"CELIN? PAK MAHMUD? NENEK?" Lili memanggil-manggil mereka di tengah kesendiriannya yang mencekam di tengah hutan.
Suaranya lirih dan gemetar mencari kehadiran orang-orang yang ia kenal tersebut. Perasaannya begitu ketakutan karena tadi dikagetkan oleh suara tembakan senjata api di kejauhan.
Lili melihat ke sekeliling. Ia yakin betul ia belum terlampau jauh memisahkan diri dari mereka. Namun, kenyataannya tidak demikian. Ia baru saja tersesat ke tempat yang begitu jauh.
Tanpa ia sadari, tadi Lili baru saja melewati gerbang gaib yang memindahkannya ke sebuah tempat lain.
Lili berjalan panik, yang dikejarnya adalah tempat yang lebih terbuka. Ia tak bisa menentukan dari mana asal suara senjata api tadi terdengar. Semua arah begitu ricuh.
Lili lalu berjalan menembus hutan. Ia berharap akan mendapatkan tanda-tanda kehidupan masyarakat. Setidaknya sebuah bangunan milik manusia. Mungkin di sana ia bisa bertemu dengan orang baik yang akan membantunya.
Dari kejauhan pun Lili melihat bangunan seperti bekas gudang yang sudah lama tidak berfungsi. Ia mendekati bangunan itu.
Namun, langkahnya surut oleh rengekan seorang laki-laki. Lili bersembunyi dari balik tembok dengan perlahan-lahan sambil mengintip sumber suara tersebut.
"Puisi! Baik! Puisi! BAIK!" ucap lelaki itu kemudian berteriak.
Lili melihat seorang lelaki yang diikat pada sebuah kursi besi yang sulit dilepaskan. Lelaki itu dihadapkan pada sebuah tablet selular. Sementara di sisinya ada sosok bertopeng yang menoyor-noyor kepala korban dengan ujung senjata api.
"Saya mohon teman-teman... Adakah yang tahu puisi pertama itu?" ucap lelaki yang tak berdaya itu lagi.
"Suara itu..." Lili berucap lirih. Ia tahu betul apa yang sedang dihadapinya. Keadaan ini persis seperti yang ia dengar pada siaran Arjuna pagi tadi.
"Konstelasi Bintang Mati. Itu judul puisinya," ucap Lili sembari memunculkan diri.
Kedua lelaki itu terkejut mengetahui kehadiran Lili, disusul oleh kedatangan dua sosok bertopeng lainnya dari luar.
Lili langsung ditodongkan senjata dan ikut ditahan oleh dua sosok lainnya tersebut. Kini Lili bergabung bersama lelaki yang diikat tersebut.
Lelaki yang diikat itu pun melanjutkan obrolannya dengan orang yang terhubung dengan tablet selular. Ia menjawab pertanyaan sesuai dengan yang tadi dikatakan oleh Lili.
Dari layar tablet tampak seorang anak perempuan yang disekap dengan kepala yang ditodong ujung senjata api. Jawaban dari lelaki yang diikat di sisi Lili membuat anak perempuan itu luput dari penembakan.
Senjata api itu dilepaskan dari kepala anak perempuan itu. Rambutnya lalu ditarik hingga wajahnya tertengadah. Terlihat wajah yang teramat sedih dan putus asa.
Panggilan video itu pun berakhir begitu saja. Lili diikat di samping lelaki itu. Ketiga penjaga bertopeng memutuskan untuk beristirahat, bergantian menjaga Lili dan lelaki itu.
Kaki dan tangan keduanya diikat serta mulut mereka diikat juga disumpal dengan kain. Mereka duduk saling membelakangi. Berulang kali Lili mencoba menoleh, sebab hanya mata yang bisa diandalkannya untuk berkomunikasi.
Penjaga tengah tertidur, sementara yang lainnya berada jauh dari mereka. Ini kesempatan Lili dan lelaki itu berkomunikasi.
Lili menyodok-nyodok bahunya untuk memanggil-manggil lelaki itu. Lelaki itu kelelahan, lemas, tampak memar-memar di kulitnya, mungkin ia habis dihajar para penjaga.
Lili memberi tanda pada bokongnya. Awalnya lelaki itu bingung, tapi berulang kali Lili memberi tanda. Tangan lelaki yang terikat dan berada di hadapan bokong Lili pun merogoh kantung yang ada di sana.
Sebuah cermin. Ya, untungnya itu adalah benda yang ia bawa kemana saja. Barang wajib bagi perempuan yang suka memoles ulang riasan wajahnya.
