gue setampan itu ya, Mbak?" tanya Kiki.
"Jangan GeEr!" ucap Lili.
"Habisnya Mbak ngelihatin gue mulu," goda Kiki.
Lili memejamkan matanya dari balik wajahnya yang ia palingkan. Ia tidak melanjutkan obrolan itu.
"Nama gue Rifki," ucap Kiki tiba-tiba sambil menyodorkan tangannya kepada Lili.
Lili menoleh. "Hah?" Ia bingung, sebab tiba-tiba saja cowok di sampingnya itu mengajaknya berkenalan.
"Waktu itu, di restoran, Mbak nanyain nama gue kan?" lanjut Kiki.
"Oh, iya iya. Gue Lili," ucap Lili tanpa menyambut jabatan tangan Kiki.
"Lili... Mirip," ucap Kiki seraya menarik tangan yang ia sodorkan.
"Hah? Mirip? Siapa?" ucap Lili.
"Kita," jawab Kiki.
Lili memunculkan wajah heran. Sebelum Lili bertanya, Kiki pun melanjutkan.
"Gue biasa dipanggil Kiki. Lili... Kiki... kan panggilan yang mirip," lanjut Kiki.
"Oh, gitu. Iya iya... " ucap Lili dengan senyum kikuk.
"Oh iya, gue mau ngucapin terima kasih sama Mbak Lili. Waktu itu teman gue yang gue handle pekerjaannya selamat, ga dipecat. Mbak Lili pasti yang sudah bikin manajer resto memaafkan tindakan gue," ucap Kiki.
"Oh, itu. Iya, sama-sama. Bye the way, kok bisa sih lu gantiin teman lu itu. Memangnya dia kemana?" tanya Lili.
Obrolan pun terjadi antara Lili dan Kiki. Suasanadi antara mereka menjadi lebih cair. Hingga pada akhirnya kereta pun berhenti di stasiun tujuan Lili. Rupanya Kiki pun turun di stasiun yang sama.
Lili menyampaikan ucapan perpisahan kepada Kiki, tapi Kiki tak kunjung berpisah dengan Lili. Kiki masih saja terus berjalan di sisi Lili.
Lili bertanya perihal tujuan Kiki dan Kiki menjawab kalau tujuan mereka searah.
Ketika Lili memanggil taksi, Kiki pun ikut masuk ke dalam mobil tersebut. Lili pun heran.
"Jangan bercanda! Sebenarnya apa yang mau lu lakuin?" tanya Lili kepada Kiki sebelum memberi tahu tujuannya kepada supir taksi.
"Ini udah malam, Mbak. Gue mau ngantar lu. Lu ga kapok dengan kejadian di resto?" jawab Kiki.
"Ga perlu, Ki. Sekarang lu langsung balik aja. Gih!" ucap Lili yang menyuruh Kiki keluar dari taksi.
"Tapi... " ucap Kiki.
"Gue ga akan kenapa-napa!" ucap Lili sambil mendorong-dorong tubuh Kiki hingga keluar taksi.
"Gue ga mau lu repot-repot nganterin gue. Tapi, by the way, thanks ya Ki. Ya udah, gue duluan," ucap Lili dari balik jendela taksi kemudian ia menutup pintu mobil itu.
Mobil taksi itu pun meninggalkan Kiki.
*
Di dalam mobil taksi, Lili tersenyum kecil. Ia mengingat hal memalukan di kereta tadi yang berakhir pada hal yang menyenangkan untuknya. Kiki adalah cowok yang ramah dan bisa menjadi teman mengobrol yang asik.
Namun, sayangnya mereka tidak saling bertukar nomor HP atau akun media sosial. Bagi Lili, pertemuan-pertemuan antara ia dan Kiki hanya akan sepintas lalu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
reedha
Ampun dah Kiki, pede sekampung diborong semua ya 🤣🤣🤣
2022-11-27
5
Fajar Sunandar
ayo up lg
2022-08-19
3
Fajar Sunandar
celine suka brondong juga
2022-08-19
3