Untungnya hanya ponsel dan dompet yang dirampas para penjaga, tidak dengan cermin kecil itu.
Lelaki itu begitu berhati-hati merogoh kantung itu. Sepertinya ia bukan lelaki mata keranjang. Lili yang sudah pasrah apabila bokongnya diraba-raba tetap dalam diamnya. Ia pun tenang ketika cermin itu sudah terambil.
Cermin itu lalu dijepitkan di antara kursi mereka dan diberi tekanan. Lalu, cermin pun pecah.
Pecahan cermin itu digesekkan ke tali yang mengikat mereka. Dengan itu mereka mencoba melepaskan diri.
TASH...
Tali yang mengikat tangan Lili akhirnya putus juga.
Namun, tiba-tiba penjaga yang tidur itu terbangun. Ia memasang wajah garang. Lili pura-pura masih terikat. Apakah penjaga itu tahu bahwa ikatan di tangan Lili lepas?
Untungnya tidak. Penjaga itu hanya tersenyum licik membelai pipi Lili lalu menoyor keras kepala lelaki di sampingnya, kemudian pergi.
Hanya tinggal mereka berdua di ruangan itu. Setelah Lili melepaskan diri, ia dengan cekatan memutus dan melepaskan ikatan pada tangan dan kaki lelaki itu.
Dengan gerakan perlahan sambil merunduk mereka berdua mencoba mencari jalan keluar. Mereka meringkuk bersembunyi di bawah jendela. Setelah dirasa aman, mereka pun membuka jendela usang yang macet itu.
Salah seorang penjaga pun datang. Ketika ia melihat kedua kursi sudah kosong, ia pun segera berbalik dan berteriak kepada teman-temannya.
Upaya melarikan diri pun diurungkan. Lili dan lelaki itu hanya bersembunyi di sudut tergelap dan tersembunyi dalam ruangan itu.
Para penjaga memeriksa ruangan dengan mengobrak-abrik barang-barang yang ada di dalamnya. Kalau Lili dan lelaki itu tetap bersembunyi di sana, mereka pasti akan tertangkap.
Mereka pun mencoba melalui pintu keluar yang sedang terbuka. Setelah menghitung dan memberi isyarat, lelaki itu pun lari sambil menarik tangan Lili. Lili berlari sambil terseret-seret.
Ketika sudah melalui pintu keluar itu, mata para penjaga menangkap gerakan mereka. Lili dan lelaki itu berlari di tengah tembakan.
DOR... DOR... DOR...
Sayang sekali betis Lili terkena salah satu tembakan walaupun lelaki yang tengah bersamanya sudah mencegah dengan melompat menghalanginya.
Di depan mereka terdapat jurang. Lompatan lelaki itu untuk menyelamatkan Lili rupanya membuat mereka terguling terperosok menuruni jurang.
Lili didekap erat, kepala dan bahunya dilindungi oleh lelaki itu. Luka gores dan gesekan benda berulang ulang menghabisi tubuh lelaki itu. Hingga pada akhirnya mereka berada di dasar jurang.
Para penjaga berteriak-teriak lalu menuruni tebing sambil menghujani Lili dan lelaki itu tembakan-tembakan.
Dengan cekatan lelaki itu menarik Lili bersembunyi di dalam cekung batu yang menyembunyikan dan melindungi mereka. Mereka lalu mengubur diri dengan menggunakan serasah dedaunan kering.
Para penjahat pun berlalu dan tidak nyadari persembunyian Lili dan lelaki itu.
Beberapa saat setelah mereka berbaring saling berhimpitan, kemudian mereka bangkit untuk duduk.
Ada rasa segan di antara keduanya. Posisi tadi adalah posisi tercanggung yang pernah ada. Lili berbaring di atas tubuh lelaki itu begitu lama, saling berhadapan, saling berdekapan.
Keadaan canggung terputus oleh sadarnya mereka akan keadaan betis Lili yang tertembak peluru. Darah mengucur, lelaki itu pun membuka kaosnya untuk mengikat kaki Lili agar aliran darahnya terhenti.
Dia adalah Arjuna. Ya, lelaki yang suaranya mirip dengan Kiki dan diri Kiki ternyata adalah dua orang yang berbeda.
Kini Lili berhadapan dengan seorang lelaki gagah yang tengah bertelanjang dada. Napas lelaki itu tersengal, tak jauh berbeda dengan Lili yang sedang menahan sakit di kakinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments